Kamis, 23 Maret 2023

Jreng! 186 Bank AS Berisiko Gagal seperti Silicon Valley Bank

Jauhari Mahardhika
19 Mar 2023 | 23:20 WIB
BAGIKAN
Nasabah Silicon Valley Bank (SVB) mendengarkan keterangan dari perwakilan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). (Foto: Noah Berger/AFP)
Nasabah Silicon Valley Bank (SVB) mendengarkan keterangan dari perwakilan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). (Foto: Noah Berger/AFP)

JAKARTA, investor.id – Sebuah laporan baru menemukan bahwa 186 bank di Amerika Serikat (AS) berisiko gagal karena kenaikan suku bunga dan tingginya proporsi simpanan yang tidak diasuransikan.

Penelitian yang diunggah di Social Science Research Network berjudul “Monetary Tightening and US Bank Fragility in 2023: Mark-to-Market Losses and Uninsured Depositor Runs?” memperkirakan hilangnya nilai pasar aset masing-masing bank selama tren kenaikan suku bunga Federal Reserve (The Fed).

Nilai aset seperti treasury notes dan pinjaman hipotek dapat menurun ketika obligasi baru memiliki bunga yang lebih tinggi.

Advertisement

Studi ini juga meneliti proporsi pendanaan bank yang berasal dari deposan yang tidak diasuransikan dengan rekening senilai lebih dari US$ 250.000.

Jika setengah dari deposan yang tidak diasuransikan itu seketika menarik dananya dari 186 bank tadi, bahkan deposan yang diasuransikan akan menghadapi penurunan nilai, karena bank tidak akan memiliki aset yang cukup. Kondisi ini akan memaksa Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) untuk turun tangan, menurut penelitian tersebut, seperti dilansir Business Today, Sabtu (18/3/2023).

Namun, penting untuk dicatat bahwa penelitian tersebut tidak mempertimbangkan lindung nilai, yang dapat melindungi banyak bank dari kenaikan suku bunga acuan.

“Bahkan jika hanya setengah dari deposan yang tidak diasuransikan menarik diri, hampir 190 bank memiliki potensi risiko penurunan nilai deposan yang diasuransikan, dengan potensi US$ 300 miliar simpanan yang diasuransikan dalam risiko,” bunyi penelitian tersebut.

Kegagalan Silicon Valley Bank (SVB) adalah contoh risiko yang ditimbulkan oleh kenaikan suku bunga dan simpanan yang tidak diasuransikan. Aset bank kehilangan nilainya karena kenaikan suku bunga, dan nasabah yang khawatir menarik simpanan mereka yang tidak diasuransikan. Akibatnya, bank tersebut gagal memenuhi kewajibannya kepada deposan dan terpaksa ditutup.

Para ekonom yang melakukan studi tersebut memperingatkan bahwa 186 bank ini berisiko mengalami nasib serupa tanpa intervensi atau rekapitalisasi pemerintah. Studi itu menggarisbawahi pentingnya manajemen risiko yang berhati-hati dan diversifikasi sumber pendanaan bagi bank untuk memastikan stabilitas mereka dalam menghadapi fluktuasi pasar.

Editor: Jauhari Mahardhika (jauhari@investor.co.id)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Market 27 menit yang lalu

Likuiditas Start-up Teknologi Disorot, GOTO Aman?

Kondisi ekonomi global saat ini berdampak pada persepsi publik terhadap likuiditas perusahaan teknologi, salah satunya GOTO. Amankah?
Finance 1 jam yang lalu

Ekonom Proyeksi BI Pertahankan Suku Bunga 5,75% Sepanjang 2023

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memproyeksi Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan (BI7DRR) sebesar 5,75% tahun ini.
National 2 jam yang lalu

Tokoh Punokawan dan Pandawa Melandasi Konsep Buku Entrepreneurial Marketing

Simbol Punokawan dan Pandawa membawa pendekatan entrepreneurial marketing untuk menjawab kondisi dinamis dari tahun ke tahun.
Business 3 jam yang lalu

Riset Snapcart: Gratis Ongkir Jadi Daya Tarik Konsumen untuk Belanja Online

Penawaran menarik khususnya gratis ongkir sepertinya akan selalu menjadi salah satu kunci daya tarik utama
International 3 jam yang lalu

Bank Sentral Swiss Naikkan Suku Bunga 50 bps di Tengah Kekacauan

Bank sentral Swiss (Swiss National Bank/ SNB) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) pada Kamis (23/3).
Copyright © 2023 Investor.id