Rupiah Ditutup Melemah, BI Janji Selalu di Pasar

JAKARTA, investor.id – Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat (4/11/2022), ditutup melemah 43 poin atau 0,27% ke posisi Rp 15.738 per dolar Amerika Serikat (AS) dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 15.695 per dolar AS.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal menyatakan, pelemahan ini masih sebagai dampak pernyataan hawkish bank sentral AS, Federal Reserve (Fed). "Pasar mempertimbangkan pernyataan yang cenderung hawkish dari Ketua The Fed Jerome Powell serta memanasnya ketegangan geopolitik," kata dia dalam kajiannya, Jumat (4/10/2022).
Dolar AS menguat khususnya setelah The Fed memberi sinyal suku bunga akan mencapai level puncaknya di atas yang diperkirakan investor saat ini. Sentimen lain yang mendukung penguatan dolar AS adalah perilisan data klaim awal tunjangan pengangguran AS yang dirilis semalam.
Data itu menunjukkan bahwa jumlah klaim baru oleh orang Amerika untuk tunjangan pengangguran sebesar 217 ribu klaim untuk tingkat mingguan yang berakhir 29 Oktober 2022. Angka ini lebih rendah dari perkiraan pasar yang menyebut sebesar 220 ribu klaim
Selain itu penguatan dolar AS juga pulih dari permintaan aset safe haven yang likuid, dibalik ketegangan geopolitik yang melibatkan Korea Utara dan Rusia, serta kembali memburuknya penyebaran virus Covid-19 di Tiongkok.
Selanjutnya, kata dia, pelaku pasar pada hari ini akan mencari petunjuk dari data tenaga kerja AS untuk indikator kebijakan The Fed pada masa depan.
Sementara itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat (4/11/2022) melemah ke posisi Rp 15.736 per dolar AS dibandingkan posisi hari sebelumnya Rp 15.681 per dolar AS.
Selalu di Pasar
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menegaskan, Bank Indonesia akan terus mencermati pergerakan dari langkah normalisasi kebijakan bank sentral global di tengah kekhawatiran potensi resesi serta tekanan inflasi di beberapa negara utama yang masih tinggi.
“BI dalam hal ini tentunya akan selalu berada di pasar guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan tetap memperhatikan mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya. Ini akan ditempuh melalui intervensi yang terukur, baik melalui pasar spot maupun DNDF, serta pembelian atau penjualan SBN di pasar sekunder,” papar Dody.
Menurut dia, pelemahan rupiah terjadi seiring sentimen negatif di mayoritas pasar foreign exchange (FX) terkait keputusan FOMC meeting the Fed yang sesuai ekspektasi menaikkan FFR sebesar 75 bps. Pada Rabu waktu setempat, The Fed menaikkan Fed funds rate (FFR) 75 bps menjadi 3,75-4%
“Sejumlah mata uang di kawasan juga terpantau bergerak cukup fluktuatif di tengah rilis data manufaktur beberapa negara seperti Tiongkok, Taiwan, dan Korsel yg mengalami kontraksi,” ujar Dody kepada Investor Daily, Rabu (2/11/2022).
Meski melemah dari pekan sebelumnya, BI masih melihat volatilitas kurs rupiah akan tetap terjaga sebagai dampak dari berkurangnya kekhawatiran terhadap inflasi domestik seiring deflasi indeks harga konsumen (IHK) dan infasi pangan bergejolak di bulan Oktober 2022 serta berbagai langkah stabilitasi yang dilakukan BI.
Belum Memuncak
Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Faisal Rachman berpandangan sisi eksternal yakni inflasi gobal yang masih persisten tinggi terutama di kawasan Eropa harus terus diwaspadai karena berpotensi menekan nilai tukar rupiah. “Hal ini memberikan sinyal kenaikan suku bunga global masih akan berlangsung dan belum ada tanda memuncak,” kata dia.
Faisal menilai, BI sudah cukup tepat dengan kebijakan triple intervention yang selama ini dilakukan. Namun demikian, ketidakpastian global masih berlanjut sehingga tekanan di pasar belum mereda. “Secara fundamental ekonomi Indonesia sudah cukup baik dan ada peluang rupiah dapat menguat kembali menuju akhir tahun,” ucap Faisal.
Ia mengingatkan bahwa rupiah bukanlah satu-satunya mata uang yang mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Bahkan, hampir semua mata uang dunia melemah dan rupiah termasuk yang pelemahannya tidak terlalu dalam. “Pelemahan kali ini lebih karena dola AS yang menguat dan euro yang merupakan mata uang dengan bobot terbesar pada DXY cukup melemah,” jelas Faisal.
Editor: Nasori (nasori@investor.co.id)
Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkait
Berita Terkini
Bagaimana US$ 17 Miliar Hilang dari Obligasi ‘CoCo’ Credit Suisse
Penjualan Credit Suisse ke UBS telah memperbaharui perhatian pada obligasi CoCo, sekuritas keamanan hibrida setelah krisis keuangan 2008.Kementerian ATR/BPN Gandeng Bank Mandiri Luncurkan e-PNBP
Kementerian ATR/BPN menggandeng Bank Mandiri meluncurkan e-PNBP melalui Microsite Bank Mandiri untuk layanan informasi pertanahanBitcoin Berpotensi Lanjutkan Momentum Bullish
Financial Expert Ajaib Kripto Panji Yudha menjelaskan, harga Bitcoin terus akan terus melanjutkan momentum bullish.Terapkan Konsep TOD, Modern Cilejit Mendapat Apresiasi
Proyek hunian skala kota Modernland Cilejit menempel dengan stasiun Cilejit, Tangerang, BantenTok! DPR Akhirnya Sahkan Perppu Ciptaker Resmi Jadi UU
DPR akhirnya mengesahkan Perppu Ciptaker menjadi UUTag Terpopuler
Terpopuler
