Senin, 29 Mei 2023

Duh, Harga SUN Bakal Kembali Alami Tekanan

Muhammad Ghafur Fadillah
31 Okt 2022 | 05:00 WIB
BAGIKAN
Ilustrasi foto pasar surat utang. Ilustrasi. (sumber: Antara)
Ilustrasi foto pasar surat utang. Ilustrasi. (sumber: Antara)

JAKARTA, investor.id – Harga Surat Utang Negara (SUN) pekan ini diprediksi bakal kembali alami tekanan. Hal ini sejalan dengan kekhawatiran pasar akan kembali meningkatnya suku bunga dan juga tingkat inflasi global. Adapun imbal hasil untuk tenor 10 tahun diperkirakan bergerak pada 7,18%-7,89%.

Fixed Income Analyst PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Ahmad Nasrudin menjelaskan, pasar pekan ini cenderung menunggu hasil rapat dari The Fed yang akan digelar pada 1 sampai 2 November 2022. Pasar sendiri berekspektasi apabila The Fed kenaikan suku bunga menjadi lebih landai. Bila hal itu terjadi, maka kenaikan moderat suku bunga The Fed akan cenderung mendorong kenaikan moderat dalam yield Amerika Serikat AS) dan berimbas juga kepada yield atau imbal hasil dalam negeri.

“Namun, jika the Fed masih menaikkan suku bunga secara agresif, misalnya 50-75 basis poin (bps), saya rasa, pasar akan memandangnya secara negatif. Itu akan mendorong yield naik tinggi, tidak lagi moderat,” jelasnya kepada Investor Daily, akhir pekan lalu.

Selain the Fed, rilis tingkat inflasi domestik adalah yang ditunggu pasar. Itu juga akan mempengaruhi pergerakan yield di pekan depan. Ahmad mengatakan, pada September inflasi naik menjadi 5,95% dari 4,69% pada bulan sebelumnya imbas dari kenaikan bahan bakar. “Hal ini, diproyeksikan akan terus berlanjut hingga Oktober 2022, terlebih harga minyak saat ini kembali naik menjadi di sekitar US$ 95 per barel setelah sebelumnya sempat turun di bawah US$ 90 per barel,” ujarnya.

Duh, Harga SUN Bakal Kembali Alami Tekanan
SUN

Lebih lanjut, pekan ini imbal hasil dengan tenor 10 tahun diperkirakan bergerak di kisaran 7,18%-7,89%. Itu semua tergantung pada hasil pertemuan the Fed dan rilis tingkat inflasi domestik.

Jika keduanya cenderung tidak sesuai dengan yang diekspektasikan oleh pasar, yield akan mengakhiri pekan depan pada level yang lebih tinggi daripada Jumat pekan lalu. Namun Ahmad menegaskan, jika sesuai, yield akan cenderung sideways di mana naik hingga Rabu pekan ini dan kembali turun pada Jumat akhir pekan depan.

Secara terpisah, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus yang memproyeksikan bahwa imbal hasil secara lambat akan mengalami penurunan, meski kemudian resiko kenaikan masih cukup besar. “Imbal hasil akan mengalami kenaikan pada 3 November 2022 mendatang didukung oleh data ekonomi yang akan keluar di awal bulan dan menjadi penggerak kenaikkan imbal hasil. Selain itu, data inflasi di awal bulan yang diprediksi kembali mengalami kenaikkan,” kata dia.

Dengan demikian, Pilarmas Investindo Sekuritas memproyeksikan bahwa  imbal hasil imbal hasil obligasi akan bergerak pada rentang 7,05% hingga 7,20% pada tenor 5 tahun, kemudian untuk 10 tahun pada kisaran 7,05% hingga 7,65%, lalu untuk 15 tahun pada 7,55%-7,65% dan 20 tahun pada 7,60% dan 7,70%.

Duh, Harga SUN Bakal Kembali Alami Tekanan
Data kepemilikan domestik SUN

Pelemahan Serapan SUN

Tingkat inflasi, geopolitik juga berdampak pada penurunan penyerapan SUN dipasar baik untuk para investor domestic maupun asing. Menurunya kepemilikan asing pada pasar SUN juga terjadi akibat kenaikan suku bunga agresif oleh bank-bank sentral di dunia, terutama di negara maju. Selain itu, faktor geopolitik juga mempengaruhi ketidakpastian dan mendorong investor asing untuk risk averse.

Asing dinilai cenderung akan melepas kepemilikan aset-aset berisiko - seperti obligasi negara berkembang, termasuk Indonesia – untuk mengamankan portofolio. Data kepemilikan asing dan domestik menunjukan investor membukukan jual bersih yang signifikan selama 2022.

Sedangkan untuk domestik, menunjukan bahwa sektor perbankan mulai mengurangi kepemilikan sejak 2021 lalu atau pasca pandemi sudah mulai melandai. Dengan perekonomian yang mulai kembali berjalan membuat tingkat penyaluran kredit kembali bertumbuh karena berpotensi mendatangkan untung lebih besar.

Hal ini, berbeda dengan masa pandemi. Sektor perbankan kesulitan untuk menyalurkan kredit sehingga dana yang tersedia digunakan untuk membeli SUN. Sementara itu, mengetatkan kebijakan moneter membutuhkan bank sentral untuk menjual surat berharga pemerintah untuk menyerap likuiditas di pasar melalui operasi pasar terbuka. “Jadi, alih-alih meningkatkan pembelian, bank sentral akan cenderung melepas kepemilikan mereka. Apalagi, bank sentral akan mulai menghentikan skema burden sharing di pasar primer, yang mana membantu penyerapan SUN selama pandemi,” tutur Ahmad.

Duh, Harga SUN Bakal Kembali Alami Tekanan
Data Kepemilikan Asing SUN

Lelang SBSN

Sebagai informasi, pada Selasa 1 November 2022 mendatang, pemerintah berencana melakukan lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Sebanyak enam seri yang akan masuk dalam lelang tersebut dengan target indikatif Rp 5 triliun.

Ahmad memproyeksikan penawaran yang masuk tidak akan banyak berubah dari gelaran lelang sebelumnya. Pasalnya, mencermati hasil lelang yang sudah dilakukan dari awal Oktober penawaran yang masuk cenderung lemah yang terindikasi dari bid-to-cover ratio yang hanya 1,81 kali, lebih rendah daripada bulan-bulan sebelumnya yang mana mencapai lebih dari 2,5 kali.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Ahmad memperkirakan lelang pekan depan akan membukukan bid-to-cover ratio sekitar 1,7-2,5 kali. Dengan kata lain, penawaran yang akan masuk sekitar Rp 8,5 triliun hingga Rp 12,5 triliun.

Sementara itu, Nico mengatakan, pelaku pasar dan investor masih akan menunggu untuk masuk ke dalam pasar obligasi hingga kenaikkan tingkat suku bunga mereda. Sejauh ini Pilarmas melihat hingga akhir tahun, penyerapan di pasar lelang akan tergantung sejauh mana issue inflasi dan kenaikan tingkat suku bunga mereda.

Selama isu tersebut masih ada, Nico meyakini, pelaku pasar dan investor akan cenderung wait and see, setidaknya hingga akhir tahun. Untuk lelang, Pilarmas memproyeksikan bahwa total penawaran yang masuk akan berkisar Rp 15 – Rp 20 triliun, dengan dominasi oleh investor lokal.

“Pemerintah juga tidak menggunakan strategi front loading di tahun ini, lebih cenderung mengandalkan pembiayaan selain melalui utang,” pungkasnya.

Editor: Indah Handayani (indah.handayani26@gmail.com)

Dapatkan info hot pilihan seputar ekonomi, keuangan, dan pasar modal dengan bergabung di channel Telegram "Official Investor.ID". Lebih praktis, cepat, dan interaktif. Caranya klik link https://t.me/+ijaEXDjGdL1lZTE1, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Lifestyle 2 jam yang lalu

Indonesia Akan Salurkan Bantuan Vaksin ke Zimbabwe dan Kenya 

LDKPI sudah menyalurkan bantuan vaksin pentavalen terhadap Nigeria sebanyak 730 ribu dosis vaksin.
Business 3 jam yang lalu

Dukung Kinerja Ponsel, 4 Barang ini Wajib Dimiliki Pengguna

Setiap ponsel membutuhkan aksesoris tambahan untuk melindungi dan mengoptimalkan kerjanya.
Business 3 jam yang lalu

Dukung Implementasi Kurikulum Merdeka, Kelas Pintar Gelar Aneka Program

Program-program tersebut antara lain rangkaian webinar, pendampingan ke satuan pendidikan binaan
Market 3 jam yang lalu

Eks Dirut Bursa Blak-blakan soal Bumi Minerals (BRMS), Ini Peluang dan Risikonya

Hasan Zein, mantan dirut Bursa Efek Jakarta, mengulas soal potensi kinerja Bumi Resources Minerals (BRMS). Ini tentu ada peluang dan risiko.
Macroeconomy 4 jam yang lalu

Baparekraf ScaleUp Champions , Program Dukung Industri Kreatif dan Startup Digital

Baparekraf Scale-Up Champions 2023 diharapkan akan menghasilkan Unicorn dan Decacorn baru di Indonesia.
Copyright © 2023 Investor.id