PGE Disarankan Kaji Ulang Penggunaan Dana IPO

JAKARTA, investor.id - Sejumlah kalangan meminta PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) lebih realistis terkait dengan rencana penggunaan dana dan realisasi energi panas bumi. Dosen Teknik EBT Universitas Darma Persada Riki F. Ibrahim menyarankan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk menghitung ulang rencana perseroan pasca-IPO. “PGE harus memastikan pengeboran sumurnya itu tidak gagal,” kata dia, Jumat (3/3/2023).
Penggunaan dana sekitar Rp 7,7 triliun atau 85% dari emisi IPO dengan nilai Rp 9,05 triliun tersebut harus dihitung ulang meski sudah ada rencana dan feasibility study terkait penambahan 600 MW di wilayah kerja panas bumi (WKP) seperti yang diungkap perseroan dalam prospektusnya.
Riki mengatakan, pada best practice sebelumnya, tiap 1 MW dari PLTP membutuhkan nilai investasi sekitar US$ 5 juta. Angka ini hanya untuk penyediaan energi primer, turbin, dan generator hingga menghasilkan listrik. Belum termasuk biaya pembebasan lahan. “Untuk itu, harus dihitung ulang,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut, rata-rata investasi untuk pembangkit panas bumi berada pada kisaran US$ 5-7 juta per MW. Bahkan, belum lama ini, Menteri BUMN periode 2011-2014 Dahlan Iskan menulis bahwa 4 dari 10 sumur panas bumi yang dibor itu biasanya “kosong”. Dengan kata lain, potensi kegagalannya mencapai 40%. “Padahal pula, di satu lokasi tender harus dilakukan pengeboran sampai 5 sumur untuk mendapatkan jumlah panas bumi yang cukup ekonomis bagi membangkitkan listrik,” tulis Dahlan dalam sebuah esai pada akhir Februari 2023.
Risiko Gagal
Jika dihitung, jika 1 MW membutuhkan sekitar Rp 75 miliar maka uang hasil IPO yang ditarget menjadi 600 MW sangat tidak masuk akal. Jika dibagi antara Rp 7,7 triliun dengan Rp 75 miliar biaya investasi 1 MW maka hanya didapat 102 MW. Riki yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) melanjutkan, masih ada risiko berupa kegagalan yang mengintai saat pengeboran untuk mendapatkan panas bumi.
“PGE harus bisa memaksimalkan tingkat kesuksesan pengeboran sumur panas bumi dengan potensi kegagalan 30% atau lebih rendah dibandingkan dengan best practice di masa lalu yang potensi gagalnya sangat tinggi,” ujarnya.
Sepertinya, perusahaan berkode saham PGEO itu juga sudah menyadari adanya risiko tersebut. Perseroan penyadari bahwa industri panas bumi tidak memiliki metodologi yang dibakukan sebagai standar tunggal secara internasional mengenai cara data cadangan sumber daya panas bumi diperkirakan, dicatat dan disertifikasi. Oleh sebab itu, papar Riki, penentuan cadangan sumber daya panas bumi merupakan kegiatan yang bersifat probabilistik. “Dengan demikian, ada kemungkinan gagal sehingga tidak terdapat jaminan bahwa data cadangan sumber daya panas bumi itu dapat mencerminkan hasil aktual,” tambah dia.
Editor: Kunradus Aliandu (kunradu@investor.co.id)
Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkait
Berita Terkini
Riset Snapcart: Gratis Ongkir Jadi Daya Tarik Konsumen untuk Belanja Online
Penawaran menarik khususnya gratis ongkir sepertinya akan selalu menjadi salah satu kunci daya tarik utamaBank Sentral Swiss Naikkan Suku Bunga 50 bps di Tengah Kekacauan
Bank sentral Swiss (Swiss National Bank/ SNB) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) pada Kamis (23/3).Kekayaan Lim Hariyanto Pemilik Harita Melonjak, Geser Posisi 12 Konglomerat!
Kekayaan Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, pemilik Grup Harita, tiba-tiba melonjak. Bahkan mengalahkan 12 atau selusin konglomerat.Ini Bukti Komitmen Ekonomi Berkelanjutan GRP
PT Gunung Raja Paksi (GRP) berkomitmen penuh menerapkan prinsip environment, social, and governance (ESG) dalam menjalankan roda perusahaan.Outstanding Kredit Pinang Maksima dari Bank Raya Tumbuh 163%
Total outstanding kredit Pinang Maksima Bank Raya sampai dengan Desember 2022 sebesar Rp 159,4 miliar atau tumbuh sebesar 163,5% (yoy)Tag Terpopuler
Terpopuler
