JAKARTA-Bali mengimpor berbagai jenis mesin dan komponen alat produksi
mencapai 56,54 juta dolar AS selama lima bulan periode Januari-Mei
2015, menurun hingga 63,40 persen dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat 154,52 juta dolar AS.
"Meskipun
nilai impor itu besar nilainya, namun jauh lebih kecil dibandingkan
dengan nilai ekspor Bali pada periode yang sama mencapai 223,75 juta
dolar AS, meningkat 2,13 persen dibanding periode tahun sebelumnya
219,07 juta dolar AS," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Bali Panusunan Siregar di Denpasar, Jumat.
Ia
mengatakan, khusus pada bulan Mei 2015 nilai impor itu mencapai 11,33
juta dolar AS, menurun 16,70 persen dibanding dengan bulan yang sama
tahun sebelumnya tercatat 13,60 juta dolar AS.
Namun jika
dibandingkan dengan bulan April 2015, impor pada bulan Mei 2015 menurun
0,12 persen, karena bulan sebelumnya mengimpor seharga 11,34 juta dolar
AS.
Panasunan Siregar menjelaskan, Bali sebagai daerah
tujuan wisata utama di Indonesia mengimpor mesin-mesin dan aneka jenis
barang produksi untuk diolah lebih lanjut menjadi barang dan aneka
jenis cinderamata yang siap diekspor kembali ke pasaran luar negeri
yang mampu memberikan nilai tambah jauh lebih besar.
Impor
alat produksi itu dinilai jauh lebih baik dan menguntungkan dibandingkan
dengan mendatangkan bahan makanan atau minuman untuk memenuhi
kebutuhan konsumen, yang hanya menghabiskan devisa.
Impor
yang dilakukan Bali berupa alat produksi (peralatan listrik) dan alat
produksi lainnya yang mampu memberikan dampak positif dalam memacu
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan perolehan devisa yang pada
gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Panasunan Siregar menambahkan, komponen impor itu antara lain produk
bahan bakar mineneral 23,37 persen, produk mesin-mesin mekanik 20,16
persen, produk perhiasan (permata) 14,90 persen, produk mesin
(peralatan listrik) 11,05 persen serta produk perangkat optik 6,65
persen.
Aneka jenis produk luar negeri itu didatangkan dari
Tiongkok sebesar 29,99 persen, menyusul Singapura 26,37 persen,
Thailand 9,21 persen, Amerika Serikat 7,90 persen dan Australia 6,12
persen, ujar Panasunan Siregar.(ant/hrb)
Editor : herry barus (herrybarus@yahoo.com.au)