Nasabah Tagih Tanggung Jawab Pemilik WanaArtha Life

JAKARTA, investor.id – Para nasabah PT Asuransi Jiwa Adisarana WanaArtha (WanaArtha Life) menuntut pemilik perusahaan bertanggung jawab menyelesaikan kasus gagal bayar yang menimpa mereka. Gagal bayar WanaArtha genap dua tahun per akhir Januari lalu. Namun, permasalahan tanpa solusi membuat nasabah garam dan tak lagi percaya skema penyelesaian yang bahkan belum ditawarkan.
Salah satu nasabah atau yang tergabung dalam Perkumpulan Pemegang Polis WanaArtha (P3W), Caren mengungkapkan, terhadap dana nasabah yang telah wafat saja, pemilik WanaArtha tak punya itikad baik untuk membayar, apalagi niat membayar utang klaim para nasabah lain.
“Kepercayaan kami kepada perusahaan sudah hilang sejak 2020. Surat yang disampaikan sudah malas saya baca, WanaArtha hanya tukar tanggal dan waktu saja. Kami mau mereka jujur dan tanggung jawab. Sudah dua tahun, kesabaran ada batasnya, jangan terus dibohongi," ujar Caren saat diskusi terbatas dengan awak media di Jakarta, Selasa (8/2).
Caren, yang juga tokoh agama Budha di Medan, Sumatra Utara, turut menagih dana milik umat yang sekian lama tersandera. "Kami hanya ingin dibayar, sita aset itu bukan urusan kami, tapi urusannya dengan pemerintah. Jangan bilang karena sita aset, lalu pemegang polis dikorbankan," tegas dia.
WanaArtha dalam keterangan resmi, Senin (7/2) lalu, menyatakan tengah menyiapkan skema pembayaran utang klaim yang akan disampaikan dalam waktu dekat. Perusahaan masih dalam proses pembicaraan dengan investor strategis dalam rangka rencana penyehatan keuangan (RPK).
Tak Percaya Lagi
Merespons hal itu, Humas P3W, Freddy Handojo mengaku tidak kaget. “Kabar itu sekadar gimmick dari perusahaan yang berharap situasi akan lebih tenang. Apalagi para nasabah berniat menggelar aksi demonstrasi pada 14 Februari mendatang,” tutur dia.
Menurut dia, hal semacam itu sudah sering dilakukan WanaArtha tanpa benar-benar menghadirkan solusi yang jelas. "Kami sudah tidak percaya lagi 'surat-surat cinta' dari WanaArtha dengan tanda tangan Pak Yanes (presiden direktur), bukan Bu Eveline (presiden komisaris/pemilik). Selain surat bertanda tangan Bu Eveline, kami sudah tidak percaya lagi," tandas Freddy.
Nasabah lainnya yang tergabung dalam P3W, Darmawan, mengatakan, rekam jejak selama ini menunjukkan inkonsistensi WanaArtha Life dalam setiap pernyataannya. Berbagai hal sepele kerap diabaikan dan terkesan dibuat-buat.
"Mereka tidak konsisten. Skema yang disampaikan ke media itu hanya lip service saja. Rumor di luar, WanaArtha Life itu bukan tidak punya duit, banyak duitnya, dia itu sengaja investasikan di bidang lain. Etika untuk bayar utang klaim ini sengaja dimolor-molorkan," ujar Darmawan yang berdomisili di Semarang, Jawa Tengah.
Karena itu pula, Fransisca Fistanio, nasabah WanaArtha Life lainnya, akan menolak skema yang bahkan belum sempat ditawarkan. Alasannya, para nasabah sudah telanjur kesal dengan kabar yang tidak jelas dan penyelesaian yang berlarut-larut.
"Kalau seandainya dia punya skema pembayaran yang diajukan tahun-tahun lalu, mungkin kami masih mau menerima dengan melihat keadaan aset mereka diblokir. Tapi selama dua tahun ini tidak ada ide untuk membayar sekecil apa pun. Sudah menunggu lama, terus dicicil? Kami keberatan sekali," tandas dia.
Fransisca menambahkan, pihaknya sudah menyerah terhadap sikap dan pendekatan manajemen perusahaan. Pemilik WanaArtha Life yang selama ini tak kunjung menunjukkan dirinya harus segera bertanggung jawab.
"WanaArtha punya pemilik, tapi tidak bersuara, tidak ada sepatah kata pun, seperti ditelan bumi. Mungkin pemilik bisa menyampaikan bahwa nanti akan bantu atau yang lainnya, itu tidak ada. Kami tidak lagi menoleransi keadaan mereka," papar dia.
Manajemen Bungkam
Nasabah lain yang tergabung dalam P3W, Yonathan Wijaya, menuturkan, sempat ada pertemuan virtual antara nasabah dan manajemen WanaArtha Life yang difasilitasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 14 Desember 2021. Ketika itu, tidak ada satu pun pertanyaan nasabah yang bisa dijawab pihak perusahaan kendati pertemuan dihadiri Presiden Direktur WanaArtha Life, Yanes Y Matulatuwa.
"Inti dalam pertemuan itu, tidak ada satu pun pertanyaan yang bisa dijawab lugas dan tegas oleh WanaArtha Life. Sampai pada akhir penutupan, petugas OJK mendesak dan bilang, ''Jadi, apa yang dilakukan selama ini? Berapa nyatanya aset yang dirampas?' Tapi tetap saja tidak dijelaskan dan masih jadi pertanyaan," papar Wijaya.
Saat ada pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), menurut dia, mencuat kabar bahwa sita aset WanaArtha Life dalam bentuk subrekening efek (SRE) mencapai Rp 2,74 triliun. Sedangkan berdasarkan putusan perkara Jiwasraya, aset WanaArtha berbentuk SRE dengan seluruh isi muatan efeknya sejak diblokir pada 21 Januari 2020 sampai 26 Oktober 2020 telah disita untuk kepentingan negara.
Dalam putusan itu dijelaskan, sebagai uang pengganti untuk terpidana BT adalah Rp 6,08 triliun. Sebagian dana tersebut adalah sita rampas dari WanaArtha Life. Adapun dalam perhitungan Wijaya, sita rampas aset WanaArtha diperkirakan sebesar Rp 2,4-2,7 triliun.
Sebaliknya, laporan keuangan WanaArtha Life mencatat total aset 2019 sebelum dirampas sebesar Rp 4,9 triliun. "Ini yang kami pertanyakan kepada WanaArtha. Ke mana aset yang tidak dirampas? Selalu tidak dijawab. Malah jawabannya aset disita seluruhnya," kata Wijaya.
Karena itu, menurut dia, OJK memerintahkan harus ada pertemuan kembali dengan menghadirkan pemilik atau pemegang saham pengendali karena ada yang ditutup-tutupi pihak manajemen. Pertemuan itu juga harus bisa menjawab solusi kepada para nasabah.
"Nah, ini ada kabar skema, mereka (WanaArtha Life) melangkah duluan. Padahal belum ada pertemuan yang diperintahkan OJK. Kami perlu penjelasan dari pemegang saham pengendali, juga bagaimana solusi?" ujar dia.
Sanksi dari OJK
Berdasarkan penelusuran Investor Daily, setidaknya ada dua opsi dari pihak WanaArtha Life untuk melakukan penyehatan keuangan dan membayar kewajibannya. Pertama adalah menanti sita aset oleh Kejaksaan Agung dikembalikan. Kedua, suntikan dana melalui kehadiran investor strategis. Investor Daily belum berhasil mengonfirmasi ulang pihak WanaArtha LIfe.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, Riswinandi menyatakan, Wanaartha Life telah dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU) oleh OJK. Selanjutnya, OJK terus memantau perkembangan penanganan masalah oleh manajemen dan pemegang saham. OJK juga meminta pemegang saham bertanggung jawab dengan menambah modal perusahaan.
"Kami akan dalami case WanaArtha. Sekarang yang kami tuntut adalah mereka betul-betul harus setor modal. Sebab, aset-aset investasi yang mereka lakukan sekarang ternyata tidak ada nilainya untuk mengganti utang klaim," tutur Riswinandi.
Editor: Abdul Aziz (abdul_aziz@investor.co.id)
Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkait
Berita Terkini
Likuiditas Start-up Teknologi Disorot, GOTO Aman?
Kondisi ekonomi global saat ini berdampak pada persepsi publik terhadap likuiditas perusahaan teknologi, salah satunya GOTO. Amankah?Ekonom Proyeksi BI Pertahankan Suku Bunga 5,75% Sepanjang 2023
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memproyeksi Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan (BI7DRR) sebesar 5,75% tahun ini.Tokoh Punokawan dan Pandawa Melandasi Konsep Buku Entrepreneurial Marketing
Simbol Punokawan dan Pandawa membawa pendekatan entrepreneurial marketing untuk menjawab kondisi dinamis dari tahun ke tahun.Riset Snapcart: Gratis Ongkir Jadi Daya Tarik Konsumen untuk Belanja Online
Penawaran menarik khususnya gratis ongkir sepertinya akan selalu menjadi salah satu kunci daya tarik utamaBank Sentral Swiss Naikkan Suku Bunga 50 bps di Tengah Kekacauan
Bank sentral Swiss (Swiss National Bank/ SNB) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) pada Kamis (23/3).Tag Terpopuler
Terpopuler
