JAKARTA- Perjanjian ekstradisi antara
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Vietnam dan Papua Nugini
merupakan wujud dari komitmen Indonesia sebagai bagian dari masyarakat
Internasional guna meningkatkan efektifitas kerja sama internasional.
Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum
kementerian Hukum dan HAM (Dirjen AHU Kemenkum HAM), Harkristuti
Harkrisnowo, pada rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI, di
Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.
Menurut Harkristuti, perjanjian ekstradisi ini dimaksudkan guna
menanggulangi dan memberantas kejahatan lintas batas negara, dengan
menghadirkan tersangka atau terpidana yang pada saat bersamaan juga
dapat menguatkan upaya pengembalian aset hasil kejahatan.
Persetujuan Perjanjian Ekstradisi RI-Papua Nugini maupun RI-Vietnam,
menurut dia, akan menjadi landasan hukum kerja sama di bidang ekstradisi
yang efektif, sehingga permintaan ekstradisi dari Pemerintah Indonesia
yang telah dikirimkan sebelumnya dapat ditindaklanjuti Pemerintah Papua
Nugini maupun Pemerintah Vietnam.
"Dengan diratifikasinya
perjanjiajn ekstradisi ini, maka upaya pemulangan terpidana Joko Tjandra
dan Samadikun Hartono dari kedua negara, ke wilayah hukum Republik
Indonesia menjadi sangat penting dalam upaya penegakan hukum di
Indonesia," katanya.
Selain itu, kata Harkristuti,
pemulangan kedua terpidana tersebut ke Indonesia juga akan memberikan
kemudahan bagi aparat penegak hukum di Indonesia untuk dapat merampas
harta kekayaannya dari hasil kejahatan, baik berada di dalam maupun luar
negeri.
Dengan berlakunya perjanjian ekstradisi terhadap
kedua negara ini, kata Harkristuti, maka aparat penegak hukum di
Indonesia dapat juga melakukan pelacakan, pembekuan, perampasan, dan
pengembalian aset dimaksud ke Indonesia.
"Hal itu sejalan dengan semangat dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.(*/hrb)
Editor : herry barus (herrybarus@yahoo.com.au)
Baca berita lainnya di GOOGLE NEWS