Mengungkap Kekuatan Investor Institusi dalam Investasi Hijau

JAKARTA, investor.id - Investor institusi juga berpotensi besar dalam pengembangan investasi hijau. Investor yang terdiri dari asuransi jiwa, reksadana, dan dana pensiun itu memiliki dana kelolaan investasi hingga ratusan triliun. Lembaga lain yang potensial adalah BPJS Ketenagakerjaan dengan dana kelolaan sekitar Rp 540 triliun.
Sayang, investor institusi juga belum tergerak untuk menanamkan dana di instrumen investasi hijau. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi, hanya sebagian kecil pelaku industri yang sudah menanamkan modalnya di investasi berbasis ESG.
Lagi-lagi cuan yang membuat dana pensiun enggan berinvestasi di instrumen hijau. "Kalau dibandingkan dengan produk investasi biasa, return-nya belum bersaing," ucap Bambang kepada Investor Daily akhir tahun lalu. Ditambah, pelaku dana pensiun belum memiliki kesadaran yang tinggi terhadap keberlanjutan lingkungan dalam memilih produk investasi.
“Sosialisasi sudah dilakukan dan regulator juga sudah mengajak, namun memang mereka masih setengah-setengah untuk nyemplung ke investasi berbasis ESG,” Bambang menambahkan.
Selain itu, pelaku industri juga terkendala aturan investasi yang berlaku di industri dana pensiun. Instrumen berbasis ESG tidak memiliki program switching yang memudahkan investor mengalihkan dana ke produk lain. Di sisi lain, produk investasi konvensional sangat menarik dengan iming-iming dividen yang tinggi, serta fundamental emiten non-ESG yang kadang lebih baik.
Berbeda dengan dana pensiun, dua perusahaan asuransi tampaknya sudah mulai masuk ke investasi berbasis ESG. Itikad ini mengikuti arahan dari grup usaha mereka yang merupakan perusahaan global.
Chief Executive Officer (CEO) PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia Edy Tuhirman menjelaskan, sesuai arahan grup, perusahaan wajib menempatkan investasi di instrumen ESG. Salah satunya, pada saham dari emiten yang terdapat di IDX Sri Kehati dan IDX ESG Leader.
CEO PT Zurich Insurance Indonesia Hassan Karim menilai ESG adalah hal yang baik. Di dalam internal Zurich, perusahaan asuransi ini sudah menerapkan ESG seperti mengurangi penggunaan plastik dan pemakaian listrik. Adapun dalam lingkup investasi, Zurich Indonesia sudah berinvestasi di produk obligasi ramah lingkungan atau green bond. “Investasi di green bond sudah dan akan dilanjutkan. Kami juga melihat kesempatan lain.”
Investor institusi besar seperti BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek juga mulai mempertimbangkan prinsip ESG dalam pengelolaan investasi mereka. Pada 2021, sebanyak 10 dari 27 saham yang dimiliki perusahaan pengelola dana jaminan sosial ini termasuk ke dalam kategori IDX ESG. Penempatan saham tersebut berkontribusi 59% dari aset kelolaan saham perseroan. Adapun dana kelolaan BP Jamsostek hingga saat ini mencapai sekitar Rp 540 triliun.
Pendapat yang beragam juga terjadi pada investor institusi lain seperti manajer investasi. Perusahaan yang mengelola dana kolektif dalam bentuk reksadana ini tidak semuanya fokus mengembangkan produk investasi berwawasan lingkungan. Seperti investor ritel, manajer investasi juga punya strategi berbeda.
"Kalau kami fokus di reksa dana pasar uang dan pendapatan tetap," Head of Investment PT Avrist Asset Management (AM) Ika Pratiwi Rahayu memaparkan.
Ia menambahkan, Avrist AM belum memiliki pemahaman yang mendalam mengenai investasi hijau. Perusahaan pun belum berencana mengembangkan produk reksa dana berbasis ESG.
Permintaan Nasabah
Permintaan dari nasabah, menurut Direktur PT Panin Asset Management (AM) Rudiyanto menjadi faktor penting dalam pengembangan produk ESG. Kebetulan di Panin AM, investor institusi ingin memiliki produk itu sehingga perseroan meraciknya menjadi reksadana saham dengan basis IDX Sri Kehati.
Performa produk, sejauh ini cukup menggembirakan, dengan dana kelolaan sebesar Rp 741 miliar per November 2021. Dengan kinerja tersebut, Panin AM akan tetap fokus mengembangkan produk yang ada. "Belum berencana menerbitkan produk baru.”
Secara umum, Rudiyanto menilai, investor institusi punya pemahaman yang lebih baik terhadap produk investasi ESG. Terlihat dari adanya permintaan terhadap produk ini kepada sejumlah manajer investasi. Perusahaan pun menerapkan ESG dalam berinvestasi.
Meski, tidak semua investor institusi memiliki kewajiban menjadikan ESG sebagai tolok ukur berinvestasi. Head of Research and Investment PT Infovesta Utama Wawan Hendrayatna mengungkapkan, dana kelolaan reksadana berbasis ESG masih sangat kecil jika dibandingkan dengan dana kelolaan industri reksadana. “So far masih kecil sekali,” ucap dia.
Menurut Wawan, tantangannya cukup besar untuk membuat ESG lebih dikenal awam. Apalagi, masyarakat dan investor tertarik dengan saham atau investasi yang lebih menguntungkan. Hal ini bisa dilihat dari data pada akhir 2021, indeks saham ESG jauh tertinggal dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). “Perlu lebih ditekankan, mengapa ESG diperlukan dalam berinvestasi.”
Wawan menambahkan, keuntungan berinvestasi di instrumen ESG harus lebih diinformasikan. Terutama kepada generasi muda yang saat ini memegang peranan penting dalam invetasi pasar modal. Sosialisasi ini juga perlu melibatkan emiten yang masuk dalam indeks ESG agar memberi pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya investasi hijau.
Editor: Gita Rossiana (gita.rossiana@gmail.com)
Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkait
Berita Terkini
Riset Snapcart: Gratis Ongkir Jadi Daya Tarik Konsumen untuk Belanja Online
Penawaran menarik khususnya gratis ongkir sepertinya akan selalu menjadi salah satu kunci daya tarik utamaBank Sentral Swiss Naikkan Suku Bunga 50 bps di Tengah Kekacauan
Bank sentral Swiss (Swiss National Bank/ SNB) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) pada Kamis (23/3).Kekayaan Lim Hariyanto Pemilik Harita Melonjak, Geser Posisi 12 Konglomerat!
Kekayaan Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, pemilik Grup Harita, tiba-tiba melonjak. Bahkan mengalahkan 12 atau selusin konglomerat.Ini Bukti Komitmen Ekonomi Berkelanjutan GRP
PT Gunung Raja Paksi (GRP) berkomitmen penuh menerapkan prinsip environment, social, and governance (ESG) dalam menjalankan roda perusahaan.Outstanding Kredit Pinang Maksima dari Bank Raya Tumbuh 163%
Total outstanding kredit Pinang Maksima Bank Raya sampai dengan Desember 2022 sebesar Rp 159,4 miliar atau tumbuh sebesar 163,5% (yoy)Tag Terpopuler
Terpopuler
