

Tasripin dan Menara Gading Politik
Oleh Ismatillah A Nu’ad
Tasripin, bocah 13 tahun yang harus menanggung beban sebagai kepala keluarga untuk membiayai hidup tiga adiknya membuka perhatian kita semua. Niat dan perjuangan hidupnya patut menjadi cerminan serta pelajaran berharga bagi kita sebagai bangsa ke depan.
Tasripin bukan hidup sebatang kara. Kecuali ibunya yang sudah meninggal dua tahun silam, ia masih punya ayah, yang terpaksa mengadu nasib ke Kalimantan untuk mendapatkan uang. Dia juga punya tiga adik, dan demi mereka inilah Tasripin terpaksa bekerja keras. Setiap pagi dengan telaten Tasripin memandikan adikadiknya, tak lupa menyuapi Daryo, si bungsu. Mencuci, memasak, dan membersihkan rumah, juga jadi bagian dari tugasnya.
Tak lama setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbicara di Twitter Kepresidenan, Tasripin dipertemukan dengan ayahnya yang sebelumnya terpisah karena harus bekerja di perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan. Sementara Satinah, ibu mereka, meninggal dua tahun lalu, di usia 37 tahun, akibat terkena longsoran batu saat menambang pasir di dekat rumahnya.
Dirasuki Perilaku Borjuistik
Kehidupan Tasripin bukan hanya memilukan, tapi juga mengenaskan. Coba bandingkan fasilitas mewah yang diterima para wakil rakyat dan pemerintah dengan menggunakan anggaran belanja negara bermiliar-miliar rupiah itu. Mereka bisa menikmati berbagai kemewahan sementara tak sedikit warga bangsa ini yang terjerembab dalam kemiskinan yang akut. Mereka pun seakan buta melihat fakta yang ada di sektarnya, di tengah masyarakat, seperti dalam kasus Tasripin.
Baca selengkapnya di
Investor Daily versi cetak di https://subscribe.investor.id
Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id)
Berita Terkait