Rabu, 29 Maret 2023

Antara Investasi Besar dan Kesejahteraan Rakyat: Sebuah Catatan Kritis

Oleh Ignas Iryanto *)
31 Jan 2023 | 14:00 WIB
BAGIKAN
Ignas Iryanto, Konsultan CSR dan Community Relation
Ignas Iryanto, Konsultan CSR dan Community Relation

Saya termasuk salah satu orang yang sangat percaya akan pentingnya investasi besar, termasuk pembangunan infrastruktur secara masif seperti yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan menteri pekerja keras seperti menteri PUPR, Pak Basuki. Transformasi peradaban tidak hanya tergantung investasi namun hampir tidak mungkin terjadi tanpa investasi.

Oleh karena itu sikap menolak masuknya investasi adalah sikap anti transformasi sebenarnya. Yang selalu jadi isu bukan investasi itu sendiri namun apa yang diinvestasikan dan bagaimana pola kerja dari investasi itu sendiri. Dan yang selalu jadi pemicu debat soal ini, lebih ke apa dampak dari investasi yang dilakukan bagi rakyat.

Refleksi ini justru ingin mengajukan pertanyaan simple, apakah semua infrastruktur yang dibangun sebagitu banyak tempat di Tanah Air ini, baik infrastruktur transportasi, infrastruktur pertanian dll, apakah telah efektif menjadi faktor pengungkit kesejahteraan di wilayah sekitarnya? Jika sudah, refleksi kita berhenti dengan ucapan selamat tidak hanya kepada presiden dan menteri PUPR namun juga kepada pemimpin daerahnya. Jika belum, refleksi kita akan berlanjut, di mana kekeliruan yang terjadi.

Quo Vadis Bendungan di NTT

Satu contoh kecil, ada 9 bendungan besar dibangun di NTT selama pemerintahan Jokowi. Salah satu bukti perhatian pemerintahan Jokowi untuk NTT, namun coba dicek, setelah bendungan-bendungan itu beroperasi, apakah dia sukses menjadi faktor pengungkit ekonomi masyarakat sekitar? Sepertinya belum ada laporan yang objektif mengenai hal ini.

Begitu juga berbagai proyek infrastruktur lainnya di berbagai tempat di Tanah Air. Pada akhir periode kedua Jokowi sebaiknya semuanya diukur dan indikator keberhasilan yang dipakai harus ada daya ungkit ekonomi terhadap masyarakat sekitar. Apakah ada kenaikan indeks pembangunan manusia di wilayah itu, ada kenaikan simpanan/tabungan msyarakat di bank, ada kenaikan gizi dan tingkat kesehatan publik atau pengurangan jumlah anak yang menderita stunting, dll. Indikator-indikator yang terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat. Jangan hanya indikator-indikator makro ekonomi yang ditampilkan.

Tentu saja, jika dampak sosial ekonominya belum kelihatan, tidak serta merta merupakan kesalahan pemerintah pusat apalagi kesalahan presiden. Kreativitas pemerintah daerah yang sudah seharusnya pro aktif memanfaatkan peluang bagi masyarakatnya dengan adanya proyek-proyek infrastruktur tersebut yang harus dipertanyakan. Apalagi dana yang masuk ke daerah bahkan yang langsung ke desa-desa makin besar.

Desa-desa seputar proyek bendungan tersebut seyogianya didorong serta dibimbing agar mampu menggunakan minimal dana desanya untuk mendorong sektor pertanian desa dengan memanfaatkan hadirnya bendungan baru itu. Teknisnya tentu sangat tergantung kondisi objektif lokal. Namun pasti bisa dilakukan, asal kreatif dan persisten bekerja untuk kepentingan rakyatnya.

Mungkin di masa depan, penempatan proyek infrastruktur apapun di daerah juga menggunakan prasyarat kesiapan daerah dalam menggandakan benefit dari proyek infrastruktur tersebut untuk masyarakatnya dengan program yang jelas terencana dan bisa diukur. Daerah yang tidak siap apalagi yang sudah terbukti tidak mampu menciptakan efek pengganda benefit, dibatasi saja implementasi proyeknya.

Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi

Salah satu indikator makro yang sering digunakan adalah nilai pertumbuhan ekonomi. Pada awal Desember 2022, kita dikejutkan oleh pernyataan presiden bahwa pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia dicapai oleh Provinsi Maluku Utara, yang bertumbuh sebesar 27%. Ini bersumber dari penerimaan daerah sebagai penghasil nikel.

Kita tahu bahwa sebelumnya presiden RI juga mengeluarkan pernyataan dalam konteks kebijakannya yang melarang ekspor bahan mentah nikel, bahwa penerimaaan negara ketika mengekspor bahan mentah biji nikel hanya pada angka US$ 1,1 miliar, namun ketika mengekspor bahan setengah jadi dalam bentuk ferronikel penerimaaannya naik 18 kali menjadi US$ 20.8 miliar. Kenaikan ini tentu juga terjadi pada pendapatan dari daerah penghasil, seperti provinsi Maluku Utara. Karena pertumbuhan dihitung dari perbandingan PDB tahun ini terhadap tahun sebelumnya, jelas pertumbuhannya akan tinggi karena kenaikan pendapatan dari industri tambang dan smelter nikel tersebut.

Pertanyaannya sama: apakah pertumbuhan yang mendadak tinggi tersebut (27%) memberikan dampak pada kesejahteraan rakyat Maluku Utara? Gubernur Mauku Utara telah menyatakan bahwa pertumbuhan yang tinggi tersebut tidak merembes ke rakyatnya dan rakyatnya tetap miskin. Pernyataan ini tentu harus menjadi perhatian walaupun terkesan agak premature. Mengapa?

Tentu saja yang namanya dampak, tidak bisa langsung terjadi seketika. Dampaknya mulai terasa setelah beberapa bulan bahkan tahun dan angka peneriman terakhir yang tinggi itu bertahan secara sustain. Biasanya setelah beberapa bulan, sektor pertanian, perikanan serta UMKM juga akan bertumbuh sebagai efek pengganda dari sektor pertambangan ini. Juga kenaikan pendapat dari masyarakat yang bekerja di sektor tersebut semestinya berdampak pada beberapa variabel, seperti indeks kesehatan maasyarakat dan jumlah tabungan masyarakat. Hal-hal ini sebaiknya dimonitor dan dipublikasikan secara luas.

Jika hasil monitoring menunjukkan bahwa tidak ada pertumbuhan positif dalam aspek-aspek tersebut maka patut dicurigai bahwa penerima manfaat dari pertumbuhan makro tadi hanyalah sekelompok elite di daerah dan mungkin juga di pusat. Tuduhan mengenai oligarki hasil patgulipat antara pemilik kekuatan modal dan pemilik kekuasaan politik menjadi valid. Dan itu berarti ada hal yang harus segera diperbaiki dan diubah oleh presiden mendatang. Dan yang dibutuhkan jelas adalah perubahan sistemik.

Sistem yang bisa mendorong, inisiatif transformasi dari level nasional bisa diintegrasikan dengan kebijakan daerah sehingga terjadi multiplier effect dari proyek-proyek nasional secara optimal di daerah dan di akar rumput. Tidak hanya berhenti di level atas. Juga tidak hanya menunggu trickle down effect secara natural. Proses itu harus dipaksa dan direkayasa secara sistemik.

Indeks BMP, Bobot Manfaat Perusahaan yang dirintis oleh kementerian perindustrian, bisa dijadikan ukuran dampak perusahaan atas kesejahteraan rakyat namun dengan perubahan substansial bahwa index BMP ini dirumuskan dari perubahan positif dari indikator-indikator kesejahteraan rakyat, selain oleh jumlah investasi sosial yang dikeluarkan. Saat ini kementerian perindustrian hanya mengukurnya dari jumlah investasi sosial yang diberikan oleh perusahaan tanpa mengukur dampak sosial dari investasi sosial tersebut.

Ini akan makin penting jika desain strategis yang sudah dirintis oleh Presiden Jokowi dengan menciptakan ekosistem dari industri unggul yang akan membuat dunia tergantung pada Indonesia, berhasil. Sekadar contoh, jika desain strategis di mana Indonesia menjadi produsen baterai untuk E (electric vehicle – kendaraan listrik) berhasil, Artinya, selain nikel, komponen lain penyusun baterai seperti lithium, cobalt, aluminium dan mangan dll, juga sudah diproses di Indonesia menjadi bahan setengah jadi bahkan digunakan sendiri oleh industri kita untuk memproduksi produk jadi seperti baterai EV, maka seluruh produsen EV di dunia akan tergantung pada Indonesia.

Ada studi yang memperkirakan bahwa pada tahun 2030, permintaan baterei EV (mobil listrik), akan meningkat sebesar 30% dengan nilai sebesar US$ 410 miliar atau sekitar Rp 6.200 triliun. Sebuah prediksi sangat optimistis, menyebutkan bahwa 60% dari nilai itu akan tergantung pada supply dari Indonesia. Itu artinya potensi pendapatkan negara hanya dari satu ekosistem ini adalah Rp 3.720 triliun. Bayangkan jika kita berhasil membangun ekosistem dari produk-produk strategis lainnya sebagai roadmap dari hilirisasi industri mineral kita.

Roadmap Menuju Kesejahteraan Rakyat

Kita tentu berharap desain roadmap besar ini bisa terealisasi, walaupun sebuah laporan global yang dimuat di Visual Capitalist edisi 20 Januari 2023 melaporkan dominasi Tiongkok dalam produksi baterai EV masih akan berlangsung hingga tahun 2027, di mana Tiongkok akan menguasai pasar sebesar 69%, sedikit turun dari dominasinya saat ini di tahun 2022 yaitu 77%.

Dalam laporan itu bahkan disebutkan hingga tahun 2027, nama Indonesia belum masuk dalam daftar negara produsen baterai. Sepertinya roadmap yang disusun perlu segera dicek kembali sekaligus mengevaluasi pola kemitraan dengan Tiongkok, biar benar-benar win-win collaboration dan roadmap di mana kita akan menjadi produsen baterai EV, benar-benar bisa terwujud.

Kita coba tetap optimistis bahwa desain strategis Presiden Jokowi akan berjalan sesuai rencana. Pertanyaannya adalah apakah seluruh pendapatan tersebut akan berdampak langsung pada peningkatakan kesejahteraan rakyat? Ini pertanyaan yang harus dijawab, dan karena itu sistem harus dipersiapkan untuk menjamin hal tersebut. Ini adalah tugas dari pemerintahan baru nanti, tugas yang sangat berat dan sangat penting dan harus dijalankan.

Benefit buat pemerintah daerah datang antara lain dari royalti tambang, berbagai jenis pajak terkait pertambangn dan industri smelter serta tentu program CSR sebagai bagian dari strategi ESG korporasi. Tidak tahu apakah sudah ada tim khusus yang bertugas untuk memastikan komponen-komponen itu terbayar secara adil dan ESG dilaksanakan secara substantif sehingga dampaknya pada kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan terealisasi.

Hentikan untuk percaya pada kumpulan penghargaan yang diperoleh oleh dunia korporasi. Dampak terhadap variabel-variabel kesejahteran masyarakat atas investasi yang masuk ke derah sebaiknya dilakukan secara periodik, kontinu dan hakiki. Reward and punishment harus didasarkan pada dampak analisis tersebut serta dilaksanakan tanpa pandang bulu. Yang konsisten menerapkannya diberi reward dan yang mbalelo dihukum hingga dicabut izin operasinya.

Hal yang juga sering menjadi keluhan adalah pola pembagian royalti bagi daerah penghasil yang disuarakan sebagai kurang adil bagi daerah penghasil. Ini tentu harus dibahas bersama DPR untuk mengubahnya. Tuntutan untuk menaikkan porsi bagi daerah penghasil sangat wajar, bukan hanya karena mineralnya berasal dari sana namun lebih karena dampak lingkungan dan dampak sosialnya dialami oleh masyarakat di daerah penghasil.

Pemerintah daerah harus meningkatkan transparansinya atas pemanfaatan dana-dana yang masuk dari sektor ini bagi kesejahteraan masyarakat lewat penguatan UMKM, peningkatan skill rakyat agar bisa terintegrasi sebagai tenaga kerja seluruh korporasi yang beroperasi di daerahnya. Juga penyiapan sistem yang terdesentralisasi atas utility di peedesaan: air bersih, listrik serta akses internet.

Suatu tim khusus yang bergerak di wilayah-wilayah penghasil yang memfasilitasi kolaborasi antara korporasi dan pemerintah daerah sangat diperlukan agar mendorong munculnya dampak langsung dari suatu investasi besar, baik infrastruktur maupun industri, atas peningkatan kesejahteran rakyat. Dengan demikian tidak terjadi gap antara moncernya indikator-indikator makro dengan indiator-indikator kesejahteran rakyat. Semoga menjadi perhatian dari presiden berikutnya. Amin.

*) Peneliti senior pada Risk Consulting Group.

Editor: Totok Subagyo (totok_hs@investor.co.id)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkini


Market 58 menit yang lalu

Anggarkan Dana Rp 250 Miliar, Cisadane (CSRA) Bidik Kenaikan Produksi CPO 25% 

CSRA membidik kenaikan produksi 25% dengan mengalokasikan belanja modal hingga Rp 250 miliar tahun ini
National 1 jam yang lalu

Mahfud MD Sebut Eselon I Tutup Akses Sri Mulyani Terkait Data Pencucian Uang di Kemenkeu

Menkeu sempat menanyakan kepada pejabat Kemenkeu terkait surat PPATK tentang transaksi mencurigakan.
National 1 jam yang lalu

Hindari Kemacetan Arus, Cuti Bersama Libur Idulfitri Digeser Maju dan Tambah 1 Hari

Pemerintah resmi merevisi cuti bersama dan libur Idulfitri dengan penambahan satu hari
National 1 jam yang lalu

Kepala PPATK Ungkap Transaksi Janggal Rp189 Triliun di Kemenkeu

Berikut analisa transaksi TPPU senilai Rp 189 di Kemenkeu berdasarkan analisa PPTAK
National 2 jam yang lalu

Di DPR, Mahfud Beberkan Transaksi Dugaan TPPU Rp 349 Triliun

Transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun terbagi dalam tiga kelompok.
Copyright © 2023 Investor.id