Minggu, 28 Mei 2023

Wanaartha dan Masa Depan Industri Asuransi Jiwa

Oleh Piter Abdullah Redjalam *)
20 Des 2022 | 21:52 WIB
BAGIKAN
Pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah
Pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mengambil kebijakan tegas terhadap perusahaan asuransi. Di tengah sorotan masyarakat atas kasus-kasus gagal bayar klaim nasabah yang terjadi di beberapa perusahaan asuransi jiwa, OJK mengumumkan pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha yang lebih kita kenal sebagai Wanaartha Life (PT WAL).

Pencabutan izin usaha ini dilakukan oleh OJK karena PT WAL tidak dapat memenuhi rasio solvabilitas (risk based capital) yang ditetapkan oleh OJK, yang artinya PT WAL tidak mampu menutup selisih kewajiban dengan aset yang mereka miliki. Konsekuensi dari pencabutan usaha tersebut adalah PT WAL wajib menghentikan kegiatan usahanya dan harus segera melakukan proses likuidasi.

Kebijakan tegas OJK ini memang memiliki konsekuensi yang belum tentu menguntungkan bagi nasabah PT WAL. Dalam proses likuidasi nanti sebagian besar nasabah dapat dipastikan tidak akan mendapatkan hak klaim mereka. Kondisi PT WAL yang tidal solvabel sudah menyiratkan hal tersebut. Seluruh kekayaan PT WAL ketika dilikuidasi tidak cukup untuk membayar semua kewajiban mereka, termasuk kewajiban terhadap nasabah.

Nasabah PT WAL hanya dimungkinkan untuk mendapatkan hak klaim mereka apabila ada mekanisme bailout oleh OJK atau pemerintah. Tetapi sampai saat ini belum ada indikasi bahwa OJK atau pemerintah akan melakukan bailout. Bahkan hampir bisa dipastikan tidak akan ada bailout.

Advertisement

Bailout memang tidak perlu dilakukan karena justru akan berdampak negatif dan akan menjadi bumerang bagi OJK dan pemerintah. Selain berpotensi memunculkan moral hazard bagi pelaku industri asuransi jiwa, bailout juga membutuhkan dana besar yang tidak mungkin ditanggung oleh OJK dan pemerintah, terutama mempertibangkan kondisi saat ini.

Bailout kepada PT WAL juga akan memaksa pemerintah melakukan kebijakan yang sama terhadap kasus-kasus gagal bayar asuransi lainnya. Ketika itu terjadi, biaya bailout akan menjadi sangat-sangat besar dan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dampak lanjutannya bisa berpotensi berkembang menjadi permasalahan politik. Hal ini tentunya akan dihindari oleh OJK dan pemerintah.

Kebijakan Tegas yang Dibutuhkan

Meskipun kebijakan tegas OJK bisa jadi tidak menguntungkan bagi nasabah PT WAL, kebijakan tegas tersebut adalah kebijakan yang harus dilakukan untuk memulai reformasi industri asuransi di Indonesia. Berlarut-larutnya permasalahan di industri asuransi jiwa umumnya disebabkan oleh tidak adanya tindakan tegas oleh regulator terhadap pelanggaran ketentuan khususnya terkait risk based capital.

Sebut saja misalnya permasalahan di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB). Permasalahan di AJBB tidak akan menjelma menjadi raksasa seperti saat ini apabila sejak awal regulator (pada waktu itu adalah Kementerian Keuangan) tidak ragu-ragu melikuidasi AJBB yang jelas-jelas tidak mematuhi ketentuan yang berlaku. Ketidaktegasan ini terus berlanjut dan permasalahan di AJBB berkembang menjadi sangat besar, yang pada akhirnya semakin sulit diselesaikan.

Penyelesaian permasalahan di AJBB baru mendapatkan titik terang ketika OJK mulai tegas menghadapi perilaku “membangkang” pengurus AJBB. Ketegasan OJK tersebut sudah membuahkan hasil. AJBB sudah memiliki pengurus yang solid dan telah berhasil menyusun rencana penyehatan keuangan yang bisa diterima dan disetujui oleh OJK. Hal ini selanjutnya akan menjadi langkah awal penyelesaian seluruh permasalahan di AJBB.

Lembaga Penjamin Polis

Likuidasi PT WAL menyiratkan semakin mendesaknya pembentukan Lembaga Penjamin Polis. Proses likuidasi PT WAL yang diyakini tidak akan bisa membayar semua kewajiban PT WAL kepada nasabahnya berpotensi semakin menggerus kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi, khususnya asuransi jiwa. Sementara saat ini kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi sudah berada pada titik terendah yang disebabkan oleh banyaknya perusahaan asuransi yang gagal bayar klaim dengan korban ribuan nasabah.

Reformasi industri asuransi yang sedang dilakukan oleh OJK membutuhkan adanya Lembaga Penjamin Polis guna mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi. Keberhasilan Lembaga Penjamin Simpanan dalam mengembalikan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan adalah contoh yang sangat baik.

Memahami kebutuhan tersebut Pemerintah dan DPR telah menyepakati RUU Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (P2SK) yang did alamnya termasuk memberikan mandat baru kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai penyelenggara program penjaminan polis asuransi. Seiring dengan mandat baru ini, yakni dengan telah disahkannya RUU P2SK telah disahkan menjadi UU, LPS akan bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan program penjaminan polis.

Mandat baru LPS di atas tentu saja bukan hal mudah dilaksanakan. Dibutuhkan persiapan panjang agar program penjaminan polis asuransi oleh LPS benar-benar bisa diwujudkan. Tetapi kita tidak memiliki kemewahan waktu. Industri asuransi tidak bisa menunggu terlalu lama.

Ketika kini RUU P2SK sudah disahkan menjadi UU dan LPS sudah memiliki payung hukum menyelenggarakan program penjaminan polis, pemerintah dan DPR harus mendorong LPS melakukan semua upaya untuk segera melaksanakannya. Harus ada target waktu yang jelas kapan program penjaminan polis asuransi akan dilaksanakan oleh LPS.

Keharusan Reformasi

Reformasi industri asuransi adalah sebuah keharusan. OJK telah memulainya termasuk dengan mengambil berbagai kebijakan tegas dalam menyelesaikan seluruh permasalahan di industri asuransi. Tidak itu saja, OJK juga terus melakukan penguatan pengaturan dan pengawasan terhadap industri asuransi. Secara bertahap pengaturan dan pengawasan industri asuransi bisa semakin kokoh sehingga mampu memberikan rasa aman bagi nasabah asuransi.

Terselenggaranya program penjaminan polis asuransi akan semakin melengkapi semua infrastruktur reformasi industri asuransi. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika disebutkan bahwa masa depan industri asuransi cukup menjanjikan. Selalu ada cahaya di ujung kegelapan.

*) Direktur Eksekutif Segara Institute

Editor: Totok Subagyo (totok_hs@investor.co.id)

Dapatkan info hot pilihan seputar ekonomi, keuangan, dan pasar modal dengan bergabung di channel Telegram "Official Investor.ID". Lebih praktis, cepat, dan interaktif. Caranya klik link https://t.me/+ijaEXDjGdL1lZTE1, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkini


Market 47 menit yang lalu

Nasabah Prioritas Berpotensi Meningkat, Mandiri Sekuritas Luncurkan MOST Priority

Mandiri Sekuritas meluncurkan MOST Priority. Hal ini seiring pertumbuhan investor pasar modal terus meningkat. 
International 2 jam yang lalu

Biden dan McCarthy Berbicara Soal Kesepakatan Plafon Utang AS

Presiden AS Joe Biden dan anggota kongres Kevin McCarthy melakukan pembicaraan melalui telepon soal kesepakatan plafon utang
Finance 5 jam yang lalu

NPL Tinggi, BPR/BPRS Diminta Akselerasi Transformasi Digital

BPR/BPRS perlu mengakselerasi transformasi digital dalam proses bisnis, karena NPL masih tinggi.
Finance 7 jam yang lalu

 ‘Fraud’ Masih jadi Isu, Indonesia Re dan Gallagher Re Gelar Claim Forum 2023

Claim Forum 2023 untuk meningkatkan kesadaran semua pihak seperti apa proses klaim yang baik dan benar dan demi mencegah terjadinya fraud.
Business 8 jam yang lalu

KKP Jajaki Kerja Sama dengan Pemerintah Kota Fuzhou RRT

RRT termasuk pasar strategis produk perikanan Indonesia, di mana nilai ekspor tahun lalu mencapai US$1,12 miliar atau meningkat 26,29%.

Tag Terpopuler


Copyright © 2023 Investor.id