Rupiah Masih Oke, Ojo Dibandingke...

JAKARTA, investor.id – Bank Indonesia (BI) meminta semua pihak untuk melihat pergerakan rupiah tidak hanya secara mingguan, melainkan diamati secara year to date dan tahunan. Sebab jika hanya dilihat per minggu, kinerja rupiah masih terus bergerak volatil (mudah berubah).
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa Bank Indonesia tidak menargetkan rupiah untuk berada di level tertentu. Namun, yang pasti, sebagai bank sentral akan terus menjaga stabilitas rupiah.
"Pelemahan nilai tukar dialami hampir seluruh negara dan kenapa dolar sangat kuat? Karena agresifnya kenaikan Fed Fund Rate seiring sangat tingginya inflasi di AS, baik faktor suplai dan permintaan sangat kuat dan faktor upah serta kenaikan jasa-jasa," kata Perry di Jakarta, Kamis (17/11/2022).
Dalam catatan BI, indeks nilai tukar terhadap mata uang utama atau indeks dolar AS (DXY) mencapai 106,28 pada 16 November 2022 atau menguat 11,09% year to date (ytd) tahun 2022.
Ia merinci nilai tukar rupiah sampai 16 November 2022 terdepresiasi 8,65% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021. Depresiasi nilai tukar rupiah sebetulnya relatif lebih baik dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara lain di kawasan, seperti Korea Selatan 10,3% (ytd) dan Filipina 11,1% (ytd).
"Nominal depresiasi lebih rendah dari Korea Selatan dan lebih rendah dari Filipina, masing-masing negara miliki kondisi yang berbeda. Jadi, ojo dibandingke. Yang penting, imported inflation terkendali dan kami ingin segera turunkan," tegasnya.
Optimistis Menguat
Perry optimistis pergerakan nilai tukar rupiah akan kembali bergerak menguat. Hal ini tidak terlepas dari faktor fundamental nilai tukar rupiah yang mendukung pergerakan mata uang Garuda.
Adapun faktor-faktor fundamental itu, diantaranya neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD), prospek pertumbuhan ekonomi yang terus menguat.
"Nilai tukar rupiah akan lebih dipengaruhi faktor fundamental seluruh indikator faktor fundamental Indonesia seperti pertumbuhan ekonomi kuartal III sebesar 5,72% (yoy) termasuk yang tertinggi di dunia yang juga mendukung penguatan nilai tukar rupiah," tuturnya.
Selain faktor fundamental, kata Perry ada juga faktor teknikal yang turut mempengaruhi pergerakan rupiah di antaranya kebijakan agresif Bank Sentral AS (The Fed) dan kondisi ketidakpastian global yang memacu penguatan dolar AS.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa pelemahan rupiah tidak hanya dialami Indonesia, melainkan sejumlah negara imbas dari penguatan dolar.
"Kenapa dolar sangat kuat? Karena agresifnya kenaikan Fed Fund Rate menyusul sangat tingginya inflasi di AS, baik faktor suplai dan permintaan sangat kuat dan faktor upah serta kenaikan jasa jasa," paparnya.
Kendati begitu, BI berkomitmen untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah ketidakpastian global yang meningkat.
"Kami intervensi spot, DNDF dan pembelian SBN pasar sekunder untuk memastikan imbal hasil SBN tetap menarik, jadi aliran modal kembali masuk,"pungkasnya.
Editor: Jauhari Mahardhika (jauhari@investor.co.id)
Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkait
Berita Terkini
Meski Ditolak Demokrat dan PKS, DPR Setujui Pengesahan Perppu Cipta Kerja Jadi UU
Fraksi Demokrat dan PKS menjadi penolak pengesahan Perppu Ciptaker jadi UUSektor Bank Melesat, Saham BMRI dan ARTO Juaranya
Saham BMRI dan ARTO pimpin penguatan saham sektor bank sepanjang hari ini.Top! Jelang Nyepi, IHSG Melesat 1,2%, Saham COAL Auto Reject Atas
IHSG melesat hingga 1,2% jelang libur Nyepi besok. Lompatan indeks didukung kenaikan saham sektor keuangan dan teknologiJaksa ICC: Surat Perintah Penangkapan Putin Berlaku Seumur Hidup
Surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin berlaku seumur hidup, dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC).Tak Seberat Sebelumnya, Kenali Gejala Covid-19 Terkini
Gejala Covid-19 pada populasi umum saat ini tak seberat sebelumnya. Lalu bagaimana gejala Covid-19 terkini?Tag Terpopuler
Terpopuler
