Studi Terbaru! Sejauh Mana Ketergantungan Bank terhadap Asuransi?

JAKARTA, investor.id – IFG Progress dalam studi terbarunya menemukan keterkaitan dan ketergantungan bank terhadap industri asuransi makin tinggi. Hubungan integrasi tersebut khususnya melalui lini asuransi kredit yang berpotensi menekan risiko kegagalan kredit perbankan.
Studi yang dipaparkan dalam Economic Bulletin–Issue 23 tentang ‘Hubungan Perbankan dan Asuransi: Fenomena Struktural atau Temporal?’ itu dilakukan melalui analisis berdasarkan tabel Input-Output (IO) tahun 2010 dan 2016, berikut coverage 185 industri yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Selanjutnya, paired t-test analysis digunakan untuk mengevaluasi perubahan struktur input dan output suatu industri dalam dua periode.
Dalam hal ini, IFG Progress membuat basis hipotesis jika hubungan antara industri asuransi dan perbankan bersifat struktural, maka kekhawatiran terhadap kemungkinan timbulnya systemic risk lebih kecil karena hubungan yang terbangun sudah berjalan dalam periode yang panjang.
Sebaliknya, jika hubungan ini bersifat temporer akan muncul kekhawatiran jika terjadi kegagalan di satu industri yang akan menimbulkan spill-over effect ke industri yang lain.
"Studi ini menemukan bahwa industri asuransi dan perbankan memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang semakin tinggi. Kontribusi industri asuransi sebagai input bagi industri perbankan meningkat 4,2 kali lipat. Sementara dari arah sebaliknya, kontribusi industri perbankan sebagai input bagi industri asuransi meningkat 2,7 kali lipat dalam periode 2010-2016," ungkap Head of IFG Progress Reza Yamora Siregar, yang dikutip pada Selasa (24/1/2023).
Dia mengungkapkan, studi juga menemukan bahwa struktur input industri asuransi tidak mengalami perubahan yang signifikan dalam dua periode waktu observasi 2010 dan 2016. Sebaliknya, struktur output industri asuransi sebagai input bagi industri lain berubah secara signifikan pada tahun 2016 dibandingkan dengan 2010.
Diketahui bahwa hubungan ketergantungan perbankan terhadap asuransi lebih bersifat temporer yang terjadi pada periode akhir observasi. Sebaliknya, ketergantungan asuransi terhadap perbankan lebih bersifat struktural yang menunjukkan kestabilan dalam jangka panjang.
Temuan ini pun mengindikasikan terdapat potensi risiko atas besarnya ketergantungan perbankan terhadap asuransi. Salah satunya didukung dengan besarnya porsi asuransi kredit serta integrasi antara sektor asuransi dan perbankan yang semakin kuat.
Temuan turut menunjukan hubungan integrasi yang semakin kuat terutama antara perbankan dan asuransi khususnya melalui hubungan asuransi kredit yang berperan dalam menekan risiko kegagalan kredit perbankan. Temuan itu sesuai dan konsisten dengan studi terdahulu pada Economic Bulletin–Issue 13 tentang 'Asuransi Kredit di Indonesia: Perspektif di Tengah Tantangan'.
"Asuransi kredit sebagai jembatan industri keuangan perbankan dan asuransi membutuhkan kerangka regulasi yang solid dan peningkatan pengawasan terutama karena selama lima tahun terakhir kinerja pada bisnis asuransi kredit terlihat mengalami tren penurunan," jelas Reza.
Dalam studi sebelumnya itu, pertumbuhan klaim asuransi kredit memiliki pola yang searah dengan pergerakan loan at risk (LAR) dari perbankan. Dalam kajian IFG Progress, didapatkan bahwa lebih dari 70% dari seluruh LAR di perbankan diasuransikan dengan total nilai sekitar Rp 1.000 triliun rupiah pada tahun 2020.
Baca Juga:
OJK Rilis Aturan Baru Modal PerbankanDi Indonesia, asuransi kredit bertumbuh pesat dalam 20 tahun terakhir. Pada tahun 2008, persentase premi asuransi kredit terhadap asuransi umum hanya sekitar 1%. Namun, setelah tahun 2012 hingga tahun 2020, persentase tersebut meningkat drastis dari sekitar 3% menjadi 15% di penghujung tahun 2020. Terkini sampai kuartal III-2022, premi asuransi kredit berkontribusi sebesar 16,1% terhadap premi asuransi umum.
Menurut Reza, kenaikan proporsi ini muncul atas penugasan pemerintah misalnya Askrindo sebagai market leader asuransi kredit. Perusahaan mendapat penugasan dari pemerintah Indonesia untuk menjadi lembaga pendukung penyaluran KUR sebagai bentuk insentif untuk industri UMKM.
Editor: Jauhari Mahardhika (jauhari@investor.co.id)
Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkini
Anggarkan Dana Rp 250 Miliar, Cisadane (CSRA) Bidik Kenaikan Produksi CPO 25%
CSRA membidik kenaikan produksi 25% dengan mengalokasikan belanja modal hingga Rp 250 miliar tahun iniMahfud MD Sebut Eselon I Tutup Akses Sri Mulyani Terkait Data Pencucian Uang di Kemenkeu
Menkeu sempat menanyakan kepada pejabat Kemenkeu terkait surat PPATK tentang transaksi mencurigakan.Hindari Kemacetan Arus, Cuti Bersama Libur Idulfitri Digeser Maju dan Tambah 1 Hari
Pemerintah resmi merevisi cuti bersama dan libur Idulfitri dengan penambahan satu hariKepala PPATK Ungkap Transaksi Janggal Rp189 Triliun di Kemenkeu
Berikut analisa transaksi TPPU senilai Rp 189 di Kemenkeu berdasarkan analisa PPTAKDi DPR, Mahfud Beberkan Transaksi Dugaan TPPU Rp 349 Triliun
Transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun terbagi dalam tiga kelompok.Tag Terpopuler
Terpopuler
