Celios: Koperasi Merah Putih Berpotensi Gagal Bayar Rp 85,96 Triliun

JAKARTA, investor.id – Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih memiliki risiko gagal bayar Rp 85,96 triliun dalam enam tahun masa pinjaman. Pada saat yang sama keuntungan yang hilang (opportunity cost) yang ditanggung oleh sektor perbankan mencapai Rp 76,51 triliun.
Peneliti Ekonomi Celios, Dyah Ayu mengatakan, Indonesia menghadapi risiko ekonomi yang besar, yang berpotensi menambah beban pada sektor perbankan dan pemerintah desa, program Koperasi Merah Putih yang dicanangkan oleh pemerintah, hanya menjadi beban berat ketika operasional belum matang. Perbankan yang dipaksa untuk memberikan pinjaman dan sebagai jaminannya adalah dana desa, semakin menegaskan ketidaksiapan operasional Koperasi Merah Putih.
“Biaya kesempatan ini menggambarkan kerugian besar yang ditanggung oleh perbankan karena lebih memilih untuk mendanai koperasi ini, alih-alih menempatkan dana mereka pada investasi yang lebih menguntungkan,” ucap Dyah dalam pernyataan resmi yang diterima pada Minggu (20/7/2025).
Dyah berpendapat, kebijakan ini berpotensi merugikan perekonomian nasional. Dari perhitungan yang dilakukan Celios, kebijakan ini dapat menyebabkan penurunan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 9,85 triliun dan pengurangan pendapatan masyarakat hingga Rp 10,21 triliun
“Dampak negatif ini bahkan mencakup penurunan penyerapan tenaga kerja sebesar lebih dari 824.000 orang, yang menunjukkan bahwa kebijakan ini berisiko menciptakan distorsi ekonomi yang lebih besar,” tegas Dyah.
Koperasi Merah Putih juga menghadapi tantangan besar di sektor Sumber Daya Manusia (SDM), yang berpotensi menghambat kinerja dan keberlanjutan program ini. Banyak koperasi yang dikelola oleh pengurus dengan kapasitas manajerial yang terbatas, sehingga kesulitan dalam mengelola sumber daya dan menjalankan bisnis secara efisien.
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda menjelaskan, pembangunan desa yang didorong dari pemerintah pusat, bukan bentuk nyata dari pembangunan nasional yang timbul dari masyarakat. Dana desa yang dijadikan jaminan mencederai pembangunan desa yang dicita-citakan dalam UU Desa.
Jika dilihat lebih dalam, ada potensi penyalahgunaan dana pinjaman Koperasi Merah Putih yang masif karena membuka celah korupsi yang baru. Apalagi dengan status kerugian Danantara dan BUMN yang tidak lagi menyandang status ‘kerugian negara’, maka ada potensi melakukan kejahatan korupsi. Selain itu, ada potensi Koperasi Merah Putih menjadi predator badan usaha lainnya yang sudah terlebih dahulu eksis.
“Pelaku ekonomi desa yang akan dirugikan seperti pelaku usaha dan koperasi/lembaga keuangan mikro,” kata Huda.
Di sisi lain, Peneliti Ekonomi Celios, Rani Septyarini mengungkapkan, kinerja koperasi selama delapan tahun terakhir dari sisi aset dan volume usaha memang meningkat, namun masih banyak koperasi yang tergolong industri ultra mikro dan mikro. Rani mengatakan 59,42% yang ada di Indonesia kita memiliki omzet di bawah Rp 300 juta per tahun. Ekspansi koperasi harus bertumpu pada kualitas portofolio serta likuiditas yang sehat.
“Jika skema Kopdes Merah Putih dipaksakan tanpa adanya penilaian risiko yang matang, maka lonjakan kredit bisa berubah menjadi tekanan cadangan kerugian, yang kemudian akan menggerus ekuitas,” kata Rani.
Rani menerangkan, terjadi penurunan laba dan aset pada Lembaga Keuangan Mikro (LKM) koperasi konvensional di tahun 2024. Ini harus dilihat sebagai lampu kuning pembentukan Kopdes Merah Putih.
Dalam hal ini, pemerintah perlu mengkaji kinerja koperasi selama ini: apakah program Koperasi Merah Putih dengan menggunakan dana yang masif merupakan solusi atau justru beban? Jangan sampai dorongan ekspansi koperasi yang berbasis sentimen nasionalisme justru melemahkan ketahanan lembaga keuangan.
“Potensi koperasi cukup besar, tetapi mimpi besar Kopdes Merah Putih justru akan menambah beban berat pada keuangan negara, diiringi dengan risiko yang akan dihadapi terlebih bagi pemerintah desa yang dimandatkan serta Bank Himbara yang dilibatkan”, jelas Rani.
Editor: Prisma Ardianto (ardiantoprisma@gmail.com)

Pelajari Dunia Investasi di Kanal Wealth
Follow Channel Telegram Official kami untuk update artikel-artikel investor.id
FollowBaca Berita Lainnya di Google News
Read Now