Rabu, 29 Maret 2023

Saatnya Menaikkan Harga BBM Subsidi

Investor Daily
2 Sep 2022 | 10:00 WIB
BAGIKAN
Pengisian BBM di SPBU Pertamina
Pengisian BBM di SPBU Pertamina

Dilematis! Itulah situasi yang dihadapi pemerintah saat ini. Pemerintah harus mengambil salah satu dari dua pilihan yang sama-sama sulit: mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan konsekuensi APBN jebol, atau menaikkan harga BBM bersubsidi dengan konsekuensi ekonomi yang mulai pulih kembali runtuh akibat inflasi yang membubung tinggi.

Subsidi energi yang terus meningkat membuat APBN kita begitu ringkih. Jika subsidi terus menggelembung, anggaran untuk membiayai program-program krusial, seperti pengentasan kemiskinan, pembangunan infrastruktur, serta peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan bakal tersedot ke subsidi. Ujung-ujungnya, program-program krusial bakal terbengkalai.

Subsidi energi membengkak karena tiga hal, yaitu melambungnya harga minyak, depresiasi rupiah, dan meningkatnya konsumsi BBM bersubsidi. Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP) rata-rata tahun ini sudah sekitar US$ 100 per barel, jauh di atas asumsi APBN 2022 sebesar US$ 63 per barel. Adapun kurs rupiah telah mencapai Rp 14.700-14.900 per dolar AS, padahal dalam asumsi APBN hanya Rp 14.350.

Setali tiga uang, konsumsi BBM juga tak seimbang dengan produksinya. Konsumsi BBM nasional mencapai 1,5 juta bph, sedangkan realisasi produksi (lifting) minyak tak sampai 650.000 bph. Sampai akhir tahun ini, konsumsi BBM bersubsidi jenis Pertalite diperkirakan melonjak menjadi 29 juta kl, padahal kuotanya hanya 23 juta kl. Konsumsi solar subsidi berpotensi meningkat menjadi 17 juta kl dibanding kuotanya yang hanya 14,9 juta kl.

Akibat konsumsi BBM bersubsidi yang terus meningkat, total subsidi energi --Pertalite, solar subsidi, LPG 3 kg, dan listrik-- yang telah membengkak dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun, bakal menggelembung lagi sampai akhir tahun ini menjadi Rp 698 triliun, bahkan bisa lebih, jika pemerintah tidak segera menaikkan harga atau membatasi konsumsi BBM. Ironisnya, subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran. Sekitar 80% BBM bersubsidi justru dinikmati orang-orang mampu.

Jika peningkatan subsidi gagal direm, bangsa ini harus siap dengan berbagai konsekuensi pahit. Salah satunya, pemerintah bisa gagal meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui program-program kesehatan, di antaranya penurunan stunting (kondisi gagal tumbuh, baik fisik maupun mental, pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis). Dengan prevalensi stunting 24,4%, Indonesia merupakan negara dengan angka stunting tertinggi ke-5 di dunia. Target pemerintah menurunkan angka stunting menjadi 14% pada 2024 bisa buyar.

Kegagalan pemerintah meningkatkan kualitas hidup generasi muda adalah bencana. Sebab bila itu terjadi, bangsa ini akan gagal memanfaatkan bonus demografi yang mencapai puncaknya pada 2025-2035. Bonus demografi merupakan peluang emas bagi Indonesia untuk menjadi negara maju dan sejahtera, dengan pendapatan per kapita per tahun di atas US$ 13.000. Manfaat bonus demografi hanya bisa diraih jika generasi muda bangsa ini berkualitas, baik fisik maupun mental.

Konsekuensi pahit lainnya jika APBN jebol akibat pembengkakan subsidi energi adalah ketidakmampuan pemerintah menyediakan anggaran pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). SDM berkualitas merupakan syarat mutlak untuk mengisi lapangan kerja bernilai tambah tinggi pada era bonus demografi. Penduduk usia produktif justru mendatangkan petaka jika mereka menjadi penganggur atau hanya bekerja di sektor-sektor dengan nilai tambah ekonomi rendah.

Di luar masalah pendidikan dan kesehatan, pemerintah bisa menghentikan proyek-proyek infrastruktur yang sedang dibangun jika anggarannya tersedot untuk subsidi energi. Jika itu terjadi, ekonomi Indonesia tak akan tumbuh pesat. Selain menyerap banyak tenaga kerja, proyek infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi, pertanian, dan energi, akan membuat perekonomian nasional lebih efisien.

Dengan memiliki infrastrutur jalan dan jembatan yang lengkap, Indonesia bisa menekan biaya logistik. Dengan memiliki infrastruktur bendungan dan irigasi yang cukup, Indonesia bisa berswasembada pangan. Dengan memiliki infrastruktur pembangkit yang memadai, Indonesia bisa menjamin pasokan listrik untuk mendukung kegiatan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Karena itulah kita mendukung rencana pemerintah menaikkan harga Pertalite dan solar subsidi agar anggaran subsidi tidak terus membengkak. Harga keekonomian solar Rp 18.150 per liter, namun Pertamina menjualnya Rp 5.150 per liter. Pertalite memiliki harga keekonomian Rp 17.200 per liter, tetapi dijual Rp 7.650 per liter. Bahkan, kita bisa memaklumi jika pemerintah pun akhirnya menaikkan harga Pertamax, jenis BBM nonsubsidi tapi dijual di bawah harga pasar. Harga keekonomian Pertamax Rp 17.950 per liter, namun dijual Rp 12.500 per liter.

Penaikan harga, di satu sisi, akan membuat anggaran subsidi BBM tidak menggelembung. Di sisi lain, penaikan harga BBM akan mengurangi konsumsi BBM. Agar konsumsi BBM bisa lebih ditekan lagi, kita mendorong pemerintah membatasi konsumsi, misalnya BBM bersubsidi hanya boleh dikonsumsi sepeda motor, angkutan umum, dan kendaraan logistik jenis truk 4 roda.

Sekarang adalah waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dan membatasi konsumsinya. Setidaknya itu jika kita mengacu pada data inflasi terkini. Pada Agustus 2022 terjadi deflasi 0,21%. Deflasi terjadi karena penurunan harga kelompok makanan, minuman dan tembakau, kelompok transportasi, serta kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Jika pemerintah menaikkan harga BBM sekarang, risiko ekspektasi inflasi bisa diminimalisasi, mengingat tekanan inflasi ke depan masih kuat. Jika harga BBM dinaikkan sekarang, inflasi sampai akhir tahun bisa dikelola di level 6%.

Yang perlu dilakukan pemerintah adalah bagaimana mengendalikan laju inflasi agar tetap terkendali. Di sinilah pentingnya pemerintah menjaga pasokan dan distribusi barang. Kemampuan pemerintah pusat dan daerah dalam mengendalikan harga, melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), bakal menjadi kunci. Seluruh kepala daerah, dari bupati, wali kota, hingga gubernur harus bekerja sama menjamin kelancaran distribusi dan saling memasok komoditas saat harganya tidak liar.

Pada akhirnya, daya beli masyarakat harus menjadi prioritas. Kenaikan harga BBM bersubsidi seyogianya jangan terlalu tinggi agar tidak memicu inflasi berantai yang akan menekan daya beli masyarakat, menambah jumlah penduduk miskin, dan menggerus pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks ini, pemerintah mutlak harus menambah anggaran perlindungan sosial (perlinsos) agar penduduk hampir miskin tidak menjadi miskin dan penduduk miskin tidak semakin terpuruk dalam lubang kemiskinan.

Kita mengapresiasi keputusan pemerintah menambah anggaran perlinsos tahun ini sebesar Rp 24,17 triliun dari semula Rp 502,64 triliun. Namun, pemerintah sebaiknya tetap membuka ruang bagi penambahan anggaran perlinsos lebih lanjut. Paling penting, pemerintah harus mengubah subsidi energi, dari berbasis komoditas atau barang menjadi subsidi berorientasi orang yang berhak. Tanpa perubahan skema subsidi, penyimpangan dana subsidi akan terus terjadi. APBN akan tetap rawan jebol.

Alangkah eloknya pula jika ke depan, kebijakan BBM tidak didasarkan pada kepentingan populis jangka pendek, melainkan kepentingan nasional jangka panjang yang mengedepankan asas keadilan. APBN tidak akan jebol dan program-program pembangunan tidak akan tumpul jika kebijakan BBM lebih berorientasi pada politik anggaran yang kredibel, sustainable, dan akuntabel.

Editor: Abdul Aziz (abdul_aziz@investor.co.id)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Business 57 menit yang lalu

Ini Keuntungan Memakai Mobil Hybrid saat Mudik Lebaran 

Menjelang Lebaran 2023, berikut keuntungan menggunakan mobil hybrid selama mudik.
Business 1 jam yang lalu

Kadin, ALFI, dan LIP Kolaborasi Program Vokasi & Kompetensi SDM Logistik

Kadin Indonesia merangkul ALFI dan LSP LIP untuk melaksanakan program pendidikan dan pelatihan.
Market 2 jam yang lalu

Blibli (BELI) Rugi Rp 5,5 Triliun

PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) atau Blibli membukukan rugi tahun berjalan Rp 5,53 triliun pada 2022.
National 2 jam yang lalu

Mahfud Minta ke DPR: Tolong Dukung RUU Perampasan Aset

Menko Polhukam Mahfud MD meminta DPR agar mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
National 3 jam yang lalu

Mahfud MD: DPR Aneh, Kadang Marah-marah, Ternyata Makelar Kasus

Menko Polhukam sekaligus Ketua Komite TPPU Mahfud MD menyindir anggota DPR yang sering berlaku aneh.
Copyright © 2023 Investor.id