Minggu, 28 Mei 2023

Davos 2023: Outlook Lebih Cerah dari yang Ditakuti Meski Penuh Risiko

Grace El Dora
21 Jan 2023 | 07:03 WIB
BAGIKAN
Logo pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (WEF) ke-50 terpampang di Davos, Swiss pada 21 Januari 2020. (Foto: REUTERS/Denis Balibouse/File Foto)
Logo pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (WEF) ke-50 terpampang di Davos, Swiss pada 21 Januari 2020. (Foto: REUTERS/Denis Balibouse/File Foto)

DAVOS, investor.id – Outlook tahun ini terlihat lebih baik daripada yang ditakuti untuk ekonomi global, tetapi tetap penuh dengan risiko. Ini termasuk eskalasi konflik di Ukraina dan munculnya perang perdagangan transatlantik, menurut simpulan panel akhir Forum Ekonomi Dunia (WEF).

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan kepada hadirin Davos bahwa apa yang telah meningkat adalah potensi Tiongkok untuk mendorong pertumbuhan. Adapun IMF sekarang memperkirakan pertumbuhan Tiongkok sebesar 4,4% untuk tahun ini.

Sementara itu kemungkinan akan mendorong IMF dalam beberapa hari mendatang untuk meningkatkan perkiraan pertumbuhan 2,7% saat ini untuk tahun depan, dia memperingatkan agar tidak mengharapkan “perbaikan dramatis” pada angka itu.

Baca juga: Davos 2023: Jerman Scholz Optimis Energi, Peringatkan Soal Deglobalisasi

Advertisement

Salah satu risiko yang terkait dengan pembukaan kembali Tiongkok, dengan potensinya untuk memanaskan permintaan global dan harga energi, adalah bahwa hal itu memicu gelombang baru tekanan inflasi hanya beberapa bulan setelah pertarungan ini mencapai puncaknya.

Pertemuan selama seminggu itu didominasi oleh perdebatan tentang perselisihan antara Amerika Serikat (AS) dan Eropa tentang subsidi untuk transisi energi hijau, tekanan utang yang meningkat di negara-negara berkembang, dan risiko geopolitik yang melimpah di seluruh planet ini.

“Kekhawatiran terdalam saya jelas adalah perang di Ukraina,” ujar Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire kepada panel, Jumat (10/1).

Ia memperingatkan eskalasi mungkin terjadi, sementara juga berpendapat hal itu telah mendorong Uni Eropa (UE) menjadi kekuatan politik yang lebih besar dalam tekadnya untuk tetap mendukung Ukraina.

Le Maire, yang terlibat dalam upaya menyelesaikan perselisihan dengan AS mengenai transisi iklim yang disubsidi negara senilai US$ 369 miliar yang menurut Eropa merupakan transisi anti persaingan, mengatakan bahwa rencana tersebut harus sesuai dengan upaya serupa di seluruh dunia.

“Pertanyaan kuncinya bukanlah China First, US First, Europe First. Pertanyaan kunci bagi kita semua adalah Climate First,” kata Le Maire. Dalam beberapa hari mendatang ia akan melakukan perjalanan ke Washington bersama pejabat Jerman untuk membahas kemungkinan perubahan pada rencana AS.

Baca juga: IMF: Fragmentasi Bisa Rugikan Ekonomi Global Hingga 7% dari PDB

Mantan Menteri Keuangan AS Larry Summers mengatakan paket subsidi pemerintahan Presiden AS Joe Biden dan upaya yang direncanakan oleh Eropa untuk mengatasi perubahan iklim setidaknya mewakili peningkatan aktivitas transisi energi hijau yang telah lama tertunda.

“Perang subsidi tentang hal yang sangat bagus itu bagus. Itu adalah jenis persaingan yang sangat sehat dibandingkan dengan semua jenis persaingan yang telah dilihat dunia,” katanya kepada panel WEF. Summers mendesak persaingan adil, tidak membatasi yang lain dan mencoba menjatuhkan yang lain.

Eksekutif Wall Street di Davos mengatakan pesimisme telah mereda karena ekonomi di AS dan Eropa tetap tangguh dan Tiongkok melonggarkan kebijakan Covid-19.

Davos 2023: Outlook Lebih Cerah dari yang Ditakuti Meski Penuh Risiko
Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde berbicara selama konferensi pers setelah pertemuan kebijakan moneter ECB di Frankfurt, Jerman pada 27 Oktober 2022. (Foto: REUTERS/Wolfgang Rattay/File Photo)

Sementara itu, Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde menggambarkan 2022 sebagai “tahun yang aneh, aneh ketika Anda melihatnya”. Ia meminta pemerintah untuk memastikan kebijakan fiskal tidak mempersulit pekerjaan bank sentral dengan memanaskan ekonomi.

“’Tetap di jalur’ adalah mantra saya dalam kebijakan moneter,” katanya. Lagarde menegaskan kembali ECB berencana melanjutkan pengetatan selama dibutuhkan.

Editor: Grace El Dora (graceldora@gmail.com)

Dapatkan info hot pilihan seputar ekonomi, keuangan, dan pasar modal dengan bergabung di channel Telegram "Official Investor.ID". Lebih praktis, cepat, dan interaktif. Caranya klik link https://t.me/+ijaEXDjGdL1lZTE1, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Market 9 menit yang lalu

Ini Fokus Hibank Besutan BNI

PT Bank Mayora sebagai anak usaha PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) telah resmi berubah nama menjadi PT Bank Hibank Indonesia.
Business 10 menit yang lalu

Teken MoU, RI dan Raksasa Mobil Listrik BYD Jajaki Kerja Sama Investasi  

Indonesia ingin mengembangkan ekosistem kendaraan listrik sehingga dapat menjadi pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara,
Market 1 jam yang lalu

Nasabah Prioritas Berpotensi Meningkat, Mandiri Sekuritas Luncurkan MOST Priority

Mandiri Sekuritas meluncurkan MOST Priority. Hal ini seiring pertumbuhan investor pasar modal terus meningkat. 
International 2 jam yang lalu

Biden dan McCarthy Berbicara Soal Kesepakatan Plafon Utang AS

Presiden AS Joe Biden dan anggota kongres Kevin McCarthy melakukan pembicaraan melalui telepon soal kesepakatan plafon utang
Finance 5 jam yang lalu

NPL Tinggi, BPR/BPRS Diminta Akselerasi Transformasi Digital

BPR/BPRS perlu mengakselerasi transformasi digital dalam proses bisnis, karena NPL masih tinggi.

Tag Terpopuler


Copyright © 2023 Investor.id