Kamis, 23 Maret 2023

Rupiah Anjlok 8,6%, tapi Lebih Baik dari Rupee dan Ringgit

Triyan Pangastuti
3 Nov 2022 | 20:55 WIB
BAGIKAN
Ilustrasi uang. (Foto: Beritasatu Photo/Uthan A Rachim)
Ilustrasi uang. (Foto: Beritasatu Photo/Uthan A Rachim)

JAKARTA, investor.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, depresiasi atau pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah tetap terjaga di tengah tren menguatnya dolar Amerika Serikat (AS) akibat peningkatan gejolak ekonomi global.

Ia menjelaskan, rupiah sudah terdepresiasi 8,62% (year to date/ytd) hingga 31 Oktober. Namun, pelemahan itu lebih rendah ketimbang depresiasi mata uang India (rupee) yang mencapai 10,2%, Malaysia (ringgit) 11,86%, dan Thailand (baht) 12,23%.

"Depresiasi rupiah masih relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India, Malaysia, dan Thailand, sejalan dengan persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif," ujarnya dalam konferensi pers KSSK, Kamis (3/11/2022).

Menurutnya depresiasi nilai tukar negara berkembang didorong menguatnya dolar AS dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara, terutama Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data, indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) tercatat mencapai level tertinggi dalam 2 dekade terakhir yaitu 114,76 pada 28 September 2022 lalu. "Stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah tren menguatnya dollar AS," kata dia.

Sementara di sisi fiskal, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 positif. Posisi APBN secara keseluruhan masih surplus mencapai Rp 60,9 triliun atau 0,33% dari produk domestij bruto (PDB). Dari sisi keseimbangan primer, surplus mencapai Rp 339,4 triliun.

"Kinerja yang positif disumbangkan realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp 1.974,7 triliun atau 87,1% dari target yang tercantum dalam Perpres 98 tahun 2022. Dalam hal ini, pendapatan negara dan hibah mengalami pertumbuhan 45,7% year on year (yoy)," tuturnya.

Adapun berbagai faktor positif masih konsisten hingga akhir September didorong kenaikan pendapatan negara dan hibah. Hal ini sejalan momentum pertumbuhan ekonomi. Kemudian penguatan pemulihan ekonomi, aktivitas masyarakat, kenaikan harga-harga komoditas dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Editor: Jauhari Mahardhika (jauhari@investor.co.id)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Market 1 jam yang lalu

Bumi Resources (BUMI) Bikin Hattrick terkait ESG

Bumi Resources (BUMI) berhasil membuat hattrick terkait tata kelola, sosial, dan lingkungan (environmental, social, and governance/ESG).
International 2 jam yang lalu

Pendapatan dan Saham Supermicro Terus Tumbuh Selama Tiga Tahun

Harga saham Supermicro di bursa Nasdaq yang berkode SMCI telah melonjak 487% dalam tiga tahun.
National 3 jam yang lalu

Menteri Kesehatan Ungkap Adanya Bisnis Izin Praktik Dokter, DPR: Usut Tuntas!

DPR mendesak agar bisnis Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter harus diusut sampai tuntas.
National 3 jam yang lalu

RUU Kesehatan Belum Signifikan Dorong Penambahan Jumlah Dokter Spesialis

Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) masih menemukan pasal di RUU Kesehatan yang menghambat penambahan dokter spesialis di Indonesia.
Business 3 jam yang lalu

APLSI dan PwC Indonesia Gelar Diskusi Perdagangan Karbon

APLSI dan PwC Indonesia mengadakan diskusi panel dengan tema Pelaksanaan Teknis dalam Perdagangan Karbon pada Subsektor Pembangkit Listrik.
Copyright © 2023 Investor.id