JAKARTA, investor.id - Forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 menjadi momentum menggaet investor untuk menggarap pengembangan panas bumi, guna memacu pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Indonesia. Kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Tanah Air baru 2.280 megawatt (MW), padahal potensinya mencapai 23.000 MW.
Sejumlah insentif telah disiapkan pemerintah dalam menarik minat investor untuk mengembangkan geotermal di Tanah Air. Panas bumi ini menjadi energi terbarukan yang sangat potensial di masa transisi menuju karbon netral di 2060. Bantuan pendanaan dari negara-negara maju pun dinantikan implementasinya guna menekan emisi karbon.
Hal itu diungkapkan para pembicara dalam acara Zoom with Primus dengan topik “Peran Geotermal dalam Transisi Energi”, yang ditayangkan langsung Beritasatu TV, Kamis (17/2). Diskusi yang dipandu Direktur Pemberitaan Beritasatu Media Holdings (BSMH) Primus Dorimulu ini menghadirkan pembicara Direktur Panas Bumi Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Harris, Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Tafif Azimudin, dan Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim.

Harris mengatakan, Indonesia menempati urutan kedua setelah Amerika Serikat dalam sumber daya dan kapasitas terpasang panas bumi. AS memiliki sumber daya geotermal mencapai 30 ribu MW, sedangkan kapasitas terpasangnya 3.676 MW.
Dia menyakini Indonesia akan menjadi peringkat pertama dalam pemanfaatan panas bumi, menggeser Negeri Pam Sam itu, dalam beberapa tahun ke depan. Terlebih, pada tahun ini, Indonesia bisa memanfaatkan momentum sebagai tuan rumah KTT G20 untuk menarik investor.
"Forum G20 patut kita manfaatkan mendorong pengembangan panas bumi. Ini kita gunakan semaksimal mungkin, untuk mengajak investor menjadi bagian transisi energi," kata Harris.
Tambah Kapasitas 1.400 MW

Harris menerangkan, pemerintah memasang target tambahan kapasitas pembangkit listrik geotermal sebesar 1.400 MW hingga 2025. Target ini merupakan bagian dari pemenuhan bauran energi sebesar 23% di 2025.
Dia membeberkan sejumlah insentif yang disediakan pemerintah bagi pengembang geotermal. Insentif itu mulai dari keringanan perpajakan, bea masuk, hingga pengeboran yang ditanggung oleh pemerintah di tahap eksplorasi. Program tersebut mengambil alih risiko yang selama ini ditanggung pengembang panas bumi.
Ia menjelaskan, pengeboran eksplorasi yang digarap oleh Kementerian ESDM berlokasi di Cisolok, Jawa Barat, dan Nade, Nusa Tenggara Timur. Sedangkan yang digarap oleh Kementerian Keuangan berlokasi di Wae Sano yang terletak di Nusa Tenggara Timur, di Jailolo yang terletak di Maluku Utara, dan Bittuang di Sulawesi Barat.
“Untuk pengeboran oleh Kementerian Keuangan dikerjakan oleh PT Geodipa dan PT SMI. Hasil eksplorasi tersebut nantinya akan ditawarkan kepada pengembang. Sekarang sedang berproses. Ketika sudah selesai, kami dapatkan data lebih jelas, sehingga risiko diminimalisasi. Badan usaha yang menang akan memanfatkan data tersebut dan harga yang ditawarkan tidak semahal sebelumnya," ujarnya.

Herman mengatakan, program pengeboran pemerintah tersebut merupakan solusi dari tantangan yang selama ini dihadapi oleh investor. Dia menyebut pola pengembangan geotermal sebelumnya berbeda dengan saat ini, yakni diawali dengan proses tender wilayah kerja panas bumi. Pemenang tender kemudian melakukan eksplorasi.
“Permasalahan timbul ketika negosiasi harga jual-beli listrik dengan PLN. Negosiasi lama, karena tidak ada data (eksplorasi) yang dipegang. Dari PLN tidak ingin penjual memasukkan komponen risiko sebagai bagian dari harga," ujarnya.
Ia menuturkan, kendala lain yang dihadapi pengembang energi terbarukan di Indonesia, termasuk geotermal, adalah pendanaan. Tanpa bantuan pendanaan, maka rencana karbon netral di 2060 sulit tercapai.
Dia juga menyebut, sejumlah negara seperti India, Afrika Selatan, dan Brasil pun menagih implementasi komitmen pendanaan dari negara-negara maju ataupun yang tergabung dalam forum G20. "Perlu hitungan realistis, bagaimana anggota G20 yang lebih mampu ikut membantu pendanaan," ujarnya.
Isu Lingkungan

Sementara itu, penolakan proyek PLTP terjadi belakangan ini, di daerah Mataloko, Nusa Tenggara Timur. Isu yang muncul yakni pengembangan geotermal mengakibatkan perubahan suhu di wilayah sekitar, yang memicu resistensi dari masyarakat.
Harris mengatakan, setiap pembangunan PLTP kerap menghadapi reaksi dari masyarakat. Banyak kekhawatiran yang digaungkan dalam tiap resistensi tersebut.
Namun, dia menegaskan, PLTP yang lebih dulu beroperasi bisa menjadi tolak ukur. “Untuk Mataloko, sedang dikembangkan dengan kapasitas yang lebih besar guna memenuhi kebutuhan daya di Flores. Saat ini, PLTP Mataloko berkapasitas 1 x 1,25 MW. Flores sudah ditetapkan sebagai Pulau Geotermal. Potensi sangat banyak dibandingkan tempat lain,” ujarnya.
Pertamina Membantu Masyarakat

Tafif menceritakan pengalaman Pertamina dalam menggarap geotermal di Ulubelu dan Lumut Balai, dengan membangun akses jalan menuju lokasi pembangkit listrik. Akses jalan tersebut memiliki efek berganda, yakni membantu mobilitas masyarakat setempat.
“Sebagai contoh di Ulubelu, Lampung, dibangun jalan sepanjang 30 kilometer. Jalan tersebut memangkas waktu tempuh warga pergi ke ladang menjadi satu jam, yang sebelumnya memakan waktu setengah hari. Begitu pula di Lumut Balai, Sumatera Selatan, dengan akses jalan sepanjang 55 km. Selain akses jalan, PLTP Kamojang juga memiliki penangkaran Owa Jawa yang spesiesnya hampir punah. Jadi, ini sangat membantu masyarakat sekitar. Kami tidak bisa jadi menara gading, berdiri sendiri di lingkungan kami,” ujarnya.
Lebih lanjut Tafif mengungkapkan, PGE sedang menyelesaikan konstruksi binary cycle pada PLTP Lahendong. Sistem binary berbeda dengan PLTP konvensional.
“Pasalnya, binary memanfaatkan air panas yang seharusnya diinjeksi. Nantinya, binary cycle mampu menghasilkan listrik dengan daya 500 kilowatt (kW). Ini membuka peluang pengembangan PLTP selanjutnya,” ujarnya.
Editor : Ester Nuky (esther@investor.co.id)
Sumber : Investor Daily
Baca berita lainnya di GOOGLE NEWS