Rabu, 29 Maret 2023

Minimal, Ekonomi Tumbuh 5,2%

Investor Daily
27 Jan 2023 | 08:16 WIB
BAGIKAN
Pembangunan smelter PT Freeport Indonesia (PT FI) di Kawasan Industri Java Integrated Industrial & Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur. (B-Universe Photo/Primus Dorimulu)
Pembangunan smelter PT Freeport Indonesia (PT FI) di Kawasan Industri Java Integrated Industrial & Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur. (B-Universe Photo/Primus Dorimulu)

Di lapangan, pandemi sudah menjadi endemi. Meski demikian, secara legal, status endemi ini mesti menunggu pernyataan resmi WHO dalam enam bulan ke depan. Pemerintah menegosiasikan agar status kembali normal ini segera dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia.

Status pandemi Covid-19 itu ditetapkan World Health Organization (WHO) pada Maret 2020, yang mendasari Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu kemudian disetujui DPR menjadi undang-undang.

Beleid tersebut memungkinkan pemerintah menambah anggaran untuk mengucurkan stimulus besar-besaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN), dengan selama tiga tahun diizinkan defisit APBN lebih dari 3% produk domestik bruto (PDB). Pada 2020-2022, pemerintah tercatat telah menggelontorkan dana PCPEN hingga Rp 1.645,45 triliun.

Program PCPEN ini didesain fleksibel namun tetap akuntabel, agar lebih responsif dan antisipatif untuk penanganan Covid-19 dan akselerasi pemulihan ekonomi. Dana ini termasuk untuk pemberian vaksinasi gratis bagi semua warga, yang menjadi salah satu kunci Indonesia termasuk sukses menangani pandemi Covid-19 dan ekonomi cepat pulih.

Pada 2020, anggaran PCPEN disalurkan sebanyak Rp 578,85 triliun. Ini meliputi anggaran kesehatan senilai Rp 62,67 triliun, perlindungan sosial sebesar Rp 216,59 triliun, program prioritas sebanyak Rp 65,22 triliun, dukungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta korporasi Rp 172,99 triliun, plus insentif usaha senilai Rp 58,38 triliun.

Tahun 2021, dana yang dikucurkan meningkat menjadi Rp 655,1 triliun, seiring dengan pelaksanaan vaksinasi massal gratis dari kota hingga pelosok Nusantara. Untuk anggaran kesehatan mencapai Rp 198,1 triliun, perlindungan sosial sebesar Rp 167,7 triliun, program prioritas kementerian/lembaga sebanyak Rp 105,6 triliun, dukungan UMKM dan korporasi sebesar Rp 116,2triliun, serta insentif usaha senilai Rp 67,67 triliun.

Untuk 2022, dana yang disalurkan melalui program PCPEN turun menjadi sebesar Rp 414,5 triliun, seiring pandemi yang mulai mereda. Anggaran kesehatan tinggal Rp 70,8 triliun, demikian pula perlindungan masyarakat turun ke Rp 153,5 triliun seiring kegiatan ekonomi yang mulai pulih. Sedangkan anggaran penguatan pemulihan ekonomi dikucurkan Rp 190,2 triliun.

Berbagai kucuran dana PCPEN tersebut mampu menjaga daya beli masyarakat tetap baik, terutama kelompok bawah yang sangat terdampak pembatasan pertemuan fisik dan kerumunan. Sementara itu, kelompok menengah-atas justru meningkat simpanannya, karena lebih banyak di rumah dan banyak menunda belanja maupun investasi.

Bantalan PCPEN itu yang bisa menahan ekonomi kita tidak lama-lama terperosok dalam jurang resesi. Setelah masuk resesi pada kuartal II-2020, pada triwulan II 2021 sudah mampu keluar zona negatif, dengan pertumbuhan 7,07% secara year-on-year (yoy).

Ditambah dengan kebijakan Presiden Jokowi yang berani memainkan ‘rem dan gas’ guna menjaga roda ekonomi tetap bergerak, maka pertumbuhan positif berlanjut. Apalagi, reformasi struktural terus digeber baik dengan melanjutkan pembangunan infrastruktur besar-besaran, memudahkan investasi yang diupayakan lewat omnibus law, maupun kebijakan hilirisasi sumber daya alam yang mulai didukung larangan ekspor komoditas mentah.

Upaya pemerintah ini tidak sia-sia. Di tengah ketidakpastian global yang meningkat dan tensi geopolitik yang memanas lantaran invasi Rusia ke Ukraina, justru investasi ke sektor riil di Tanah Air menderas masuk.

Indonesia mengukir sejarah baru dengan mencatatkan realisasi investasi 2022 menembus Rp 1.207,2 triliun, melambung 34% yoy, melebihi target Rp 1.200 triliun. Yang lebih luar biasa, investasi di industri manufaktur yang banyak menyerap tenaga kerja tercatat mencapai Rp 497,7 triliun tahun lalu, melesat 52% dibanding tahun sebelumnya. Investasi tersebut banyak masuk ke industri strategis seperti logam, makanan dan minuman, kimia, serta farmasi.

Tak heran, pada triwulan III-2022, ekonomi tumbuh di atas ekspektasi, menyentuh 5,72% (yoy). Pertumbuhan pada 2022 diperkirakan mencapai 5,3% atau di atas asumsi APBN tahun lalu 5,2%, berkat lonjakan fantastis harga komoditas batu bara, minyak sawit, dan mineral logam yang menjadi andalan ekspor RI. Kinerja ekonomi kita bahkan mampu mengalahkan Tiongkok, yang merupakan ekonomi terbesar kedua dan eksportir terbesar dunia.

Sejalan dengan itu, angka pengangguran terbuka yang naik saat dihantam pandemi baru pada 2020 pun berhasil diturunkan kembali. Begitu pula dengan jumlah penduduk miskin yang sempat melonjak di tahun awal pandemi dan rasio gini yang mengukur kesenjangan.

Keberhasilan kinerja ekonomi RI yang impresif ini menjadi modal untuk menjaga momentum pertumbuhan di tahun ini, meski ekonomi global masih diliputi ketidakpastian. Apalagi, pemerintah masih memberikan berbagai stimulus untuk menjaga laju pemulihan ekonomi dalam negeri, yang dimasukkan dalam pos-pos anggaran reguler di kementerian/lembaga, dengan tetap menaati batas defisit APBN yang kembali maksimal 3% PDB tahun 2023.

Itulah sebabnya, pemerintah tak ragu untuk menggenjot target investasi ke Rp 1.400 triliun pada 2023. Hal ini didukung diperluasnya hilirisasi SDA dengan larangan ekspor bijih bauksit mulai Juni nanti untuk semua jenis bauksit mentah, dan akan dilanjutkan untuk komoditas yang lain.

Ditambah dengan mulai dibukanya kembali ekonomi Tiongkok pascademo besar-besaran yang menolak lockdown, maka ekspor kita ke negeri komunis itu bakal menguat kembali. Selama ini, negara dengan penduduk 1,41 miliar itu merupakan tujuan utama ekspor Indonesia, termasuk batu bara.

Pembukaan ekonomi Tiongkok tersebut juga berarti mengalirnya kembali wisatawan asing besar-besaran ke Indonesia. Hal ini akan menghidupkan kembali pariwisata kita dan industri pendukungnya. Artinya, meski belanja APBN tidak setinggi tahun lalu lantaran pembatasan defisit anggaran 3% PDB, namun ekonomi nasional dipastikan masih tumbuh positif, paling tidak 5,2%. 

Editor: Ester Nuky (esther@investor.co.id)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkini


Market 5 menit yang lalu

Grup Bakrie (BNBR) Mau Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Angin

VKTR, anak usaha Bakrie & Brothers (BNBR), berencana membangun pembangkit listrik tenaga angin/bayu (PLTB).
Market 2 jam yang lalu

Anggarkan Dana Rp 250 Miliar, Cisadane (CSRA) Bidik Kenaikan Produksi CPO 25% 

CSRA membidik kenaikan produksi 25% dengan mengalokasikan belanja modal hingga Rp 250 miliar tahun ini
National 2 jam yang lalu

Mahfud MD Sebut Eselon I Tutup Akses Sri Mulyani Terkait Data Pencucian Uang di Kemenkeu

Menkeu sempat menanyakan kepada pejabat Kemenkeu terkait surat PPATK tentang transaksi mencurigakan.
National 2 jam yang lalu

Hindari Kemacetan, Cuti Bersama Libur Idulfitri Digeser Maju dan Tambah 1 Hari

Pemerintah resmi merevisi cuti bersama dan libur Idulfitri dengan penambahan satu hari.
National 2 jam yang lalu

Kepala PPATK Ungkap Transaksi Janggal Rp189 Triliun di Kemenkeu

Berikut analisa transaksi TPPU senilai Rp 189 di Kemenkeu berdasarkan analisa PPTAK
Copyright © 2023 Investor.id