JAKARTA, Investor.id – Ketua Umum Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Filda C. Yusgiantoro PhD menyatakan, disrupsi masif di tingkat nasional maupun global berpotensi mengganggu ketahanan energi dan pembangunan ekonomi Indonesia.
Ia menyebutkan, belakangan ini terjadi sejumlah peristiwa yang berdampak buruk secara global, di antaranya pandemi Covid-19, krisis iklim, konflik geopolitik yang melibatkan Rusia dan Ukraina, dan krisis energi yang menyebabkan kenaikan harga komoditas di pasar global.
“Disrupsi-disrupsi ini berpotensi mempengaruhi kondisi perekonomian suatu negara. Di samping itu, ketahanan energi juga dapat terkena imbas dari peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan ini,” kata Filda pada pembukaan diskusi bertajuk "Disrupsi Masif di Pasar Energi Global: Pembelajaran bagi Ketahanan Energi Indonesia" yang diselenggarakan Purnomo Yusgiantoro Center secara daring, pada Sabtu (23/4/2022).
Hadir pembicara lainnya, pendiri PYC yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2000-2009 Purnomo Yusgiantoro, Komisaris Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk Arcandra Tahar, dan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Republik Indonesia Andi Widjajanto.
Filda mengatakan, bagi Indonesia ketahanan energi merupakan suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi (availability) dan akses masyarakat kepada energi (accessibility) dengan harga yang terjangkau (affordability) untuk jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan lingkungan hidup (acceptability).
Keempat aspek yang sering disebut 4A (availability, accessibility, affordability, dan acceptability), kata Filda, harus berkelanjutan (sustainability) agar ketahanan energi nasional dapat tercapai.
Ketahanan energi tidak dapat dikaitkan hanya dengan salah satu sumber energi saja, tetapi banyak aspek di dalamnya. Menurut World Energy Council (2020), Kanada mencapai skor ketahanan energi tertinggi, salah satunya dengan melakukan diversifikasi pada sistem energinya.
“Sumber energi fosil dapat habis seiring berjalannya waktu, sementara energi terbarukan bersifat intermitten, sehingga dapat kita pahami bahwa baik EBT maupun energi fosil saling mendukung dalam pencapaian ketahanan energi,” jelas Filda.
Lebih lanjut dikatakan, di Indonesia potensi EBT cukup besar, namun, pemanfaatannya belum optimal.
Sementara itu, teknologi pengembangan energi fosil yang ramah lingkungan masih terbatas dan Indonesia masih bergantung pada impor bahan bakar minyak (BBM).
“Tentunya, fenomena disrupsi dapat menjadi ancaman bagi perekonomian dan ketahanan energi Indonesia. Kita harus mencari solusi agar disrupsi masif ini tidak mempengaruhi ketahanan energi dan perekonomian nasional,” kata Filda.
Editor : Fajar Widhi (fajar_widhi@investor.co.id)
Sumber : Investor Daily
Baca berita lainnya di GOOGLE NEWS