Investor Beralih ke Startup Asia Tenggara saat Tiongkok Kehilangan Kemilau

SINGAPURA, investor.id – Perusahaan rintisan (startup) Asia Tenggara menikmati ledakan dari investor yang beralih dari Tiongkok, saat negara tersebut mulai kehilangan kemilaunya. Penggalangan dana oleh dana ventura dan buyout funds yang mengejar return yang lebih besar, berpaling dari gejolak peraturan di pasar Tiongkok.
Kini investor melirik startup di Asia Tenggara, meski dengan risiko pertumbuhan yang lebih lambat.
Perusahaan seperti Insignia Ventures Partners dan East Ventures yang didukung SoftBank termasuk di antara mereka yang telah mengumpulkan total miliaran gabungan untuk startup selama setahun terakhir. Ini digerakkan oleh 650 juta orang di kawasan ini yang menggunakan platform digital.
“Beberapa lembaga terbesar di dunia sekarang datang dengan strategi untuk berinvestasi dan menyebarkan modal ke kawasan seperti Asia Tenggara, yang enam hingga tujuh tahun lalu mungkin bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menyerap cek dengan ukuran yang cukup besar,” kata Vishal Harnal, mitra pengelola di dana ventura 500 Global, dengan aset US$2,8 miliar pada Jumat (23/9).
Baca juga: Mulai Minggu Dini Hari, Grab Naikkan Tarif 5 Layanannya
Harnal adalah salah satu dari sejumlah investor yang berkumpul di Singapura pekan ini di SuperReturn Asia. Itu adalah konferensi ekuitas swasta dan modal ventura, di mana Asia Tenggara menduduki peringkat teratas dalam investasi.
“Hari ini, ada selera yang lebih kuat untuk India dan Asia Tenggara,” kata Joel Thickins, mitra pengelola bersama di TPG Capital Asia, dilansir dari Reuters.
Dipimpin Indonesia
Dipimpin oleh Indonesia, ekonomi internet Asia Tenggara diperkirakan akan meningkat dua kali lipat menjadi US$ 363 miliar pada 2025 dari perkiraan akhir 2021 sebesar US$ 174 miliar dalam volume barang dagangan kotor, menurut sebuah laporan yang mengutip Google, Temasek, serta Bain & Company.
Raksasa perusahaan berbagi tumpangan (ridehailing) sekaligus perusahaan pengiriman makanan Grab Holdings GRAB.O terdaftar di Nasdaq pada Desember 2021, setelah merger senilai US$ 40 miliar. Sementara saingan dari Indonesia, GoTo GOTO.JK mengumpulkan US$ 1,1 miliar dalam pencatatan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun ini.
Bulan ini, grup layanan keuangan digital Fazz mengumpulkan US$ 100 juta. Sementara Xendit Indonesia, yang menyebut dirinya sebagai alternatif Asia Tenggara untuk prosesor pembayaran Stripe, mengumumkan penggalangan dana sebesar US$ 300 juta pada Mei 2022.
Antusiasme tetap ada meskipun uji tuntas untuk startup membutuhkan waktu berbulan-bulan sementara valuasi berada di bawah tekanan, kata investor.
Baca juga: Layanan Tokoscore Bisa Dongkrak Pendapatan GOTO
“Untuk kata yang lebih baik, FOMO juga hadir,” tambah Harnal, mengacu pada tren Fear of Missing Out (FOMO) atau “takut ketinggalan”. Ia melihat tren ini memotivasi banyak investor institusional yang kehilangan pengembalian “fenomenal” karena mereka terlambat mendukung pengusaha di Tiongkok.
Diversifikasi dari Tiongkok
Asia Tenggara mendapat manfaat dari lockdown ketat serta langkah-langkah lain untuk mengendalikan Covid-19 di Tiongkok dan Hong Kong.
Tetapi meskipun dana terdiversifikasi, investor mengatakan pasar yang sangat berbeda di kawasan itu berarti strategi investasi yang seragam tidak ideal.
“Bukannya mereka tidak percaya pada Tiongkok, hanya saja mereka mengurangi eksposur itu,” kata Tang Kok-Yew, ketua pendiri Affinity Equity Partners.
“Ke mana (dana) mereka bisa pergi? Salah satu area yang selalu saya perhatikan bahwa semua orang sangat tertarik adalah Asia Tenggara. Sayangnya, itulah pasar yang paling sulit ditembus,” lanjutnya.
Sebanyak 500 yang disebut mitra terbatas mendaftar untuk menghadiri acara SuperReturn. Para mitra tersebut menawarkan modal bagi investor, seperti Houston Firefighters' Relief and Retirement Fund (HFRRF). Demikian juga sekitar 700 perusahaan ventura dan perusahaan pembelian (buyout firms), seperti Schroders Capital, bersama dengan sejumlah perusahaan keluarga dari Tiongkok.
Baca juga: Bantu Startup RI Naik Kelas, Google Gandeng Impactto
Terlepas dari semua minat, wilayah Asia Tenggara mungkin masih memiliki beberapa cara untuk mencari pendanaan.
“Masih ada kota-kota di AS di mana perusahaan startup mengumpulkan lebih banyak uang daripada semua perusahaan startup di Asia Tenggara,” kata Julie Ruvolo, direktur pelaksana modal ventura di Global Private Capital Association. Ia mengatakan, sebanyak 300 anggotanya kini mengelola aset lebih dari US$ 2 triliun.
Editor: Grace El Dora (graceldora@gmail.com)
Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkait
Berita Terkini
Emiten Ini Gandeng ABC Lithium Garap Baterai Motor Listrik
Entitas Grup MCAS melakukan kerja sama strategis dengan ABC Lithium dalam pengadaan dan perakitan baterai kendaraan listrik.Laba Bersih Jasa Armada (IPCM) Naik 10%
PT Jasa Armada Indonesia Tbk (IPCM) membukukan laba bersih sebesar Rp 150,6 miliar pada 2022, meningkat 10% dari tahun laluGoldman Sachs Rombak Kepemimpinan di Grup Pembiayaan EMEA
Goldman Sachs Group Inc. mengubah pembiayaan global, setelah bank Wall Street gabungkan perbankan investasi dan bisnis perdagangannya.Bidik Pertumbuhan Kinerja, Siloam (SILO) Terapkan 4 Pilar Strategis
SILO menerapkan 4 pilar untuk mempertahankan pertumbuhan kinerja keuangan di tengah peningkatan kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatanIncar Marketing Sales Rp 4,9 Triliun, Lippo Karawaci (LPKR) Andalkan Proyek Properti di Lippo Village
LPKR mengandalkan penjualan properti di Lippo Village untuk membidik marketing sales Rp 4,9 triliun tahun iniTag Terpopuler
Terpopuler
