Hilirisasi Dukung Indonesia Menjadi Negara Maju

JAKARTA, investor.id – Hilirisasi dinilai dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi mencapai 6-7%. Dengan besaran pertumbuhan ekonomi tersebut, Indonesia dapat masuk menjadi negara maju yang ditargetkan pada 2045.
Demikian penjelasan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal dalam dalam acara diskusi bertajuk Strategi Mencapai Target Investasi 2023 dengan Mendorong Hilirisasi, yang diselenggarakan Kementerian Investasi/BKPM bekerja sama dengan Investor Daily dan B-Universe di Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Diskusi yang dipandu oleh Pemimpin Redaksi Investor Daily Primus Dorimulu juga dihadiri oleh Deputi Bidang Hilirisasi Investasi Strategis Kementerian Investasi/BKPM Heldy Satrya Putera, Direktur Utama PT VKTR Teknologi Mobilitas Gilarsi Wahju Setijono, dan Corporate Secretary PT Antam Tbk Syarif Faisal Alkadrie.
Faisal menjelaskan, hilirisasi adalah untuk merespons kondisi ekonomi makro. Sebab, sebelum pandemi Covid-19, jelas dia, sebetulnya ekonomi Indonesia sudah menunjukkan perlambatan pertumbuhan, sehingga sebelum pandemi, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5%. Ketika pandemi, pertumbuhan ekonomi semakin tertahan.
“Saat ini, Indonesia baru masuk upper middle income country dan berupaya agar ke depan tidak masuk ke middle income trap. Targetnya, tahun 2045 Indonesia menjadi negara maju. Bappenas sudah menyampaikan untuk menjadi negara maju, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia harus di atas 6-7%. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan transformasi ekonomi untuk mencapai cita-cita itu,” jelas dia.
Berdasarkan data dari tahun 1961-2020, perkembangan produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia berlipat sampai 75 kali, yakni dari US$ 54 menjadi US$ 4.038. Tetapi kalau dibandingkan dengan Korea Selatan pada periode yang sama, PDB per kapita negara tersebut naik 326 kali dari US$ 94 menjadi US$ 30.644. Sedangkan PDB per kapita Tiongkok sejak 1961 hingga 2020 naik 139 kali, dari US$ 76 menjadi US$ 10.582.
Menurut dia, salah satu bentuk transformasi ekonomi adalah transformasi dari ketergantungan pada ekspor komoditas primer kepada ekspor manufaktur. Ini terlihat dari perbandingan share komoditas primer dengan ekspor manufaktur antara Indonesia dengan Tiongkok dan Vietnam. Sejak 1995 sampai 2020. Pada saat booming komoditas, ekspor komoditas Indonesia meningkat dibandingkan dengan manufaktur.
“Jadi tidak ada transformasi yang cukup meyakinkan sejak 1995 sampai saat ini. Beda dengan Tiongkok dan Vietnam. Sejak 1995, ekspor manufaktur sudah dilakukan Tiongkok cukup besar hingga saat ini proporsinya mencapai 90%. Vietnam pada 1995 banyak melakukan ekspor komoditas, tapi transisinya jelas hingga 2020 dan saat ini 80% yang diekspor adalah produk manufaktur,” jelas Faisal.
Dia juga menjelaskan, hilirisasi adalah bentuk upaya meningkatkan peran Indonesia dalam global value chain. Jika melihat dalam kancah internasional, jelas dia, Indonesia adalah yang paling rendah tingkat partisipasinya dalam global value chain secara nilai, tidak hanya dibandingkan dengan negara maju, tapi juga dibandingkan dengan peers countries.
Kalau bicara soal global value chain, ada tingkatan. Tingkatan paling rendah adalah end-tier supplier atau penghasil bahan baku. Peringkat ketiga adalah second-tier supplier, yakni pemasok kepada first-tier (menguasai pengolahan/produksi). Peringkat kedua adalah first-tier supplier yang merupakan pemasok langsung kepada lead-firm (menguasai desain, inovasi). Peringkat pertama adalah lead firm yang merupakan pemasok kepada konsumen/ritel (menguasai informasi pasar, intelectual property, manajemen). Posisi Indonesia masih banyak melakukan ekspor dalam bahan mentah. Dengan demikian, kata dia, Indonesia masih masuk kategori sebagai end-tier supplier.
“Untuk itu, kita perlu upgrading. Caranya ada empat yakni process upgrading, product upgrading, functional upgrading, dan intersectoral upgrading,” kata Faisal.
Dalam konteks hilirisasi yang dibahas saat ini, kata dia, paling tidak akan menyentuh product upgrading, yakni upaya menghasilkan barang yang tadinya sederhana menjadi sophisticated (diolah). Kemudian, intersectoral upgrading, yakni pindah ke industri lain yang masih terkait. “Misalnya, di industri otomotif dengan bahan bakar konvensional, kita upgrade dengan juga mengembangkan industri otomotif listrik (kendaraan listrik),” jelas dia.
Editor: Thomas Harefa (thomas@investor.co.id)
Dapatkan info hot pilihan seputar ekonomi, keuangan, dan pasar modal dengan bergabung di channel Telegram "Official Investor.ID". Lebih praktis, cepat, dan interaktif. Caranya klik link https://t.me/+ijaEXDjGdL1lZTE1, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkait
Berita Terkini
SRC Tambahkan Fitur Inovatif di Aplikasi Ayo
SRC meluncurkan wajah baru aplikasi digital Ayo dengan penambahan sejumlah fitur inovatif terbaru.Aruna Buka Lapangan Pekerjaan bagi 5.000 Masyarakat Pesisir
Aruna telah berkembang pesat dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi 5.000 orang di sekitar wilayah pesisir pantai.Cetak Pendapatan US$ 20,4 M, Business Network International Lansir Chapter Magnify
Khusus di Indonesia BNI telah membuka 7 chapter dan akan menjadi 10 chapter dalam waktu dekat.PGAS Jadi Saham Recommended, setelah Kabar Ini Keluar
PGAS menjadi saham recommeded begitu kabar pengumuman dividen kakap tahun buku 2022 keluar.Formula E Kembali Digelar, DHL Jadi Mitra Logistik Resmi
Menggunakan bahan bakar bio untuk semua angkutan darat dan laut, DHL memindahkan sekitar 415-ton kargo penting di setiap balapan.Tag Terpopuler
Terpopuler
