JAKARTA, Investor.id - Pelemahan nilai tukar rupiah membuat biaya produksi sejumlah industri membengkak. Alasannya, biaya pengadaan bahan baku impor naik.
“Namun, sejauh ini, industri belum menaikkan harga jual demi menjaga kinerja penjualan dan daya beli konsumen,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang di Jakarta, Senin (7/11).
Dia mengatakan, rupiah yang sempat melemah ke level Rp 15.700 per dolar AS pekan lalu memicu kekhawatiran pengusaha yang komponen produksinya lebih banyak impor. Sebab, hal ini bisa memangkas margin, jika kenaikan biaya produksi tidak diteruskan ke harga jual.
"Saat ini, industri yang masih tergantung bahan baku impor antara lain farmasi, industri kimia dan pengerajin tahu tempe," kata dia.
Menurut dia, tantangan lainnya berasal dari eksposur utang valuta asing perusahaan. Meski menghadapi tantangan yang berat, dunia usaha masih akan sangat hati-hati dalam menaikkan harga jual di tingkat konsumen. Sebab, apabila harga dinaikkan, akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat yang berujung pada pertumbuhan ekonomi.
Artinya, dia menyatakan, opsi menaikkan harga jual belum digunakan oleh pelaku usaha dalam merespons pelemahan rupiah. Saat ini, pengusaha masih memantau perkembangan pelemahan rupiah, apakah ini berlangsung sementara, jangka menengah, atau jangka panjang.
“Namun, jika dalam jangka menengah panjang, rupiah tetap melemah, tidak ada pilihan lagi. Memang, bagi produk tertentu, seperti tahu tempe, masih bisa disiasati dengan mengurangi ukuran produk dengan harga sama,” kata dia.
Editor : Harso Kurniawan (harso@investor.co.id)
Sumber : Investor Daily
Baca berita lainnya di GOOGLE NEWS