Selasa, 28 Maret 2023

Semester I, Surplus Perdagangan Indonesia-Swiss Terus Meningkat

Investor Daily
20 Jul 2022 | 21:31 WIB
BAGIKAN
Dubes RI untuk Swiss, Muliaman Hadad.
Dubes RI untuk Swiss, Muliaman Hadad.

BERN, investor.id – Semester I tahun ini, total perdagangan Indonesia dan Swiss meningkat sebesar 55,1% atau senilai US$ 1,8 miliar dibandingkan semester I-2021 yang sebesar US$ 1,16 miliar.

Ekspor Indonesia ke Swiss meningkat lebih dari 60% atau senilai US$ 1,6 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Nilai ini menjadikan Indonesia naik 2 peringkat menjadi peringkat 24 eksportir terbesar di Swiss atau 0,9% dari total nilai impor Swiss dari dunia (semester I-2021: 0,6%).

Sementara itu, impor Indonesia dari Swiss juga meningkat sebesar 12,8% atau senilai US$ 210,95 juta, sedangkan pada semester I-2021 senilai US$ 187,05 juta. Secara total, surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap Swiss pada semester I-2022 senilai US$ 1,38 miliar, naik 18,8% dibanding surplus neraca perdagangan pada semester I tahun lalu yang sebesar US$ 787,33 juta.

Advertisement

Komoditas utama ekspor Indonesia ke Swiss masih didominasi oleh emas, logam mulia, perhiasan (HS 71), yakni 84% dari total ekspor Indonesia ke Swiss atau senilai US$ 1,34 miliar.

Selain emas, komoditas yang secara konsisten menempati 5 teratas pada ekspor Indonesia ke Swiss antara lain alas kaki (HS 64) dan tekstil bukan rajutan (HS 62) dan tekstil rajutan (HS 61) masing-masing menyumbang kurang lebih 4,0%, 2,2%, dan 1,2% dari total perdagangan.

Komoditas utama yang mengalami kenaikan signifikan antara lain emas (HS 71), furnitur (HS 94), kulit (HS 42), dan electrical machinary (HS 85), yakni masing-masing naik 83,1%, 21,2%, 13,4%, dan 10%. Sementara itu komoditas utama yang mengalami penurunan dibanding semester I tahun lalu, antara lain essential oil (HS 33) turun 20,1% serta machinery dan mechanical appliance (HS 84) turun sebesar 15,4%.

Dubes Indonesia untuk Swiss dan Liechtenstein, Muliaman Hadad mengatakan, kenaikan perdagangan Indonesia-Swiss merupakan kabar baik di tengah ekonomi global yang masih tidak menentu, apalagi adanya perang Rusia-Ukraina, serta kenaikan inflasi global.

”Situasi seperti ini, sesungguhnya memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mengisi kebutuhan negara konsumen yang tadinya komoditasnya disuplai oleh Ukraina, Rusia maupun negara pemasok yang terkena dampak. Swiss misalnya salah satu importir emas Rusia, sementara Indonesia juga merupakan salah satu eksportir emas terbesar dunia,” ujar mantan ketua OJK ini.

Seperti diketahui, saat ini para pemimpin negara-negara terkaya di dunia (G7) bersiap untuk memberlakukan larangan impor logam mulia dari Rusia oleh Swiss. Fokus G7 adalah emas, yang merupakan komoditas ekspor terbesar kedua Rusia setelah energi.

Bila melihat total nilai perdagangan Indonesia-Swiss, data terakhir dari Swiss Federal Office for Customs and Border Security (FOCBS) menyebutkan pada semester I tahun ini, peringkat Indonesia sudah naik menjadi ke-33 dibandingkan semester I-2021 yang masih menempati peringkat ke 43.

”Melompat sampai 10 ranking tentunya kabar yang sangat baik, mengindikasikan bahwa kerja sama ekonomi antara Indonesia-Swiss dapat diambil manfaatnya, seperti Indonesia - EFTA CEPA dan kerja sama lainnya.” tambah Dubes Muliaman.

Seperti diketahui, selama WEF 2022 di Davos, Indonesia dan Swiss juga telah menandatangani empat perjanjian ekonomi, antara lain Bilateral Investment Treaty, Kadin dan Economiesuisse di sektor perdagangan dan sustainability, dan perjanjian Kadin dan Innosuisse di sektor capacity building dan inovasi, serta perjanjian pendirian Indonesia Trading House antara Kadin dan diaspora pengusaha Indonesia di Swiss.

Sementara itu, ekonomi Swiss masih tumbuh positif. Kementerian Ekonomi Swiss (SECO) melaporkan, GDP Swiss masih tumbuh 0,5% pada kuartal I-2022. Pusat penelitian ekonomi Swiss, KOF, memperkirakan pertumbuhan GDP tahun 2022 yakni 2,7% dan 1,6% pada tahun 2023.

Sementara itu, inflasi untuk pertama kalinya sebesar +3,4% di bulan Juni dibandingkan bulan Juni 2021. Angka inflasi ini merupakan angka tertinggi sejak 1993, meski masih di bawah Amerika dan Zona Euro (8,6%). Swiss National Bank (SNB) memperkirakan inflasi di Swiss pada tahun 2022 akan mencapai 2,8%.

Menurut angka terbaru, produk minyak bumi 48,4% lebih mahal pada bulan Juni tahun ini dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun 2021. Biaya tersebut dibebankan kepada konsumen dengan biaya transportasi naik 13%. Minyak pemanas, yang digunakan untuk memanaskan banyak rumah di Swiss harganya naik hampir 30%.

Selain itu, untuk pertama kalinya sejak tahun 2007, SNB menaikkan suku bunga dari -0,75% menjadi -0,25%. SNB juga terus berupaya agar nilai tukar Swiss Franc dapat dipertahankan terhadap mata uang lain untuk melawan inflasi.

Editor: Jauhari Mahardhika (jauhari@investor.co.id)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Market 15 menit yang lalu

Mulai Bayar Utang, Waskita Precast (WSBP) Sehat?

Waskita Beton Precast (WSBP) menyelesaikan kewajiban pembayaran tahap pertama. WSBP sudah sehat?
Macroeconomy 20 menit yang lalu

Menkeu dan Gubernur Bank Sentral Asean Akan Bahas Cryptocurrency

Pembahasan cryptocurrency bisa dilakukan secara paralel dengan dengan isu ekonomi digital.
Macroeconomy 30 menit yang lalu

Kerja Sama Budaya Perkuat Kerja Sama Ekonomi RI-RRT

Hubungan people to people movement akan membuat hubungan Indonesia dan Tiongkok negara berkelanjutan.
Market 35 menit yang lalu

WEHA Balikkan Rugi Jadi Untung Rp 19,9 Miliar

WEHA Transportasi Indonesia (WEHA) mampu membalikkan rugi menjadi untung Rp 19,9 miliar pada 2022.
Macroeconomy 35 menit yang lalu

Kurangi Ketergantungan terhadap Dolar AS, RI Dorong Asean Jalankan LCT

Penggunaan metode local currency transaction (LCT) akan memiliki jangkauan yang lebih luas.
Copyright © 2023 Investor.id