JAKARTA, investor.id - DPR memastikan akan cepat melakukan ratifikasi atau pengesahan perjanjian hukum antara Indonesia dan Singapura terkait kesepakatan ekstradisi, pengelolaan ruang udara atau flight information region (FIR) dan pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA).
Jika Presiden Joko Widodo cepat mengirimkan surat presiden (surpres) pembahasan perjanjian Indonesia dan Singapura tersebut, maka DPR bakal membahas dalam waktu yang singkat juga.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Dave Laksono mengatakan proses pembahasan ratifikasi perjanjian internasional dilakukan seperti membahas rancangan undang-undang (RUU). Namun, kata dia, ratifikasi perjanjian internasional tidak perlu masuk dalam prolegnas dan biasanya dibahas dalam waktu yang singkat.
“Tidak usah (masuk prolegnas), karena ini kan ratifikasi, ini cepat dibahasnya, paling banyak 3 kali rapat atau minimal satu kali rapat, terus langsung disetujui,” ujar Dave di Jakarta, Kamis (27/1/2022).
DPR, kata dia, saat ini menunggu surpres dari Presiden Jokowi untuk membahas ratifikasi perjanjian antara Indonesia dan Singapura. Setelah menerima surpres, kata Dave, nantinya DPR akan membahas perjanjian internasional tersebut.
“Saya tidak tahu apakah nanti akan dibahas di komisi III atau komisi I, tetapi biasanya perjanjian internasional dibahas di komisi I. Namun, karena ini juga terkait perjanjian hukum, bisa jadi dibahas di komisi III atau juga dibahas bersama-sama komisi I dan komisi III,” ungkap dia.
Senada Dave, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta mengatakan proses ratifikasi perjanjian internasional sama seperti proses pembahasan dan pengesahan RUU. Menurut Sukamta, proses ratifikasi pun akan berlangsung cepat untuk disetujui menjadi UU.
“Setelah Pemerintah mengantarkan ke DPR, akan dilakukan penjadwalan dan pembahasan sesuai dengan penugasan di Bamus (badan musyawarah), biasanya didelegasikan ke Komisi 1. Ini termasuk RUU yang cepat dan mestinya simple. Yang penting segera dikirim ke DPR,” jelas Sukamta.
Sukamta juga menuturkan, bahwa Indonesia dan Singapura sebenarnya sudah pernah menandatangani perjanjian ekstradisi dan DCA pada 2007 lalu. Namun, perjanjian itu tak kunjung diratifikasi karena selalu mental di parlemen.
“Kalau saat ini konstelasi politiknya sudah berbeda dengan dulu. Yang penting pencermatan atas pasal-pasal perjanjian perlu dilakukan mendalam, guna memastikan keuntungan bagi Indonesia dan tetap prioritaskan keamanan kedaulatan wilayah Indonesia," pungkas Sukamta.
Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id)
Sumber : BeritaSatu.com