Kamis, 30 Maret 2023

Teknologi Baterai dalam Transisi Energi

Eko Sulistyo *)
17 Feb 2022 | 15:10 WIB
BAGIKAN
Eko Sulistyo, Komisaris PT PLN (Persero)
Eko Sulistyo, Komisaris PT PLN (Persero)

Baterai dan penyimpanan energi akan menjadi teknologi kunci dalam transisi energi untuk membawa dunia keluar dari krisis iklim. Di hampir setiap skenario global, tindakan mencegah perubahan iklim yang tak terkendali, disepakati listrik bebas karbon menggantikan bahan bakar fosil untuk menjalankan ekonomi. Mobilitas, pemanasan, dan bahkan proses industri, akan digerakkan oleh listrik dari energi terbarukan seperti angin, matahari, dan lain-lain.

Saat ini baterai sudah ada di telepon seluler (ponsel) kita, laptop dan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Pertumbuhan pasar EV dan penyimpanan listrik sta sioner menjadikan inovasi teknologi baterai prospektif di masa depan. Bahkan berbagai lembaga internasional seperti Forum Ekonomi Dunia (WEF), Badan Energi Internasional (IEA), Badan Internasional untuk Energi Terbarukan (IRENA), telah menyatakan, teknologi baterai dapat mengubah transportasi dan produksi energi.

Baterai yang terhubung ke jaringan listrik memungkinkan pasokan energi terbarukan lebih stabil. Sifat energi terbarukan seperti angin dan matahari yang terbutus-putus (intermittent), dapat disimpan dalam baterai dan dipompa kembali ke jaringan listrik saat dibutuhkan. Ekspansi listrik dalam penyediaan energi ini memiliki peran kunci dalam transisi energi bersih, karena dihasilkan dari sumber terbarukan dan tidak menghasilkan emisi.

Dengan potensi energi terbarukan sebesar 3.686 gigawatt (GW), terlepas dari pemanfaatannya yang masih minim, Indonesia memiliki peluang menjalankan transisi energi dan mendapatkan keuntungan ekonomi. Utamanya dari meningkatnya produksi dan penggunaan baterai. Di mana bahan mineral untuk pembuatan baterai, seperti ion lithium, nikel, mangan dan kobalt, cukup berlimpah di bumi Indonesia.

Dominasi Tiongkok

Saat ini, baterai yang paling umum digunakan di kendaraan atau sistem penyimpanan energi stasioner didasarkan pada teknologi lithium-ion. Baterai li thiumion pertama kali muncul secara komersial pada awal 1990-an, sekarang menjadi pilihan uta ma untuk memberi daya pada segala peralatan elektronik, mulai ponsel hingga EV. Permintaan baterai ini diperkirakan bisa mencapai 9.300 gigawatt-jam (GWh) pada akhir dekade ini (Statista, 2021). Permintaan baterai lithium-ion untuk menggerakkan EV dan penyimpanan energi mengalami pertumbuhan eksponensial.

Menurut data lembaga riset energi BloombergNEF (BNEF, 2021), peningkatan itu dari hanya 0,5 GWh pada 2010 menjadi sekitar 526 GWh pada satu dekade kemudian. Permintaan diproyeksikan meningkat 17 kali lipat pada 2030.

Dari sisi harga, biaya rata-rata sel baterai lithium-ion telah turun sebesar 82% sejak 2012. Pada 2023, biaya rata-rata sel baterai lithium-ion akan turun di bawah US$ 100 per kilowatt-jam (kWh) menjadi US$ 73 per kWh pada 2030. Bahkan menurut para analis di BloombergNEF, biaya baterai bisa turun sampai di level US$ 61 per kWh.

Kini Tiongkok adalah raksasa baterai, dan yang diperkirakan akan terus mendominasi rantai pasokan baterai lithium-ion global sampai 2026. Itu bisa terjadi berkat investasi yang ber kelanjutan, juga permintaan lokal dan global dengan angka signifikan. Tiongkok memproses 80% kapasitas produksi sel baterai kebutuhan global saat ini. Dengan kapasitas yang terus meningkat, ditargetkan pada 2026 kapasitasnya akan mencapai hingga dua terawatt (TW), cukup untuk memasok 20 juta EV.

Dalam kurun waktu yang sama, Amerika Serikat (AS) ber ada di peringkat dua, di bawah Tiongkok. AS memiliki pasar EV terbesar kedua secara global, setelah Tiongkok. Negara-negara di Eropa juga naik peringkat dalam rantai pasokan baterai lithium-ion, sejalan dengan tumbuhnya pasar EV.

Rumpun negara Skandinavia semakin penting bagi Eropa dalam upaya pasokan listrik rendah karbon. Finlandia akan segera menjadi rumah bagi salah satu manufaktur terbesar di dunia untuk nikel dan kobalt sulfat, kedua nya adalah bahan utama untuk baterai EV. Eropa telah menetapkan tujuan ambisius untuk memasok semua permintaan baterainya secara mandiri pada 2025. Lewat Green New Deal, Eropa telah berkomitmen untuk investasi hijau miliaran euro guna mengamankan rantai pasokan baterai. Prospeknya cukup cerah, mengingat permintaan baterai di Eropa adalah yang kedua setelah Tiongkok.

Kompetitor Tiongkok sebelumnya, menurut laporan Innovation in Batteries and Electricity Storage, (IEA, 2020), adalah Korea Selatan dan Jepang. Namun mulai 2021, peringkat keduanya sedikit turun. Jepang telah berada di jalur tren naik peringkat ketiga pada 2026, sehubungan permintaan domestik yang meningkat bersamaan dengan investasi lanjutan dalam pemurnian bahan dan produksi komponen.

Kendalanya ada pada aspek lingkungan, sehingga gerak laju produksi bateri yang dihasilkan Jepang dan Korea Selatan se dikit terhambat. Intensitas karbon mereka dianggap masih tinggi dari jaringan listriknya. Ini semacam sinyal, dalam pasokan baterai lithium-ion, pabrikan EV memiliki standar yang tinggi dalam jejak karbon sel baterai.

Harga Kompetitif

Teknologi Baterai dalam Transisi Energi
Ilustrasi baterai listrik: Investor Daily

Tiongkok menjadi negara tunggal terbesar untuk investasi transisi energi, dengan komitmen US$ 266 miliar pada 2021. AS di tempat kedua dengan US$ 114 miliar, sementara negara-negara Uni Eropa berkomitmen lebih dari US$ 154 miliar.

Adapun negara-negara Asia-Pasifik memegang empat dari sepuluh tempat teratas dalam hal investasi, yaitu India dan Korea Selatan, bergabung dengan kekuatan Tiongkok dan Jepang.

Menurut Energy Transition Investment Trends 2022, investasi global dalam transisi energi pada 2021 telah mencapai US$ 755 miliar, sebuah capaian luar biasa. Tingginya angka investasi berkat dukungan kebijakan masing-masing negara dalam program perubahan iklim sesuai Kesepakatan Paris 2015. Investasi meningkat di hampir setiap sektor, termasuk energi terbarukan, penyimpanan energi, transportasi listrik, hidrogen, dan bahan berkelanjutan.

Bagi kita di Indonesia, jumlah angka investasi ini perlu diketahui, namun yang lebih penting lagi adalah aspek kualitatifnya. Investasi yang besar pada akhirnya menjadikan harga bateri li thium-ion menjadi turun, dan berdampak positif bagi harga EV yang makin terjangkau.

Dalam hal investasi transisi energi, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mul yani pernah menyampaikan, Indonesia membutuhkan dana lebih Rp 300 triliun, salah satunya ten tu untuk investasi industri baterai.

Kini di tengah agenda percepatan transisi energi, Indonesia telah masuk dalam arus besar perubahan global tersebut. Bahkan di bawah Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 ini, kelompok negaranegara 20 (G20), akan membahas transisi energi sebagai salah satu agenda utama, selain arsitektur kesehatan global dan digitalisasi ekonomi, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada Oktober mendatang di Bali. 

Sebagai Presidensi G20, Indonesia harus mampu mewakili negara berkembang menunjukkan kepemimpinan global dalam transisi energi. Transisi energy adalah agenda besar yang membutuhkan kerja sama internasional dalam membangun kolaborasi global untuk investasi ekonomi yang lebih ramah lingkungan.

Dalam KTT G20 mendatang, diharapkan Indonesia dapat mengonkretkan percepatan transisi energi yang adil dengan memudahkan akses teknologi dan pen danaan transisi energi bagi negara-negara berkembang.

*) Penulis adalah Komisaris PT PLN (Persero).

Editor: Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Market 7 menit yang lalu

Perbaikan Berlanjut, Sekuritas Ini Pasang Target Saham Bukalapak (BUKA) Rp 400

Sekuritas ini memasang target harga saham BUKA ke Rp 400 didukung perbaikan kinerja keuangan tinggi tahun ini
Market 22 menit yang lalu

Periode Cuti Bersama Idulfitri Maju, Ini Rincian Kalender Libur BEI Terbaru

Periose cuti bersama maju, BEI melakukan perubahan kalender libur bursa 2023. Bagaimana rincian perubahan kalender libur bursa tersebut?
Market 33 menit yang lalu

Emiten Ini Gandeng ABC Lithium Garap Baterai Motor Listrik

Entitas Grup MCAS melakukan kerja sama strategis dengan ABC Lithium dalam pengadaan dan perakitan baterai kendaraan listrik.
Market 43 menit yang lalu

Laba Bersih Jasa Armada (IPCM) Naik 10%

PT Jasa Armada Indonesia Tbk (IPCM) membukukan laba bersih sebesar Rp 150,6 miliar pada 2022, meningkat 10% dari tahun lalu
International 53 menit yang lalu

Goldman Sachs Rombak Kepemimpinan di Grup Pembiayaan EMEA

Goldman Sachs Group Inc. mengubah pembiayaan global, setelah bank Wall Street gabungkan perbankan investasi dan bisnis perdagangannya.
Copyright © 2023 Investor.id