AL RAYYAN, investor.id - Memenangkan perebutan bola di area permainan sendiri, Luka Modric dengan gaya elegan membangun serangan balik cepat. Aliran bola kemudian menemui kaki Mislav Orsic di sayap kiri, sebelum digulirkan ke tengah, menuju Bruno Petkovic. Sambaran pemain bernomor punggung 16 itu sempat menyentuh kaki Marquinhos, sebelum memperdaya kiper Brasil, Allison Becker. Gooolllll….

Momen di menit ke-117 perpanjangan waktu itu disambut gegap gempita pendukung Kroasia, sekaligus menghentikan pesta pora pendukung Selecao di sisi lain Stadion Education City, Qatar, Jumat 9 Desember 2022.

Gol krusial itu telah membuyarkan mimpi Brasil menuju semifinal, setelah sempat memimpin lewat proses gol spekatuker dari kaki selebritas sepakbola, Neymar, menit ke-115, detik ke-33.

Bruno Petkovic layak mendapatkan berlimpah puja-puji karena gol krusialnya. Namun aktor yang tak boleh terlupakan adalah Luka Modric, maestro dari Modrici, Zadar, Kroasia, kelahiran 9 September 1985. Usianya sudah 37 tahun, lewat 3 bulan, ketika tarian sihirnya memompa semangat timnas Kroasia memadamkan bara ambisi Brasil yang sejatinya bertabur bintang.

Dengan tinggi badan 172 cm, ukuran yang tergolong mungil untuk ukuran pemain Eropa yang menjulang, Modric menyimpan kekuatan dan daya magis, lewat gerakan sederhana namun elegan. Ditopang inteligensia tinggi, suami dari Vanja Bosnić ini berperan besar mengorkestrasi lini tengah Kroasia. Keuggulan itu menutupi usianya yang tergolong renta untuk ukuran pemain sepakbola.

Dedikasi tinggi geladang Real Madrid itu dilandasi impian dan cinta yang besar pada negaranya.

“Menjadi kapten Kroasia adalah realisasi dari semua impian saya. Bermain untuk Kroasia adalah suatu yang sakral. Ini adalah bentuk cinta yang tak terlukiskan," ujar Modric.

Bagi peraih Ballon d'Or 2018 ini, bermain untuk timnnas adalah keistimewaan yang paripurna. "Tidak ada perasaan yang lebih baik bagi saya selain bermain untuk negara saya. Saya ingin terus bermain untuk negara saya selama mereka membutuhkan saya, dan selama saya bisa membantu mereka," ucapnya.

Selain kemampuan memukau lewat permainan, ketenangan jadi kekuatan mantan pemain Totenham Hotspur ini. Ketika Neymar menjebol gawang Dominik Livaković, Modric tampak diam sejenak sambil merapihkan rambutnya sebelum kembali memotivasi teman-temannya.

Ketenangan itu kembali ia tunjukkan ketika maju menjadi algojo ketiga saat pertandingan harus ditentukan lewat adu penalti. Menjadi penendang ketiga, sepakan Modric menghujam sudut kanan gawang Brasil, mengecoh Allison Becker, salah satu pemain sepakbola tertampan sejagad, yang terbang ke sisi kiri.

Ketika Marquinhos untuk kedua kalinya menjadi pesakitan, karena tendangannya membentur tiang gawang, sedu sedan pun melingkupi kubu Brasil. Di momen yang sama, Modric dan teman-temannya larut dalam sukacita, dan menggandakan pujian untuk Dominik Livaković, kiper yang selalu tampil heroik. Kroasia menuju semifinal setelah mengempaskan Brasil dengan skor 4-2 (1-1).

Sebelum meninggalkan lapangan, Modric menghampiri gelandang Brasil, Casemiro, mantan kawan seiring di Real Madrid, yang kini berseragam Manchester United. Keduanya saling berpelukan.

Yang satu mengungkap simpati, yang lain memberi motivasi untuk terus maju. Itulah sportivitas sepakbola.

Masihkah tarian sihir Modric bertuah hingga final? Walahuallam. Satu yang pasti, usai piala dunia nanti, jagat sepakbola tak lagi menyaksikan kepiawaian Modric dengan seragam timnas. "Saya sadar bahwa saya berada di usia tertentu dan ini adalah kompetisi terakhir saya di tim nasional Kroasia," tutupnya.

Editor: Frans (ftagawai@gmail.com)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS