Selasa, 28 Maret 2023

Ekonom: Utang Era Jokowi Melonjak 189,5%, Jadi Tantangan APBN Kedepan

Triyan Pangastuti
5 Jan 2023 | 14:29 WIB
BAGIKAN
Ilustrasi utang. (Foto: Pixabay)
Ilustrasi utang. (Foto: Pixabay)

JAKARTA, investor.id - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menyebut, perkembangan utang pemerintah pusat di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun 2014 hingga November 2022 mengalami lonjakan hingga 189,5%. Beban utang ini akan menjadi tantangan yang berat bagi kepemimpinan Presiden berikutnya.

Didik mengatakan, kenaikan utang pemerintah yang sangat signifikan, kian meningkat saat pandemi Covid-19. Penumpukan utang ini pun diyakininya akan mengkhawatirkan bagi keberlanjutan APBN kedepan.

"Posisi utang tahun 2014 Rp 2.608,78 triliun dan sekarang sampai November 2022 utangnya mencapai Rp 7.554,25 triliun. Itu belasan triliun utang yang diwariskan pada pemimpin mendatang," ucapnya dalam diskusi Publik Indef, Kamis (5/1/2023).

Advertisement

Sebagaimana diketahui, utang hingga November 2022 tercatat Rp 7.554,25 triliun atau setara dengan 38,65% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Posisi utang tersebut bertambah Rp 57,55 triliun jika dibandingkan dengan posisi utang pada Oktober 2022 yang sebesar Rp 7.496,7 triliun.

Didik mengatakan, lonjakan utang yang sangat tinggi akan berimplikasi pada beban berat yang harus ditanggung oleh APBN di masa depan.

“Implikasinya pada APBN ke depan yang akan habis untuk membayar utang,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, sepanjang tahun 2022 pendapatan negara mencapai Rp 2.626,4 triliun atau tumbuh hingga 115,9% dari target sebesar Rp 2.266,2 triliun. Kinerja ini bahkan tumbuh 30,6% (yoy).

Capaian ini tidak terlepas efek positif dari naiknya harga komoditas sehingga mendorong moncernya penerimaan pajak, bea dan cukai hingga PNBP yang melampaui target.

Disisi lain, belanja negara di Desember 2022 tercatat Rp 3.090,8 triliun. Alhasil  pemerintah berhasil menekan defisit APBN menjadi sebesar Rp 464,3 triliun atau 2,38% dari PDB, dari proyeksi awal dalam Perpres No. 98/2022 sebesar Rp 840,2 triliun.

"Penerimaan yang tinggi karena dunia runtuh dari kenaikan harga komoditas di pasar global, sehingga mendorong peningkatan penerimaan negara. Namun ini hanya 2-3 tahun dan akan kembali lagi (normal),” pungkasnya.

Editor: Indah Handayani (indah.handayani26@gmail.com)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Macroeconomy 1 jam yang lalu

Indonesia Usung Tiga Prioritas dalam Keketuaan Asean 2023

Recovery–rebuilding, difokuskan pada upaya untuk pemulihan dan kebangkitan ekonomi dari pandemi Covid-19 yang melanda semua negara.
Market 1 jam yang lalu

Pendapatan Emiten Grup Djarum (TOWR) Melonjak, Laba Naik Tipis-tipis

Sarana Menara Nusantara (TOWR), emiten menara telekomunikasi milik Grup Djarum, mencetak pendapatan Rp 11,03 triliun pada 2022.
Finance 1 jam yang lalu

Sinarmas Asset Management Raih Penghargaan Best Mutual Fund 2023

Sinarmas Asset Management meraih penghargaan Best Mutual Fund tahun 2023 dari Infovesta Utama bekerjasama dengan Majalah Investor B-Universe
Business 1 jam yang lalu

Kinerja Bisnis Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Lampaui Target

optimasi kilang dilakukan dengan menghasilkan produk bernilai tinggi
Lifestyle 2 jam yang lalu

Perempuan Harus Bisa Tingkatkan Kapasitas dan Kepercayaan Diri

Kaum perempuan bisa menempuh jalannya masing-masing dan berdampak positif, sesuai bidangnya.
Copyright © 2023 Investor.id