Ekonom: Keputusan Tepat BI Naikan Suku Bunga Acuan

JAKARTA, investor.id - Ekonom dan Co-Founder & Dewan Pakar Institute of Social, Economics and Digital (ISED) Ryan Kiryanto menilai langkah BI yang melanjutkan kenaikan BI7DRRR tetap sebesar 50 bps menjadi 5,25% merupakan keputusan yang tepat, brilian dan forward looking atau antisipatif.
"Keputusan ini pada dasarnya mengacu kepada tujuan BI untuk menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi sesuai jangkar BI (2-4%) lebih cepat tercapai pada paruh pertama tahun 2023 nanti," ucapnya, Kamis (17/11/2022).
Lebih lanjut kenaikan suku bungu acuan dinilainya dapat menjaga momentum pertumbuhan pasca Presidensi G20, sehingga memberikan tambahan optimisme melalui komunike bersama yang dicapai secara konstruktif dan kolaboratif. "Kenaikan suku bunga acuan BI kali ini pun sudah diperkirakan banyak analis dan ekonom serta pelaku pasar sehingga sebenarnya sudah price-in di pasar," tuturnya.
Dengan inflasi tahunan (yoy) per Oktober lalu yang sebesar 5,71% yang berarti masih jauh di atas jangkar inflasi yang 3% serta ekspektasi inflasi sepanjang 2022 sebesar 5%. Disamping itu, stance kebijakan moneter di AS dan Uni Eropa serta Inggris yang ketat (hawkish) untuk melandaikan inflasi menuju sasaran yang 2%, maka kenaikan BI7DRRR sebesar 50 bps merupakan opsi keputusan yang tepat.
Menurut Ryan, dorongan inflasi November ini dipicu oleh peningkatan konsumsi kelompok transportasi dan makanan minuman dimana efek lanjutan kenaikan harga BBM pada kenaikan tarif angkutan umum dan harga barang-barang kebutuhan pokok masih ada meskipun dengan tekanan yang berkurang.
Hal itu, lanjut dia, tetap meningkatkan ekspektasi inflasi di 2022 ini yang akan melampaui target Bank Indonesia sebesar 2-4%, begitu pula dari target pemerintah dalam APBN sebesar 3%. "Jadi pendorong kenaikan suku bunga acuan BI mutlak karena adanya kenaikan ekspektasi inflasi hingga akhir tahun ini ditambah potensi kenaikan inflasi musiman di Desember karena aktivitas masyarakat terkait perayaan Natal dan tahun baru," papar Ryan.
Ryan menjelaskan, terdapat juga faktor eksternal yang menjadi faktor tambahan, yaitu konsensus perkiraan kenaikan suku bunga oleh The Fed (FFR) yang agresif sebesar 75 bps pada pertemuan FOMC Desember nanti menjadi 4,75%-5,0 untuk mengerem laju inflasi yang tinggi (sekarang sekitar 7% di Oktober lalu).
Dengan demikian ruang bagi BI untuk menahan suku bunga acuan BI tampaknya tipis sekali. Besaran kenaikan 50 bps ini pun menjadi ukuran atau takaran yang tepat, melanjutkan kenaikan RDG BI sebelumnya dengan besaran kenaikan yang sama.
Selain itu, keputusan ini juga memberikan sinyal keputusan tersebut betul-betul hati-hati, preemptive dan cenderung masih pro stabilitas (terkait inflasi dan nilai tukar Rupiah) dan tetap pro pertumbuhan (melalui relaksasi kebijakan makroprudensial).
Kalau pun sektor perbankan kemudian akan juga menyesuaikan suku bunga simpanan dan kreditnya, hal ini merupakan respon kebijakan yang lumrah atau wajar sesuai dengan mekanisme pasar.
Oleh karena itu, dengan menaikkan suku bunga acuan BI yang terukur dengan besaran hanya 50 bps di tengah momentum pertumbuhan dan indikator utama makro ekonomi (leading indicator economic) yang tetap terjaga dengan baik karena pertumbuhan ekonomi kuartal III tercatat 5,72%. "Diharapkan ini tidak akan terlalu berdampak kontraktif (menahan atau mengerem) pada pertumbuhan ekonomi. Dengan upaya mencapai target inflasi 2-4% di tahun ini,” jelas Ryan.
Adapun opsi menaikkan suku bunga acuan BI kali ini sudah tepat dari segi timing dan besaran kenaikannya. Ini sekaligus mencerminkan sikap BI yang ahead the curve atau forward looking menyikapi dinamika internal dan eksternal.
"Pernyataan BI yang akan selalu memantau perkembangan pasar dan perekonomian global dan domestik memberikan garansi bahwa bank sentral selalu ada di pasar dan kebijakannya ahead the curve (antisipatif dan preemptive) sehingga tetap mampu menjaga kepercayaan pasar," tutupnya.
Editor: Indah Handayani (indah.handayani26@gmail.com)
Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkait
Berita Terkini
Mulai Bayar Utang, Waskita Precast (WSBP) Sehat?
Waskita Beton Precast (WSBP) menyelesaikan kewajiban pembayaran tahap pertama. WSBP sudah sehat?Menkeu dan Gubernur Bank Sentral Asean Akan Bahas Cryptocurrency
Pembahasan cryptocurrency bisa dilakukan secara paralel dengan dengan isu ekonomi digital.Kerja Sama Budaya Perkuat Kerja Sama Ekonomi RI-RRT
Hubungan people to people movement akan membuat hubungan Indonesia dan Tiongkok negara berkelanjutan.WEHA Balikkan Rugi Jadi Untung Rp 19,9 Miliar
WEHA Transportasi Indonesia (WEHA) mampu membalikkan rugi menjadi untung Rp 19,9 miliar pada 2022.Kurangi Ketergantungan terhadap Dolar AS, RI Dorong Asean Jalankan LCT
Penggunaan metode local currency transaction (LCT) akan memiliki jangkauan yang lebih luas.Tag Terpopuler
Terpopuler
