YOGYAKARTA, investor.id - Tahun lalu, perusahaan tambang menyetor royalti kepada negara Rp 27,8 miliar yang merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Meski demikian, beberapa perusahaan tambang mengalami kelebihan bayar dan berharap pemerintah menanganinya dengan baik.
Persoalan tersebut dikemukakan Direktur Utama PT Adhi Kartiko Pratama (AKP) Ense da Cunha Solapung pada acara “Rekonsiliasi Data Penjualan dan Verifikasi Terpadu PNBP” yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM di Yogyakarta, Jumat (25/3/2022).
Ense Solapung yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Perizinan, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyatakan, ”Jika kurang bayar, pelaku usaha ditagih, bahkan diancam untuk dipidanakan. Lalu, bagaimana mekanisme lebih bayar? Kekurangan dan kelebihan bayar diperoleh dari hasil kerja tim survei atas kadar batu bara atau nikel ore, serta bukan kesengajaan dari pihak penambang.”
Data yang ada menunjukkan kelebihan bayar perusahaan tambang untuk PNBP selama dua tahun terakhir sekitar Rp 72 juta. Perinciannya pada 2020 terjadi kelebihan bayar sekitar Rp 50 juta dan pada 2021 sebanyak Rp 22 juta.
Menanggapi hal itu, Kepala Subdit Penerimaan Negara Batubara dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Aditya menyatakan pihaknya telah menerapkan sistem online yang mengatur kelebihan dan kekurangan bayar. Pada perusahaan tambang yang kelebihan bayar akan terlihat sisa saldo yang dapat digunakan untuk pembayaran pada saat pengapalan berikutnya, sedangkan perusahaan tambang yang kekurangan bayar akan menerima penagihan kembali.
“Soal kelebihan bayar, sistem sudah mengakomodasi sampai 90% dengan melakukan verifikasi, lalu penetapan, serta meminta perusahaan mengajukan surat permohonan lebih bayar dan akan diatur untuk pembayaran pada pengapalan berikutnya,” terang Aditya.
Editor : Frans (ftagawai@gmail.com)
Sumber : Majalah Investor
Berita Terkait