PGE Incar Kenaikan Kapasitas Energi Panas Bumi 2 Kali Lipat

JAKARTA, investor.id – PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) berkomitmen menjawab tantangan dalam mengembangkan pemanfaatan besarnya potensi geotermal di Indonesia.
Presiden Direktur PT Pertamina Geotermal Energy, Ahmad Yuniarto, mengatakan, dalam 10 tahun ke depan, PGE menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang energi bersih yang bersumber dari panas bumi hingga dua kali lipat lebih dari yang saat ini dioperasikan oleh PGE.
Dikatakan, PGE dapat meningkatkan kapasitas terpasang yang dikelola langsung PGE menjadi 1.272MW pada tahun 2027 “Ini artinya di tahun 2030 PGE berpotensi untuk bisa memberikan kontribusi potensi pengurangan emisi sebesar 9 juta ton CO2 per tahun, dan menargetkan menjadi tiga besar perusahaan produsen panas bumi di dunia,” kata Yuniarto, dalam keterangan tertulis, Selasa (7/2/2023).
Indonesia sendiri diprediksi akan merajai pemanfaatan panas bumi di dunia dalam beberapa tahun ke depan. Wood Mackenzie memperkirakan pada 2026, kapasitas terpasang panas bumi Indonesia diprediksi mencapai 5.240 MW. Bahkan pada 2030, kapasitas terpasang geotermal di Indonesia bisa menembus 6.210 MW.
Baca juga: Terungkap, Rencana di Balik IPO Pertamina Geothermal (PGEO)
Jumlah itu akan membuat Indonesia menempati posisi pertama di dunia, mengungguli Amerika Serikat yang pada 2026 kapasitas terpasangnya diprediksi mencapai 3.960 MW dan 4.160 MW pada 2030.
Terkait potensi tadi, pengembangan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) merupakan program pemerintah di sektor ketenagalistrikan dalam mengejar target bauran energi EBT 23% pada 2025 dan 31% di 2030. Hal ini sejalan dengan ambisi pemerintah mengejar target net zero emission (NZE) di 2060.
Bahkan, pemerintah pun memasukkan panas bumi sebagai sumber energi terbarukan sebagai bagian transisi energi sektor ketenagalistrikan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Namun demikian, sejauh ini pemanfaatan geotermal di Indonesia tersebut masih relatif rendah. Hal itu tercermin dari, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang hanya mencapai 2.276 MW. Alhasil, masih terdapat ruang untuk pemanfaatan geotermal sebagai sumber energi PLTP sebesar 21.424 MW.
Yuniarto menyebut, PGE memiliki peran besar. Di mulai dari wilayah Kamojang, Jawa Barat, hingga saat ini PGE mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang tersebar di 6 area dengan kapasitas terpasang 672 MW yang dioperasikan sendiri.
Baca juga: Pertamina Geothermal (PGEO) Akhirnya IPO, Bidik Dana Rp 9,78 T
Sementara itu, sebanyak 1.205 MW dikelola melalui Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract/JOC). Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE berkontribusi sebesar sekitar 82% dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi emission avoidance CO2 sekitar 9,7 juta ton CO2 per tahun.
Selain itu, secara lebih detail, pemanfaatan yang dilakukan olehi PGE dari energi geotermal telah berhasil membuat 2.085.000 rumah di Indonesia teraliri listrik.
Smenetara, sejalan dengan langkah pemerintah dalam mempercepat pengembangan PLTP di Indonesia, PGE mengembangkan fasilitas dan infrastruktur untuk mengalirkan uap panas ke pembangkit listrik. Saat ini, “PGE sedang menjalankan proyek pengembangan di tiga Wilayah Kerja Panas Bumi yaitu: Hululais, Lumut Balai (unit II) dan Sungai Penuh,” pungkasnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan. PLTP cenderung memiliki keunggulan lantaran tidak menghadapi masalah intermitensi. Dengan demikian, dia menilai pengembangan panas bumi patut menjadi prioritas nasional dalam menyongsong pelaksanaan transisi energi.
Berdasarkan kajian Reforminer Institute, dari aspek skala, geotermal merupakan energi baru terbarukan utama yang paling potensial untuk dapat mengakomodasi tujuan kebijakan transisi energi menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi bebas emisi.
“Dari aspek skala, panas bumi merupakan EBT utama yang paling potensial untuk dapat mengakomodasi tujuan kebijakan transisi energi menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi bebas emisi,” tulis Reforminer Institute dalam kajiannya yang bertajuk Momentum Percepatan Pengembangan Panas Bumi Indonesia.
Editor: Mashud Toarik (mashud_toarik@investor.co.id)
Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkait
Berita Terkini
Cegah Praktik Tying Sales Minyakita, KPPU Advokasi Ratusan Pelaku Usaha
Realisasi produksi minyak goreng kemasan rakyat Minyakita hanya sekitar 24% dari total program minyak goreng rakyat.Kuartal I-2023, Total Emisi Obligasi dan Sukuk Tembus Rp 27,46 Triliun
BEI menyebut, total emisi obligasi dan sukuk yang sudah tercatat sepanjang tahun ini atau kuartal I-2023 tembus Rp 27,46 triliun.Perkuat ESG, DOID Gandeng Torajamelo
BIRU siapkan utang yang dapat dikonversi menjadi saham senilai Rp7,5 miliar yang akan dimanfaatkan untuk tingkatkan dampak sosial Ahana.BEI Hentikan Sistem Perdagangan FITS, Mengapa?
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan penghentian layanan sistem perdagangan Fixed Income Trading System (FITS). Mengapa?ASEAN Sumbang 3% dari PDB Riil Dunia
Kapasitas ASEAN harus diperkuat untuk menjawab tantangan hari ini, dan tantangan 20 tahun ke depan.Tag Terpopuler
Terpopuler
