JAKARTA, investor.id – Harga surat utang negara (SUN) diprediksi turun pekan ini, seiring dengan tren kenaikan imbal hasil (yield) US Treasury.
Head of Fixed Income PT Sucor Asset Management Dimas Yusuf mengatakan, sentimen eksternal terutama dari Amerika Serikat (AS) akan menjadi sentimen utama penggerak harga SUN pekan ini.
"Imbal hasil US Treasury dalam dua minggu terakhir terus meningkat, meski spread dengan SUN bertenor 10 tahun tidak terlalu jauh," jelas dia kepada Investor Daily, Minggu (10/10).
Kendati sentimen eksternal masih mendominasi, dia mengatakan, pelaku pasar tetap memperhatikan kebijakan yang akan diambil oleh otoritas moneter untuk mengurangi fluktuasi nilai tukar rupiah. Pemodal juga akan memperhatikan langkah pemerintah untuk memperkecil defisit.
Dengan sentimen tersebut, Dimas memperkirakan yield SUN 10 tahun pekan ini akan berada di sekitar 6,5%. Sementara, sampai akhir tahun, yield SUN tersebut diperkirakan berada di sekitar 6,2-6,3%.
"Implementasi tapering mulai November akan menentukan pergerakan yield sampai akhir tahun, apakah benar likuiditas obligasi akan berkurang signifikan atau bisa diantisipasi," kata dia.
Secara terpisah, Associate Director of Research and Investment PT Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, yield SUN pekan ini diperkirakan naik ke level 6,2-6,3% untuk tenor 10 tahun dan tenor lima tahun pada kisaran 5,05-6,2%. Data neraca perdagangan dan kinerja ekspor impor dalam negeri akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan SUN tersebut.
Sementara itu, dari luar negeri, investor akan memperhatikan data initial jobless claims dan data retail sales advance AS. Sedangkan dari Eropa dan Tiongkok, sentimen yang akan ditunggu pemodal adalah data neraca perdagangan dan kinerja ekspor impor.
Dari sisi arus modal investor asing, menurut Nico, cenderung mulai meninggalkan pasar obligasi. Sejak awal tahun hingga kini, arus modal asing yang keluar dari pasar obligasi mencapai Rp 3 triliun. "Investor mulai beralih ke pasar saham dan mengurangi investasinya di obligasi, seiring dengan mulai pulihnya perekonomian," kata dia.
Nico melihat, investor akan meninggalkan pasar obligasi untuk sementara waktu, namun beberapa investor ada yang masih menyimpan investasinya dalam bentuk obligasi. Dengan melihat hal ini, investor disrankan untuk tetap memperhatikan pergerakan pasar, terutama pertemuan The Fed pekan depan yang akan mempengaruhi pasar obligasi dan saham secara sekaligus.
Dia menambahkan, investor sebaiknya mulai memperbanyak investasi di obligasi bertenor panjang, yakni di atas 20 tahun. Hal ini sejalan dengan pemulihan ekonomi yang akan mendorong pergerakan harga SUN bertenor panjang.
Editor : Jauhari Mahardhika (jauhari@investor.co.id)
Sumber : Investor Daily
Baca berita lainnya di GOOGLE NEWS