Rabu, 7 Juni 2023

Arah Suku Bunga

Investor Daily
6 Feb 2023 | 09:02 WIB
BAGIKAN
Ilustrasi
Ilustrasi

Mengawali bulan baru, Gubernur The Federal Reserve (Fed) Jerome Powell menyampaikan pernyataan yang melegakan para pelaku pasar dan industri keuangan. Kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin ke 4,50%-4,75%, mungkin, menjadi kenaikan terakhir tahun 2023. “Ini mungkin kenaikan terakhir tahun ini, tapi terlalu prematur menyatakan kemenangan melawan inflasi,” kata dia, Rabu (1/2//2023).

Berita gembira ini disusul oleh berita penting lainnya. Pada Jumat (4/2/2023), pemerintah AS mengumumkan angka pengangguran yang mencengangkan. Pada akhir Januari 2023, pengangguran di AS tinggal 3,4%, lebih rendah dari perkiraan, 3,6%. Ini adalah tingkat pengangguran terendah selama 53 tahun terakhir.

Ekonomi AS tahun 2022 tumbuh 2,1% dan laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartal IV sebesar 2,9%. Angka pertumbuhan ekonomi AS di atas prediksi yang disampaikan berbagai pihak. Pada tahun yang baru saja dilewati, negeri Paman Sam luput dari resesi ekonomi. Pada dua kuartal I-2022, PDB AS, q-to-q, mencatat pertumbuhan minus, sedang secara yoy, ekonomi AS positif.

Tahun ini, ekonomi AS diperkirakan luput dari resesi. Pertumbuhan ekonomi AS yang sebelumnya diperkirakan hanya positif nol koma sekian persen dinaikkan ke 1% dan terakhir, dinaikkan lagi ke 1,4%. Melihat data kenaikan belanja masyarakat AS, banyak pihak yakin, laju pertumbuhan ekonomi AS tahun ini tidak lebih buruk dari tahun 2022.

Berita positif tentang ekonomi AS lainnya adalah laju inflasi Desember 2022 sebesar 6,5%, terus menurun dari posisi tertinggi 9,1%, Juni 2022. Namun, pada Januari 2023, inflasi AS diperkirakan sedikit meningkat, yakni sekitar 6,8%. Kondisi ini memperkuat perkiraan bahwa The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan, sedikitnya 25 basis poin ke 4,75%-5,00%. Bank sentral AS sudah menegaskan untuk terus memerangi inflasi hingga ke level yang benar-benar mengarah ke target inflasi 2%.

Dengan kondisi ekonomi seperti ini, The Fed diyakini tidak lagi agresif menaikkan suku bunga acuan. Sidang The Federal Open Market Committee (FOMC) pada Maret 2023, kemungkinan besar, memutuskan untuk menaikkan lagi suku bunga 25 basis poin dan itulah, mungkin, kenaikan terakhir 2023.

Penurunan angka pengangguran mencerminkan meningkatnya kegiatan ekonomi. Penyebab inflasi tidak lagi karena kelebihan jumlah uang beredar, melainkan karena kelangkaan barang akibat belum pulihnya masalah rantai pasok.

Ke depan, kebijakan The Fed lebih dovish atau pro pasar, tidak lagi garang atau hawkish, yakni agresif menaikkan FFR. Paling tidak, tren inilah yang dibaca oleh Bank Indonesia (BI). Pada pidato peluncuran buku “Sinergi dan Inovasi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Menuju Indonesia Maju” di Gedung BI, Jakarta, Senin (30/1/2023), Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) atau suku bunga acuan, sebesar 25 bps ke level 5,75%, Kamis (19/1/2023), sudah memperhitungkan dengan seksama tren inflasi dalam negeri dan arah suku bunga bank sentral AS.

Pada Desember 2022, inflasi tahunan (yoy), 5,51%, sedangkan inflasi komponen inti mencapai 3,36%. Sejak Agustus 2022, suku bunga acuan yang dinaikkan BI sudah mencapai 225 bps. BI pun melihat, ke depan, The Fed tidak lagi agresif menaikkan FFR. Ke depan, kebijakan BI diarahkan untuk memperkuat ketahanan ekonomi, mempercepat pemulihan dan kebangkitan ekonomi. BI akan menerapkan bauran, yakni kebijakan moneter, makroprudensial, dan kebijakan sistem pembayaran.

Kebijakan moneter diarahkan untuk mengatasi hambatan ekonomi dari gejolak global. Lewat kebijakan moneter, BI berusaha menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan laju inflasi dengan melanjutkan kebijakan suku bunga secara front loaded, per-emptive, dan forward looking. Ini semua dilakukan untuk memastikan berlanjutnya penurunan laju inflasi. Inflasi inti dijaga pada level 3% plus-minus 1%.

Sesuai arah kebijakan suku bunga The Fed dan BI, pasar saham dan pasar kripto di Indonesia akan bergairah.

Kebijakan suku bunga dan bauran kebijakan yang diterapkan BI sukses memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Salah satu bauran kebijakan untuk memperkuat rupiah adalah penaikan giro wajib minimum (GWM). BI juga aktif membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Nilai rupiah yang pada tahun 2022 sempat melemah hingga menembus Rp 15.500, pekan lalu berada di level Rp 14.900 per dolar AS.

Sedang lewat kebijakan makroprodensial, BI mendorong laju ekspansi kredit dan pertumbuhan ekonomi. Tahun ini, pertumbuhan kredit perbankan bakal mencapai 10%-12%. Untuk memacu sektor properti, BI mendorong kredit dengan down payment (DP) nol persen. Setelah bertumbuh 5,3% tahun 2022, tahun ini, laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan menembus 5,2%.

Merespons kebijakan The Fed yang lebih dovish, pasar saham dan pasar kripto dunia langsung menggeliat. Pasar saham di berbagai bursa dunia menghijau. Pasar obligasi pun tetap menarik. Terhitung awal Januari hingga 3 Februari 2023, net buy asing di SBN menembus Rp 50 triliun, Sedang net selling asing di Bursa Efek Indonesia (BEI) turun dari Rp 7 triliun ke Rp 2 triliun.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan saham di BEI, Jumat (3/2/2023), ditutup di level 6.911,7, naik 0,89% dari posisi akhir tahun 2022. Sempat minus pada tiga pekan pertama Januari 2023, indeks kembali terangkat dengan motor penggerak utama adalah saham-saham sektor perbankan, teknologi, dan transportasi.

Sesuai arah kebijakan suku bunga The Fed dan BI, pasar saham dan pasar kripto di Indonesia akan bergairah. Harga aset kripto yang terjungkal selama 2022, akan naik perlahan tahun ini. Dengan prediksi tahun 2024 tidak ada lagi kenaikan suku bunga, bahkan sebaliknya, suku bunga justru perlahan diturunkan, pasar saham dan kripto akan terus bergairah.

Selain saham perbankan, teknologi, dan transportasi, saham perusahaan yang akan terangkat tahun ini adalah saham perusahaan terkait crude palm oil (CPO) dan baterai electric vehicle (EV). Saham perusahaan CPO akan terkena dampak positif dari pengembangan B-35. Saham perusahaan nikel dan tembaga bakal terangkat sebagai imbas dari gencarnya pengembangan mobil dan motor listrik.

Editor: Totok Subagyo (totok_hs@investor.co.id)

Dapatkan info hot pilihan seputar ekonomi, keuangan, dan pasar modal dengan bergabung di channel Telegram "Official Investor.ID". Lebih praktis, cepat, dan interaktif. Caranya klik link https://t.me/+ijaEXDjGdL1lZTE1, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Market 13 menit yang lalu

Jasa Logistics (LAJU) Jajaki Kerja Sama Bareng Produsen Kendaraan Listrik Tiongkok

LAJU jajaki kerja sama dengan produsen kendaraan listrik asal Tiongkok untuk melengkapi armada operasional perusahaan.
Business 17 menit yang lalu

Dipasarkan Secara Online, BPOM Sita Ribuan Obat Ilegal Senilai Rp 10 Miliar

BPOM menyita riuan obat ilegal bernilai lebih dari Rp 10 miliar. Obat tersebut dipasarkan secara online melalui e-commerce
Business 23 menit yang lalu

Pertamina Bukukan Laba Bersih Rp 56,6T Pada RUPS Tahun Buku 2022

 Pertamina Perseroan ini membukukan laba bersih sebesar USD 3,81 miliar atau setara dengan Rp 56,6 triliun.
Market 26 menit yang lalu

UMKM Didorong IPO, RAFI & PGJO Jadi Contoh

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk IPO.
Market 29 menit yang lalu

Siap-siap! Austindo (ANJT) Gelontorkan Dividen Rp 27,8 per Saham

ANJT membagikan dividen Rp 27,8 per saham tahun buku 2022.

Tag Terpopuler


Copyright © 2023 Investor.id