Minggu, 28 Mei 2023

INDEF: Pemerintah Harus Waspadai Penurunan Ekspor

Arnoldus Kristianus
16 Aug 2022 | 04:30 WIB
BAGIKAN
Suasana di terminal bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. (BeritaSatuPhoto/Joanito De Saojoao)
Suasana di terminal bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. (BeritaSatuPhoto/Joanito De Saojoao)

JAKARTA, investor.id - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan pemerintah harus mewaspadai terjadinya perlambatan ekspor dalam neraca perdagangan Indonesia. Sebab, meskipun neraca perdagangan sudah surplus 27 kali berturut-turut, tren secara year on year (yoy) pada Juli 2022 terjadi perlambatan menjadi 32,03% setelah di Juni 2022 tumbuh 40,99%.

Sementara untuk pertumbuhan impor (yoy) relatif tinggi yaitu 39,86% pada Juli 2022. Angka ini meningkat dari posisi Juni 2022 yang sebesar 21,98%

“Mulai terjadi perlambatan ekspor padahal impor mulai meningkat. Saya kira ini menjadi catatan bahwa hati-hati tren impor mulai meningkat. Meskipun pada Juli 2022 masih terjadi surplus,” ucap Direktur INDEF Tauhid Ahmad saat dihubungi Investor Daily pada Senin (15/8/2022).

Advertisement

Dia mengatakan untuk kedepannya ada potensi terjadi penurunan, saat impor khususnya impor bahan baku mulai menggeliat. Harga komoditas sudah mulai menurun artinya pertumbuhan ekspor relatif melambat. Ketika harga komoditas mulai menunjukkan penurunan seperti minyak kelapa sawit mulai menurun, windfall akan relatif terbatas, termasuk komoditas lain yang menunjukan gejala penurunan.

“Hati-hati beberapa komoditas sehingga windfall dari sisi ekspor pertumbuhanya menurun sementara impor relatif tinggi. Meskipun neraca perdagangan masih surplus,” kata Tauhid.

Guna mempertahankan tren neraca perdagangan berada di posisi surplus pemerintah harus mencari pasar ekspor dengan perekonomian relatif stabil. Pemerintah juga harus menggalakan substitusi produk bahan baku. Misalnya dengan hilirisasi, terutama untuk menghasilkan bahan baku penolong yang dibutuhkan industri dalam negeri.

“Untuk mempertahankan surplus lebih tinggi, kita mengurangi ketergantungan pada produk impor komoditas yang bergejolak seperti gandum dan kedelai, dan bahan baku lain yang harganya sensitif. Kalau sensitif, otomatis akan terjadi perubahan nilai yang signifikan,” tandas Tauhid.

Editor: Indah Handayani (indah.handayani26@gmail.com)

Dapatkan info hot pilihan seputar ekonomi, keuangan, dan pasar modal dengan bergabung di channel Telegram "Official Investor.ID". Lebih praktis, cepat, dan interaktif. Caranya klik link https://t.me/+ijaEXDjGdL1lZTE1, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Finance 15 menit yang lalu

Pinang Dana Talangan Kini Bisa Diakses Semua Agen BRILink

Produk pinjaman digital Bank Raya, Pinang Dana Talangan kini bisa diakses oleh semua Agen BRILink. Hal ini untuk mendukung usaha para agen
Market 1 jam yang lalu

Heboh, Meme Coin PEPE Naik Drastis!

Pasar kripto dihebohkan dengan kripto baru bergambar katak hijau bernama PEPE Coin (PEPE). Kripto ini naik drastis dalam 30 hari
Finance 2 jam yang lalu

DMS Bank Dilirik Pemodal asal Shenzhen

DMS Bank fokus melengkapi segala persyaratan untuk pengajuan perizinan dari sebuah bank umum syariah.
Business 2 jam yang lalu

Harga Gas Naik, Industri Keramik Makin Menjerit

Kenaikan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dari US$ 6/mmbtu menjadi US$ 6,3-6,5/mmbtu semakin menekan industri keramik.
Finance 3 jam yang lalu

Upbit Kembali Buka Setoran Rupiah,Pengguna Antusias

Upbit kembali buka setoran rupiah

Tag Terpopuler


Copyright © 2023 Investor.id