Perusahaan yang Menggunakan Kawasan Hutan Tak Wajib Bayar Dana Reboisasi

JAKARTA,investor.id- Perusahaan yang menggunakan kawasan hutan untuk perkebunan tidak wajib membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). Pasalnya, DR dan PSDH hanya untuk perusahaan yang memanfaatkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan memanfaatkan kayu hasil IPK.
Hal tersebut disampaikan Direktur Iuran dan Penatausahaan Hasil Hutan, Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Adi Mukadi saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut Adi, PT Duta Palma Group tidak wajib membayar PNBP berupa DR dan PSDH. Karena, kelompok perusahaan Duta Palma yang menggunakan kawasan hutan untuk perkebunan tidak memiliki izin di bidang kehutanan dan memanfaatkan hasil hutan kayu.
Awalnya Adi ditanya soal pajak yang seharusnya dibayarkan oleh PT Duta Palma Group. Adi menyebut lantaran legalitasnya belum ada, PT Duta Palma Group belum diwajibkan membayar PNBP berupa DR dan PSDH.
“Ini kan masalahnya legalitasnya belum ada. Sehingga dalam SIPMD (sistem informasi penanaman modal) kami belum ada wajib bayar namanya Duta Palma Group,” ujar Adi dalam siaran persnya yang diterima Investor Daily,di Jakarta, Rabu (1/2).
Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang menyebut keterangan saksi menegaskan PT Duta Palma tidak wajib membayar dana reboisasi. Juniver juga menegaskan seharusnya kasus Surya Darmadi belum menjadi persoalan hukum, karena masih terdapat batas waktu apabila izin-izinnya belum bisa diselesaikan sampai 2023.
“Pertama, KLHK menjelaskan bahwa pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi itu tidak ada kewajiban dari pada Duta Palma. Karena Duta Palma mengusahakan namanya kebun dan bukan memanfaatkan hasil hutan. Jadi ternyata Kejaksaan salah memahami pembayaran PSDH dan DR itu. Kita tanya tadi, apakah ini untuk perkebunan atau pemanfaatan kayu. Pemanfaatan kayu. Sedangkan sengketa ini adalah membuka lahan perkebunan untuk sawit,” kata Juniver.
Pakar Hukum Kehutanan dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Sadino mengatakan, tak semua pemegang HGU memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) begitu juga pemegang IPK bukan otomatis pemegang izin pelepasan kawasan hutan.
Apalagi pemegang HGU mendapatkannya dari akuisisi atau jual beli, lelang lembaga perbankan dan juga dari BPPN di saat krisis moneter 1998.
Hak Guna Usaha (HGU), lanjut Sadino, merupakan hak konstitusional bagi warga negara memanfaatkan lahan sesuai peruntukanya. Tidak semua pemegang HGU mendapatkan melalui pelepasan kawasan hutan, tetapi bisa hasil akuisisi, jual beli atau hasil lelang dari bank dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
“HGU didapatkan dari akuisisi atau jual beli dan lelang yang dilakukan perbankan dan BPPN di saat krisis moneter 1998. Waktu itu, banyak pemegang HGU kesulitan meneruskan usahanya karena kesulitan modal, sehingga HGU yang perjualbelikan, apalagi menurut aturan jual beli HGU tak dilarang,” ucap Sadino melalui keterangan tertulisnya, Senin (30/1/2023).
Menurut Sadino, karena investor mendapatkan HGU dari lelang atau membeli, maka sebagian besar tidak memiliki IPK. Alasannya, HGU adalah hak atas tanah yang berarti bukan kawasan hutan, sehingga untuk apa mengurus IPK.
“Ketelusuran regulasi penting karena tak semua lahan bisa dijadikan perkebunan. Apalagi, sebagian besar lahan sudah tak berhutan, sehingga sulit menghitung Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR),” kata dia.
Sehingga, Sadino mempertanyakan, darimana muncul hitungan kerugian sekian triliun rupiah tanpa melakukan penelitian, kondisi lahan saat itu saja masih sulit dibayangkan. Di masa lalu lahan hutan sudah terbagi habis dalam bentuk konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
Apakah itu semua bisa sudah diungkapkan dalam persidangan korupsi. Sebab, hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu menghitung kerugian masa lampau.
Editor: Ridho (dhomotivated@gmail.com)
Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkini
Jalin Kolaborasi dengan Mineski, LinkAja Hadirkan Fitur mgames
Kehadiran mgames di aplikasi LinkAja untuk memperkaya pengalaman bertransaksi digital bagi lebih dari 80 juta pengguna LinkAja.Duh, Kerugian Indofarma (INAF) Bertambah Besar hingga 10 Kali Lipat Lebih
Indofarma (INAF) belum keluar dari masa-masa sulit. Kerugian bertambah besar hingga 10 kali lipat lebih.Antam (ANTM) Investasi Besar-besaran, Potensi Cuan Sahamnya Masih Tebal
Antam (ANTM) akan investasi besar-besaran seiring keterlibatannya dalam ekosistem kendaraan listrik (EV). Potensi cuan ANTM masih tebal.Teknologi OpenAI pada Zoom Memperkuat Fleksibilitas Pengguna
Membangun solusi AI ke dalam produk Zoom untuk mendukung pelanggan agar menjadi lebih produktif.12 Juta Wajib Pajak Laporkan SPT, Tingkat Kepatuhan?
Hingga 31 Maret 2023 pukul 24.00 WIB, DJP telah menerima 12,01 juta Surat Pemberitahuan (SPT Tahunan) dari wajib pajak.Tag Terpopuler
Terpopuler
