JAKARTA, investor.id - Harga kontrak Crude Palm Oil (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives lagi-lagi melemah pada perdagangan Selasa (27/9/2022). Dengan demikian, penurunan harga CPO terjadi dalam empat hari perdagangan berturut-turut.
Berdasarkan data Bursa Malaysia Derivatives pada penutupan Selasa (27/9/2022), kontrak berjangka CPO untuk pengiriman Oktober 2022 turun 18 Ringgit Malaysia menjadi 3.463 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak pengiriman November 2022 melemah 13 Ringgit Malaysia menjadi 3.503 Ringgit Malaysia per ton.
Baca juga: Harga CPO Rontok Tiga Hari Berturut-turut
Sementara itu, kontrak pengiriman Desember 2022 terkoreksi 18 Ringgit Malaysia menjadi 3.523 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak pengiriman Januari 2023 terkikis 17 Ringgit Malaysia menjadi 3.558 Ringgit Malaysia per ton.
Serta, kontrak pengiriman Februari 2023 merosot 14 Ringgit Malaysia menjadi 3.603 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak pengiriman Maret 2023 merugi 15 Ringgit Malaysia menjadi 3.640 Ringgit Malaysia per ton.
Baca juga:GAPKI: Ekspor Produk Sawit Naik, Stok Dalam Negeri Mulai Menurun
Research & Development ICDX Girta Yoga mengatakan, harga CPO pada pekan ini diprediksi bergerak stabil pada kisaran sempit. Namun, tren tersebut berpotensi terkoreksi apabila ada indikator kuat di pasar yang dirilis saat akhir pekan ini ataupun di awal pekan depan.
“Indikator yang dipantau di pekan depan adalah rilisnya data ekspor CPO Malaysia bulan September, perkembangan situasi di Indonesia terkait program biodiesel dan kebijakan DMO,” ungkap Yoga kepada Investor Daily, baru-baru ini.
Menurut Yoga, pada 1-20 September ekspor Malaysia mengalami peningkatkan. Hal ini menggambarkan permintaan sedang kuat di pasar. Kemungkinan masih akan tetap bertahan hingga bulan depan, karena akan ada sejumlah perayaan dan festival yang berlangsung pada Oktober di India.
Baca juga: Pemerintah Tingkatkan Alokasi Biodiesel 2022 Jadi 11,03 Juta kl
Disisi lain, lanjutnya, kekhawatiran resesi dunia semakin meningkat. Hal ini berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi secara global, yang akan turut memicu pelemahan permintaan di semua komoditi termasuk CPO.
Ditambah lagi, lanjut Yoga, harga minyak kedelai yang masih bergerak tren bullish. Hal ini akibat gangguan pada sisi pasokan akibat cuaca La Nina serta kondisi cuaca yang tidak bersahabat di negara-negara produsen utama minyak kedelai.
“Harga minyak kedelai diperkirakan akan bergerak pada resistance berada di kisaran harga US$ 67 - 68 per bushel. Sedangkan support di kisaran harga US$ 65 - 64 per bushel,” tutupnya.
Editor : Indah Handayani (indah.handayani26@gmail.com)
Sumber : Investor Daily
Baca berita lainnya di GOOGLE NEWS