

Gedung BRI.
Selektif-Terukur di Masa Pandemi, BRI Jaga NPL di Bawah Industri
Nida Sahara ( nida.sahara@investor.co.id)
JAKARTA, investor.id - Portofolio kredit yang sehat merupakan salah satu faktor utama dalam menjaga keberlangsungan bisnis perbankan, khususnya di tengah kondisi perekonomian yang melambat karena dampak pandemi Covid-19. Sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) berhasil menjaga kualitas kreditnya sejak pandemi terjadi.
Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto melalui keterangan tertulis mengungkapkan, untuk menjaga risiko dan keberlangsungan bisnis kedepan, BRI memiliki pencadangan kerugian kredit yang sangat memadai dengan NPL coverage ratio di atas 200%.
Berdasarkan data kinerja Desember 2020, BRI tercatat telah menyalurkan kredit secara konsolidasian sebesar Rp 938,37 triliun atau naik 3,89% secara tahunan (year on year/yoy) dengan rasio NPL gross terjaga di level 2,99%. Angka ini menunjukkan bahwa dalam situasi sulit pun kinerja intermediasi BRI masih berjalan dengan sangat baik.
Capaian tersebut juga merupakan prestasi, karena dengan kredit yang tumbuh diatas industri, rasio NPL BRI masih lebih baik dibandingkan kondisi industri perbankan di Indonesia pada akhir 2020 yaitu berada di level 3,06%.
"NPL BRI masih sangat terjaga dan lebih baik dibanding tingkat rata-rata NPL industri perbankan sepanjang 2020. Hal ini menunjukkan kehati-hatian BRI dalam menyalurkan kredit yang selama pandemi dilakukan secara selektif. Selain itu, rasio NPL yang rendah juga menggambarkan besarnya kekuatan nasabah BRI yang mayoritas pelaku UMKM untuk tetap menyelesaikan kewajibannya meski kondisi sulit terjadi akibat pandemi," ujar Catur, Minggu (28/2).
Secara individual, NPL gross bank only sepanjang 2020 di level 2,94%. Tiga segmen dengan NPL terendah berasal dari segmen mikro sebesar 0,83%, segmen konsumer yakni 1,49%, dan segmen kecil di level 3,61%. Terjaganya kualitas pembiayaan tersebut menunjukkan kehati-hatian dan terukurnya penyaluran kredit di BRI selama ini.
"Tanpa penyaluran yang selektif dan ketat, kami tidak mungkin menorehkan angka NPL yang terjaga seperti saat ini. Khusus di segmen konsumer, rasio kredit bermasalah yang kecil juga mencerminkan debitur BRI cukup resilience dalam menghadapi situasi sulit seperti sekarang ini," tambah Catur.
BRI juga mengalokasikan biaya pencadangan (NPL Coverage) hingga 237,73% dari nilai total kredit bermasalah. Pencadangan yang sangat memadai ini membuat laba perusahaan terkoreksi menjadi Rp 18,66 triliun di akhir tahun 2020. Kondisi ini sejalan dengan komitmen BRI yang tidak ingin memupuk laba terlampau besar di tengah masih tingginya ketidakpastian kondisi perekonomian yang diakibatkan pandemi.
Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id)
Sumber : Investor Daily