Rabu, 29 Maret 2023

Siap-siap! Pemerintah bakal Kenakan Biaya Vaksin Booster Rp 100.000

Yustinus Paat
8 Feb 2023 | 14:19 WIB
BAGIKAN
Menkes Budi Gunadi Sadikin di acara rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Menkes Budi Gunadi Sadikin di acara rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2/2023).

JAKARTA, Investor.id - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan salah satu perubahan yang pasca pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) adalah pemberian vaksinasi Covid-19 booster tidak gratis lagi untuk umum.

Baca juga: Dana Penanganan Covid-19 Diperluas Jadi ASEAN Response Fund

Menurut Budi, masyarakat yang mendapatkan vaksin booster akan dikenai biaya Rp 100.000. "Vaksinasi untuk booster disiapkan, harganya sebenarnya di bawah Rp 100.000 belum pakai ongkos, ini bisa dicover oleh masyarakat secara independen," ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2/2023).

Budi mengatakan, masyarakat bisa melakukan vaksin booster setiap enam bulan sekali. Menurut dia, nilai Rp 100.000 tidak terlalu kesulitan bagi masyarakat untuk membayarnya. "Harga Rp 100.000 setiap enam bulan sekali menurut saya sih suatu angka yang masih make sense ya," terang Budi.

Advertisement

Baca juga: Akhirnya, Masyarakat Umum Bisa Vaksin Booster Kedua per 24 Januari 2023

Budi menegaskan, kebijakan ini tidak akan berlaku secara umum untuk semua masyarakat. Bagi masyarakat kurang mampu, kata dia, akan ada kebijakan tersendiri di mana bisa mendapatkan vaksin gratis melalui mekanisme Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. "Untuk masyarakat yang tidak mampu nanti kita pakai mekanisme PBI," ungkap dia.

Selain vaksinasi, Budi mengatakan, masyarakat tetapi menjalankan protokol kesehatan pada masa transisi pandemi Covid-19 menuju endemi. Termasuk, kata dia, mengantisipasi munculnya varian-varian baru Covid-19 karena peningkatan kasus Covid-19 umumnya disebabkan oleh munculnya varian baru, bukan mobilitas masyarakat.

Baca juga: Gagal Ginjal Anak, BPOM: Produsen Obat Sirop Praxion Penuhi Standar CPOB

"Kita akan lebih agresif mengenai prokes, vaksinasi, mengenai varian-varian baru. Karena kenaikan kasus Covid-19 karena adanya varian baru, bukan karena mobilitas, bukan acara-acara," pungkas Budi.

Editor: Parluhutan (parluhutan@investor.co.id)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Market 39 menit yang lalu

Anggarkan Dana Rp 250 Miliar, Cisadane (CSRA) Bidik Kenaikan Produksi CPO 25% 

CSRA membidik kenaikan produksi 25% dengan mengalokasikan belanja modal hingga Rp 250 miliar tahun ini
National 55 menit yang lalu

Mahfud MD Sebut Eselon I Tutup Akses Sri Mulyani Terkait Data Pencucian Uang di Kemenkeu

Menkeu sempat menanyakan kepada pejabat Kemenkeu terkait surat PPATK tentang transaksi mencurigakan.
National 58 menit yang lalu

Hindari Kemacetan Arus, Cuti Bersama Libur Idulfitri Digeser Maju dan Tambah 1 Hari

Pemerintah resmi merevisi cuti bersama dan libur Idulfitri dengan penambahan satu hari
National 1 jam yang lalu

Kepala PPATK Ungkap Transaksi Janggal Rp189 Triliun di Kemenkeu

Berikut analisa transaksi TPPU senilai Rp 189 di Kemenkeu berdasarkan analisa PPTAK
National 2 jam yang lalu

Di DPR, Mahfud Beberkan Transaksi Dugaan TPPU Rp 349 Triliun

Transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun terbagi dalam tiga kelompok.

Tag Terpopuler


Copyright © 2023 Investor.id