JAKARTA, investor.id - PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (Manulife AM) menilai, pasar obligasi tahun ini masih cukup baik. Hal ini didukung oleh fundamental makro ekonomi Indonesia yang lebih siap dalam menghadapi potensi kenaikan suku bunga.
Senior Portfolio Manager, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Syuhada Arief menjelaskan, secara teori, dalam periode siklus kenaikan suku bunga, kelas aset obligasi akan menghadapi lebih banyak tantangan, sesuai dengan prinsip bahwa suku bunga dan harga obligasi berbanding terbalik.
Baca juga: Manulife Investment Management: Pasar Saham Indonesia Cukup Prospektif Tahun Ini
"Namun yang perlu dicermati adalah fundamental makro ekonomi Indonesia sangat baik dan lebih siap dalam menghadapi potensi kenaikan suku bunga," jelas dia dalam keterangan resmi, Kamis (27/1).
Menurut Syuhada, kuatnya fundamental ekonomi ini didukung oleh beberapa hal. Pertama adalah berkurangnya target penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) pada 2022 menjadi Rp 991,3 triliun.
Penopang lainnya adalah pemulihan ekonomi dan rencana pemerintah untuk menekan defisit anggaran di bawah 3% pada 2023. Hal ini berpotensi mengurangi tekanan pembiayaan dan penerbitan SBN ke depannya. Syuhada menjelaskan, sejauh ini pemulihan ekonomi berdampak positif terhadap penerimaan negara karena pada 2021, penerimaan pajak melebihi target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar 14,9%.
Baca juga: AUM Reksa Dana Manulife Tumbuh Jauh Melampaui Industri
Kemudian, kepemilikan asing juga menurun ke level 19% atau lebih rendah dari dari 37% pada 2018. Padahal pada tahun 2018 juga terjadi kenaikan suku bunga yang dapat mengurangi risiko keluarnya arus modal asing ketika kondisi global memburuk.
Lalu, berlanjutnya skema burden sharing antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dapat mengurangi tekanan pembiayaan di pasar perdana. Selama tahun 2021, Bank Indonesia melakukan pembelian SBN melalui skema burden sharing sebesar Rp 358,3 triliun.
"Pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 269,2 triliun lebih besar dari rata-rata SAL dalam 10 tahun terakhir di Rp 146,3 triliun yang dapat digunakan untuk menutupi kekurangan dalam pembiayaan pada 2022," ungkap dia.
Editor : Gita Rossiana (gita.rossiana@gmail.com)
Sumber : Investor Daily
Berita Terkait