JAKARTA, Investor.id - Pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha industri fintech sepakat untuk memperkuat ekosistem keuangan digital. Penguatan ini perlu dijalankan dengan menjalin komunikasi yang baik, kolaborasi yang solid, dan dengan membangun kepercayaan di antara semua pemangku kepentingan.
Hal ini disampaikan sejumlah pemangku kepentingan dalam peringatan Hari Fintech Nasional pada 11 November 2022 sekaligus membuka rangkaian Bulan Fintech Nasional (BFN) 2022. Dalam salah satu rangkaian acara, turut digelar 4th Indonesia Fintech Summit (IFS) yang berlangsung pada 10-11 November 2022 di Bali.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar menyampaikan, layanan digital saat ini bergerak menuju konvergensi, seperti kehadiran multi apps atau super apps. Hal hal ini pun tidak dapat dihindari termasuk tantangan bagi OJK sebagai regulator di industri jasa keuangan.
Baca juga: Ekosistem Digital Harus Didorong Berpihak pada Kreator dan Konten Lokal
"Bagi regulator, tantangan menghadapi kondisi global ada pada upaya dalam menyediakan kepastian hukum dan layanan yang terlegitimasi. Dalam hal ini tentu kami membutuhkan proses, sehingga kita semua membutuhkan komunikasi yang baik, kolaborasi yang solid, serta membangun kepercayaan di antara semua pemangku kepentingan," jelas Mahendra, Jumat (11/11).
Menurut dia, setiap pemangku kepentingan harus memiliki pemahaman terhadap ekosistem. Pada akhirnya hal tersebut dipercaya akan berpengaruh terhadap menawarkan proposisi bisnis yang matang, namun tetap terbuka dengan solusi yang kreatif.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyampaikan, strategi BI dalam mengarahkan digitalisasi sistem pembayaran untuk mendukung ekonomi keuangan digital, yaitu melalui Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025. "Blueprint tersebut memperkenalkan QRIS sejak 2019 untuk meningkatkan akses pembayaran kepada UMKM.
"Kini QRIS telah semakin berkembang dengan perluasan target pengguna melalui kenaikan limit, dan implementasi QRIS lintas negara (cross border), dimana dalam waktu dekat akan terdapat penandatanganan MOU dengan 4 negara ASEAN untuk mendukungnya yang sekaligus merupakan aksi konkrit Presidensi G20 2022. Selain itu, terdapat layanan BI-FAST pada lebih dari 77 bank peserta untuk memperkuat transaksi ritel," ungkap dia.
Baca juga: Simak! Proyeksi Google, Temasek, Bain & Co soal Layanan Keuangan Digital Indonesia
Selanjutnya, BI juga memperkuat infrastruktur sistem pembayaran dengan prinsip Integrated, Interoperable, dan Interconnected (3I). Sejalan dengan itu, BI melakukan reformasi regulasi yang lebih kuat dan berbasis prinsip dengan penyempurnaan pada sisi perizinan.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mempertegas bahwa masalah yang dihadapi oleh Indonesia adalah masalah yang juga dihadapi oleh seluruh negara secara global. Tidak ada negara yang dapat menyelesaikan hal ini sendirian. Indonesia sebagai anggota G20 merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbesar, dan setidaknya punya sumber pertumbuhan ekonomi domestik.
"Sebagai negara yang besar, kita harus memastikan sumber ekonomi domestik harus dalam kondisi sehat dan baik untuk menghadapi ketidakpastian eksternal. Itulah yang menjadi jaminan pertama kita untuk terus berprogres. Kami ingin memastikan sumber domestik ini akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi," kata Menkeu.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi kembali menekankan pentingnya pemanfaatan data, teknologi, dan kolaborasi antar pihak. Pendekatan tersebut diyakini bisa mengoptimalkan upaya menyediakan akses keuangan bagi para pelaku UMKM underbanked dan underserved.
Baca juga:17 Kepala Negara Hadiri KTT G20, Pengamanan Manfaatkan Sistem Face Recognation
"Karena memang itu yang kita lihat. Fintech lending tidak bisa sendiri. Kita harus bersinergi di dalam suatu collaborative ecosystem. Itu menjadi salah satu kunci dan sejalan juga dengan tema moving forward together yang menjadi tema utama di Indonesia Fintech Summit ini," kata dia.
Executive Director Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Mercy Simorangkir menambahkan, meski kondisi global sedang sangat menantang dan beberapa negara menghadapi stagflasi perkembangan ekonomi, kondisi keuangan Indonesia masih tumbuh cukup baik dan terjaga. Hal ini menjadi momentum baik untuk melanjutkan transformasi sektor keuangan ke arah yang lebih baik lagi.
"Di Indonesia, jumlah masyarakat unbanked masih sangat banyak, sehingga fintech yang merupakan bagian dari ekosistem ekonomi digital memiliki potensi yang besar sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru dan dalam mendukung pemerataan ekonomi digital di Indonesia," jelas dia.
Namun demikian, Mercy menuturkan, perlu terus digencarkan peningkatan pengetahuan dan pemahaman risiko masyarakat dalam penggunaan fintech. Sehingga kepercayaan masyarakat terhadap fintech juga semakin meningkat.
Editor : Parluhutan (parluhutan@investor.co.id)
Sumber : Investor Daily
Baca berita lainnya di GOOGLE NEWS