Sabtu, 25 Maret 2023

INDEF: Pemerintah Harus Waspadai Penurunan Ekspor

Arnoldus Kristianus
16 Aug 2022 | 04:30 WIB
BAGIKAN
Suasana di terminal bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. (BeritaSatuPhoto/Joanito De Saojoao)
Suasana di terminal bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. (BeritaSatuPhoto/Joanito De Saojoao)

JAKARTA, investor.id - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan pemerintah harus mewaspadai terjadinya perlambatan ekspor dalam neraca perdagangan Indonesia. Sebab, meskipun neraca perdagangan sudah surplus 27 kali berturut-turut, tren secara year on year (yoy) pada Juli 2022 terjadi perlambatan menjadi 32,03% setelah di Juni 2022 tumbuh 40,99%.

Sementara untuk pertumbuhan impor (yoy) relatif tinggi yaitu 39,86% pada Juli 2022. Angka ini meningkat dari posisi Juni 2022 yang sebesar 21,98%

“Mulai terjadi perlambatan ekspor padahal impor mulai meningkat. Saya kira ini menjadi catatan bahwa hati-hati tren impor mulai meningkat. Meskipun pada Juli 2022 masih terjadi surplus,” ucap Direktur INDEF Tauhid Ahmad saat dihubungi Investor Daily pada Senin (15/8/2022).

Advertisement

Dia mengatakan untuk kedepannya ada potensi terjadi penurunan, saat impor khususnya impor bahan baku mulai menggeliat. Harga komoditas sudah mulai menurun artinya pertumbuhan ekspor relatif melambat. Ketika harga komoditas mulai menunjukkan penurunan seperti minyak kelapa sawit mulai menurun, windfall akan relatif terbatas, termasuk komoditas lain yang menunjukan gejala penurunan.

“Hati-hati beberapa komoditas sehingga windfall dari sisi ekspor pertumbuhanya menurun sementara impor relatif tinggi. Meskipun neraca perdagangan masih surplus,” kata Tauhid.

Guna mempertahankan tren neraca perdagangan berada di posisi surplus pemerintah harus mencari pasar ekspor dengan perekonomian relatif stabil. Pemerintah juga harus menggalakan substitusi produk bahan baku. Misalnya dengan hilirisasi, terutama untuk menghasilkan bahan baku penolong yang dibutuhkan industri dalam negeri.

“Untuk mempertahankan surplus lebih tinggi, kita mengurangi ketergantungan pada produk impor komoditas yang bergejolak seperti gandum dan kedelai, dan bahan baku lain yang harganya sensitif. Kalau sensitif, otomatis akan terjadi perubahan nilai yang signifikan,” tandas Tauhid.

Editor: Indah Handayani (indah.handayani26@gmail.com)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Market 20 menit yang lalu

Momen Ramadan, BRI Group Dongkrak Pembiayaan Mobil 40%-50%

BRI Finance, bagian dari BRI Group, siap mendongkrak pembiayaan mobil baru sampai 40% dan mobil bekas hingga 50% selama Ramadan.
Market 52 menit yang lalu

Pertamina Geothermal (PGEO) Targetkan Bangun Pembangkit 600 MW

Pertamina Geothermal Energy (PGEO) targetkan dalam lima tahun ke depan kapasitas listrik terpasang dioperasikan sendiri sebesar 600 MW
Market 1 jam yang lalu

Sillo Maritime (SHIP) Beli Kapal Tanker Rp 830 Miliar

Sillo Maritime Perdana (SHIP) menggelontorkan dana US$ 54,8 juta atau setara Rp 830,4 miliar untuk membeli satu unit kapal tanker LPG.
Market 7 jam yang lalu

Jasa Marga (JSMR) Siap-siap Panen, Sahamnya Bisa Cuan 50% Lebih

Jasa Marga (JSMR) akan menyesuaikan tarif di 10 ruas tolnya tahun ini. Sementara itu, saham JSMR diproyeksi kasih cuan 50% lebih!
National 8 jam yang lalu

JRP Insurance Sabet Penghargaan Perusahaan Pembayar Zakat Badan Teladan

JRP Insurance berkontribusi dengan mendukung perekonomian yang berkeadilan dalam agama Islam melalui pemberian zakat.
Copyright © 2023 Investor.id