Rabu, 31 Mei 2023

Inklusivitas ASEAN bagi Perempuan, Anak Muda, dan Penyandang Disabilitas

Investor.id
13 Mei 2023 | 09:59 WIB
BAGIKAN
Lili Yan Ing, Sekretaris Jenderal International Economic Association (IEA) dan Penasihat Senior urusan Asia Tenggara di Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). (Foto: ERIA)
Lili Yan Ing, Sekretaris Jenderal International Economic Association (IEA) dan Penasihat Senior urusan Asia Tenggara di Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). (Foto: ERIA)

Oleh Lili Yan Ing *)

Pernahkah Anda diperlakukan tidak adil? Pernahkah Anda merasa diabaikan? Pernahkah Anda mengalami perlakuan yang semena-mena? Namun, tidak ada yang peduli atau bahkan sekadar mendengarkan Anda.

Diskriminasi di tempat kerja bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum. Bentuknya bisa macam-macam seperti perlakuan tidak adil bagi karyawan atau pelamar kerja berdasarkan pada gender, ras, orientasi seksual, umur, tuna daksa (saya pribadi lebih suka menyebutnya sebagai orang berkebutuhan khusus), agama, dan latar belakang sosial.

Diskriminasi bisa muncul di setiap aspek pekerjaan mulai dari rekrutmen, promosi, penggajian, sampai fasilitas dan kondisi kerja. Diskriminasi di tempat kerja adalah masalah yang berdampak pada masyarakat global, termasuk di ASEAN.

Advertisement

Salah satu bentuk diskriminasi di tempat kerja yang menonjol adalah perbedaan gaji berdasarkan gender dan/atau kebangsaan, atau juga perbedaan perlakuan dan fasilitas.

Diskriminasi di tempat kerja bisa berdampak negatif pada lingkungan kerja. Dia juga bisa menurunkan tingkat kepuasan dan produktivitas, atau meningkatkan absensi dan frekuensi pergantian karyawan. Selain itu juga punya dampak signifikan pada kesehatan mental.

Ujung-ujungnya diskriminasi di tempat kerja bisa punya dampak serius pada perusahaan atau setiap institusi termasuk organisasi-organisasi internasional, akademik, dan LSM, yang di sini saya sebut saja sebagai “perusahaan dan sejenisnya”.

Diskriminasi bisa mendorong hilangnya talenta dan berakibat turunnya produktivitas dan output (dengan demikian juga profit). Perusahaan dan sejenisnya yang gagal mengatasi masalah diskriminasi juga mungkin harus berhadapan dengan hukum yang butuh ongkos penyelesaian mahal dan merusak reputasi perusahaan.

Kesenjangan gaji berdasarkan gender merupakan masalah serius di banyak negara ASEAN, di mana kaum perempuan sering kali digaji lebih rendah dari kaum pria untuk pekerjaan yang sama.

Kesenjangan gaji berdasarkan gender di ASEAN berkisar antara 16% di Filipina hingga 34% di Kamboja. Kesenjangan gaji ini sering kali disebabkan kombinasi banyak faktor seperti stereotype tentang gender, pemisahan tempat kerja, dan akses yang tidak sama rata untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.

Secara khusus di Indonesia, rata-rata gaji bulanan untuk pekerja perempuan 25% lebih rendah dari pria (BPS, 2021).

Juga didapati bahwa kaum perempuan lebih mungkin untuk bekerja di sektor berupah kecil seperti pertanian atau sektor jasa dengan tingkat keahlian rendah, sementara kaum pria lebih mungkin untuk bekerja di sektor berupah tinggi seperti keuangan dan pertambangan.

Pun, di Indonesia hanya 25% pekerjaan manajerial dan level supervisi dengan gaji tinggi yang dipegang oleh kaum perempuan, bahkan di bidang ini perempuan tetap digaji lebih rendah daripada laki-laki (ILO, 2020).

Di Filipina, meskipun pemerintah setempat sudah mencapai kemajuan untuk memangkas kesenjangan gaji berdasarkan gender, masih muncul disparitas yang signifikan.

Rata-rata gaji pekerja perempuan di Filipina 22% lebih rendah daripada gaji laki-laki, dan kaum perempuan kurang terwakili di sektor-sektor berupah tinggi seperti keuangan dan teknologi (WEF, 2020).

Selain itu, pandemi Covid-19 juga berdampak lebih berat bagi perempuan seperti kehilangan pekerjaan atau dipotong jam kerjanya, bukan hanya di ASEAN, tetapi juga di seluruh dunia.

Terdapat setidaknya empat faktor mendasar yang memicu diskriminasi.

Pertama, stereotype atau anggapan umum tentang gender berperan penting untuk memicu kesenjangan gaji dan perbedaan perlakuan di ASEAN.

Banyak majikan meyakini bahwa kaum perempuan kurang kompeten dibandingkan pria dan akibatnya menawarkan gaji lebih rendah pada mereka.

Stereotype seperti ini diperkuat oleh norma masyarakat yang menempatkan perempuan untuk peran mengurus rumah tangga, sementara laki-laki berperan sebagai pencari nafkah. Kaum perempuan dianggap sebagai pencari nafkah sekunder, sehingga digaji lebih rendah dari laki-laki. 

Editor: Jauhari Mahardhika (jauhari@investor.co.id)

Dapatkan info hot pilihan seputar ekonomi, keuangan, dan pasar modal dengan bergabung di channel Telegram "Official Investor.ID". Lebih praktis, cepat, dan interaktif. Caranya klik link https://t.me/+ijaEXDjGdL1lZTE1, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Market 6 menit yang lalu

Harga Minyak Turun Tajam Terseret Sentimen Negatif Ini

Harga minyak mentah berjangka turun tajam pada akhir perdagangan Selasa (31/5/2023). Terseret sentimen negatif ini
Market 21 menit yang lalu

Pasar Kripto Meningkat, Bitcoin Bertahan di Level US$ 27 Ribu

Pasar kripto meningkat dalam 24 jam terakhir. Bitcoin bertahan di level US$ 27 ribu.
National 31 menit yang lalu

Cari lokasi SIM Keliling di Jakarta? ini Infonya...

Cari lokasi SIM Keliling di Jakarta? Ini infonya...
Market 41 menit yang lalu

MNC Sekuritas: IHSG Terkoreksi, Pemodal Berpotensi Beli Murah ANTM Hingga UNVR

MNC Sekuritas  memprediksi IHSG hari ini terkoreksi. Pemodal berpotensi beli murah atau buy on weakness  saham ANTM hingga UNVR.
Market 51 menit yang lalu

Saham-Saham Inggris, Jerman dan Prancis Ditutup Melemah

Saham-saham Inggris, Jerman dan Prancis ditutup melemah pada perdagangan Selasa (30/5/2023).

Tag Terpopuler


Copyright © 2023 Investor.id