Rabu, 7 Juni 2023

Ekonomi Tak Pasti Jadi Tantangan Tentukan Momentum untuk IPO

Zsazya Senorita
13 Okt 2022 | 22:14 WIB
BAGIKAN
Pekerja sedang membersihkan kaca gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. (Beritasatu Photo/Uthan AR)
Pekerja sedang membersihkan kaca gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. (Beritasatu Photo/Uthan AR)

JAKARTA, investor.id – Berbagai faktor ekonomi yang tidak menentu belakangan ini, baik domestik maupun internasional, menjadi tantangan tersendiri bagi sebuah perusahaan untuk menentukan momentum yang tepat dalam melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham.

Direktur Utama PT Bahana Sekuritas Edward Lubis menyebutkan, siklus ekonomi pascapandemi telah bergerak lebih cepat dan tidak menentu. Beberapa hal yang menjadi pemicu belakang ini, antara lain perang Rusia-Ukraina, kenaikan harga komoditas, kenaikan inflasi, dan ancaman resesi.

“Karena bisa jadi ada momentum euforia yang cepat sekali sehingga harga saham naik berlipat-lipat, lalu kemudian diikuti dengan koreksi yang cukup tajam. Jadi, ini memang menjadi challenge bagi perusahaan-perusahaan yang mau IPO,” ujar Edward pada diskusi bertema Go Public: Menuju Pertumbuhan Perusahaan Berkelanjutan pada acara Capital Market Summit & Expo 2022 secara virtual, Kamis (13/10).

Ia menambahkan, era kenormalan baru menjadi faktor tambahan yang harus dipertimbangkan para perusahaan yang ingin merencanakan IPO. Pasalnya, dalam dua tahun terakhir, ia melihat bahwa dinamika ekonomi dan likuiditas di pasar sangat berfluktuasi.

Meski ekonomi Indonesia saat ini membaik, sejumlah sentimen negatif global masih menghantui masa depan negara. Karena itu, perusahaan diminta mengamati, apakah sektor bisnis yang dijalani cukup menarik pada masa resesi global bila ingin melakukan IPO.

Menurut Edward, saat ini Indonesia memiliki likuiditas yang cukup, namun hanya beberapa sektor bisnis yang unggul secara global yang memiliki akses untuk mendapatkannya. “Contoh, saat ini mungkin yang lagi bagus sektor energi, walau nanti pada siklus berikutnya akan berubah kembali. Jadi, siklus pasar makin pendek, timing makin krusial, sementara background geopolitik dan inflasi serta ancaman resesi masih terlihat cukup nyata,” papar dia.

Namun ia memastikan, masih ada faktor-faktor ekonomi Indonesia yang bagus secara keseluruhan dan kuat secara institusi. Nasib pascapandemi negara ini dinilai cukup menjanjikan dari sisi pertumbuhan, sehingga indeks harga saham gabungan (IHSG) mampu pulih cepat. Nilai tukar rupiah juga masih terdepresiasi di batas normal dibandingkan negara lain.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Sepeda Bersama Indonesia Tbk (BIKE) Andrew Mulyadi menceritakan pengalamannya IPO di masa pandemi. Menurut dia, menjadi perusahaan terbuka di saat pandemi, tidak terlalu memberatkan. Perusahaan ini justru mendapat manfaat IPO saat pandemi karena jumlah investor meningkat pesat, hingga penawaran umum saham BIKE mengalami oversubscribed.

“Investor pada masa pandemi begitu antusias untuk menanamkan dananya di saham. Kami mengambil momentum ini untuk IPO saat masyarakat,” imbuh Andrew.

Kepala Divisi Layanan dan Pengembangan Perusahaan Tercatat Bursa Efek Indonesia (BEI) Saptono Adi Junarso pun menegaskan, selalu ada peluang dan tantangan dalam setiap situasi. Ia mencontohkan bagi lini bisnis seperti ritel, pandemi menciptakan kondisi yang kurang baik. Namun hal berbeda terjadi pada lini bisnis teknologi, digital, dan kesehatan termasuk produk kesehatan seperti sepeda.

“Kami melihat, kondisi kenormalan baru memberikan angin segar yang lebih baik lagi. Di mana beberapa sektor lain mengalami kesulitan, kami harap bisa recovery dan kembali memberi manfaat untuk investor dan industri pasar modal,” tutur dia.


 

Editor: Nasori (nasori@investor.co.id)

Dapatkan info hot pilihan seputar ekonomi, keuangan, dan pasar modal dengan bergabung di channel Telegram "Official Investor.ID". Lebih praktis, cepat, dan interaktif. Caranya klik link https://t.me/+ijaEXDjGdL1lZTE1, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Business 4 menit yang lalu

Pertamina Bukukan Laba Bersih Rp 56,6T Pada RUPS Tahun Buku 2022

 Pertamina Perseroan ini membukukan laba bersih sebesar USD 3,81 miliar atau setara dengan Rp 56,6 triliun.
Market 7 menit yang lalu

UMKM Didorong IPO, RAFI & PGJO Jadi Contoh

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk IPO.
Market 10 menit yang lalu

Siap-siap! Austindo (ANJT) Gelontorkan Dividen Rp 27,8 per Saham

ANJT membagikan dividen Rp 27,8 per saham tahun buku 2022.
Market 18 menit yang lalu

IHSG Ditutup Stagnan, Saham INDX dan RAAM Cetak ARA

IHSG ditutup berbalik stagnan setelah bergerak di zona merah sepanjang sesi II, saham RAAM dan INDX cetak ARA
Finance 30 menit yang lalu

Fee Based Income BRI Tumbuh Double Digit Mencapai 11,5%

BRI Selain meningkatkan efisiensi layanan, digital banking terbukti mendorong pendapatan berbasis komisi atau fee-based income (FBI).

Tag Terpopuler


Copyright © 2023 Investor.id